Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

🎧 Sifat Shalat - Ustadz Muhammad Higa (101 audio)

Daftar Isi [Lihat]
Sifat Shalat - Ustadz Muhammad Higa (kumpulan audio)

Download Kitab Sifat Shalat

Karya: Syaikh Muhammad bin Sholih al 'Utsaimin rahimahullah
Download PDF Kitab

Simak Audio Kajian Kitab Sifat Shalat

Download Audio Kajian Kitab Sifat Shalat

Pemateri: al Ustadz Muhammad Higa hafizhahullah
Lokasi: Masjid Nurul Hujjaj, Wojo, Bantul
Sumber: t.me/taklim
Download seluruh file sekaligus (101 MP3-Kapasitas 917,20 MB)
Download Kumpulan MP3 (ZIP)

1. pertemuan 3 makna shalat mnurut bahasa dan syariat serta awal diwajibkan

📅 30/11/15 📝 MAKNA SHALAT MENURUT ETIMOLOGI BAHASA DAN TERMINOLOGI SYARIAT Pengertian shalat dalam bahasa (Arab) yaitu doa. Diantaranya sebagaimana dalam firman Allah: {{ صَلِّ عَلَيْهِمْ }} التوبة: ١٠٣ "Shalli 'alaihim" artinya berdoalah untuk mereka. Demikian pula sebagaimana dalam sabda Rasulullaah shallallaah 'alihi wa sallam: (( إذا دُعِي أحدكم فليجب، فإن كان صائما فلْيُصَلِّ، وإن كان مفطرا فليطعَم )) "Jika salah seorang dari kalian diundang, maka penuhilah. Lalu jika ia sedang puasa, falyushalli. Dan jika ia tidak sedang berpuasa maka hendaknya ia makan" (1). Falyushalli maksudnya: maka doakanlah. Berkata pula al-A'syaa (2): تقول بنتي وقد قرُبتُ مرتحِلا يا رب جَنِّبْ أبي الأوصابَ والوجَعَا عليكِ مثليُ اللذي صَلَّيْتِ فاغتمضي نوما فإن لِجَنْبِ المرء مُضْطَجَعا Berkata putriku saat telah dekat kepergianku, Duhai Rabbku jauhkanlah ayahku dari sakit dan penderitaan (hai putriku) Semoga kaupun mendapatkan seperti yang kau "SHALAT"kan, maka pejamkanlah (matamu) untuk tidur, sebab di dekat orang ini telah siap tempat pembaringan Maksudnya yaitu: semoga engkau pun mendapat seperti yang kau DOA-kan kepadaku. Adapun (makna) shalat menurut terminologi syariat: yaitu suatu ibadah yang memiliki ucapan maupun gerakan tertentu, yang dibuka dengan takbir dan ditutup dengan ucapan salam. Dengan demikian ia mencakup shalat-shalat lima waktu, shalat jum'at, shalat jenazah, sujud tilawah maupun sujud syukur -yakni jika kita berpendapat bahwa keduanya dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam-*. Dan (dengan pengertian tadi) berarti tidak termasuk darinya yaitu thawaf di Baitullah, sebab thawaf tidak dibuka dengan takbir dan tidak pula ditutup dengan salam. Adapun hadits yang berbunyi: (( الطواف بالبيت صلاة )) (3) "Thawaf mengitari Baitullah adalah shalat", maka hadits ini tidak shahih berasal dari Nabi -'alaihish shalaatu wa sallam-, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah. Beliaupun mengatakan: "Para ulama sungguh telah sepakat bahwa tidak diwajibkan dalam thawaf sebagaimana syarat-syarat yang diwajibkan dalam shalat baik berupa pembukaan (takbir) ihram, penghalalan (penutupan), bacaan tertentu dan selainnya. Tidak pula dapat membatalkan thawaf, apa-apa yang membatalkan shalat seperti makan, minum, berbicara dan selainnya". Selesai dari ucapan beliau. ** FASAL KEDUA KAPAN DAN DIMANA AWAL DIWAJIBKANNYA SHALAT ? Shalat lima waktu diwajibkan sebelum hijrah pada malam Mi'raj, yaitu malam dimana Rasulullaah shallallaah alaihi wa sallam dibawa perjalanan malam (Isra') ke Baitul Maqdis, kemudian diangkat (Mi'raj) ke atas langit. Peristiwa ini terjadi setahun sebelum hijrah. Ada yang mengatakan: tiga tahun sebelumnya. Ada pula yang mengatakan: lima tahun sebelumnya. Dahulu Allah mewajibkan atas Nabi-Nya lima puluh shalat untuk setiap hari dan malamnya. Maka beliaupun menerimanya dan turun (ke bumi, pent.) dengan penuh kepasrahan terhadap perintah ini dan penuh kerelaan atas apa yang telah Allah wajibkan terhadapnya. Beliau adalah pimpinan umat ini, maka apa yang diwajibkan kepada beliau tentu diwajibkan pula kepada umat ini seluruhnya. Hingga, lewatlah beliau di tempat nabi Musa 'alaihis salaam yang berada di lapis langit ke-enam, lalu berkata Musa kepada beliau: "Apa yang diperintahkan kepadamu?" Beliau menjawab: "Aku diperintah dengan shalat lima puluh kali sehari semalam". Musa berkata: "Sesungguhnya umatmu takkan mampu dengan 50 shalat setiap hari, sungguh aku demi Allah, sudah mencoba orang-orang sebelummu, aku telah membenahi Bani Israil sekuat tenaga. Maka kembalilah kepada Rabb-mu lalu mintalah keringanan kepada-Nya untuk umatmu". Akupun (Nabi shallallaah alaihi wa sallam) kembali, lalu Allah mengurangi sepuluhnya (menjadi 40, pent.). Setelah itu aku kembali kepada Musa , lalu iapun mengatakan semisal tadi. Akupun kembali hingga Allah mengurangi sepuluhnya (menjadi 30, pent.). Akupun kembali kepada Musa, lalu ia mengatakan semisal tadi. Akupun kembali hingga Allah mengurangi sepuluhnya (menjadi 20, pent.). Akupun kembali kepada Musa, lalu ia mengatakan semisal tadi. Akupun kembali hingga aku diperintah dengan 10 shalat setiap harinya. Akupun kembali kepada Musa, lalu ia mengatakan semisal tadi. Akupun kembali lagi hingga aku diperintah dengan 5 shalat setiap harinya. Akupun kembali kepada Musa, lalu ia mengatakan: ""Apa yang diperintahkan kepadamu?". Aku katakan: "Aku diperintah dengan lima kali shalat setiap harinya". Musa berkata: "Sesungguhnya umatmu takkan mampu dengan 50 shalat setiap hari, sungguh aku demi Allah, sudah mencoba orang-orang sebelummu, aku telah membenahi Bani Israil sekuat tenaga. Maka kembalilah kepada Rabb-mu lalu mintalah keringanan kepada-Nya untuk umatmu". Beliau (Nabi shallallaah alaihi wa sallam) berkata: "Aku sudah terus meminta kepada Rabb-ku sampai aku malu, maka aku rela dan pasrah". Beliau berkata: "Maka ketika aku sudah lewat, (terdengarlah) seruan seorang penyeru: "Aku telah berlakukan kewajiban-Ku dan telah Aku ringankan dari para hamba-Ku" (4). Kemudian turunlah Rasulullah shallallaah alihi wa sallam dalam keadaan ridha dengan keputusan tersebut dan lapang dada beliau. Segala puji hanya bagi Allah. Dahulu shalat diwajibkan pertama kali dengan dua raka'at setiap shalatnya, kecuali Maghrib yaitu tiga raka'at. Kemudian tatkala Nabi shallallaah alihi wa sallam berhijrah, ditambahlah shalat bagi yang mukim sehingga menjadi empat raka'at selain shalat Fajr (Subuh) dan Maghrib. Dalam Shahih al-Bukhari, dari 'Aisyah radhiyallaah 'anha, ia berkata: (( فرضت الصلاة ركعتين، ثم هاجر النبي صلى الله عليه وسلم ففرضت أربعا، وتركت صلاة السفر على الأولى )) "Diwajibkan shalat dengan dua raka'at. Setelah itu Nabi shallallaah alaihi wa sallam berhijrah, maka diwajibkanlah menjadi empat (raka'at) dan dibiarkan shalat saat safar sebagaimana keadaannya yang pertama (tetap dua raka'at, pent.)". (5) Imam Ahmad meriwayatkan: (( إلا المغرب لأنها وتر، والصبح، لأنه يطوِّل فيها القراءة )) "Kecuali Maghrib karena ganjil, dan juga Subuh karena bacaannya panjang". (6) Para ulama rahimahumullah berselisih-pendapat: Apakah shalat pernah diwajibkan sebelum Mi'raj? -Sebagian ulama berpandangan bahwa tidak ada shalat wajib sebelum Mi'raj, kecuali hanya perintah untuk shalat malam tanpa dibatasi jumlah tertentu. -Sementara sebagian lainnya berpendapat bahwa sebelumnya shalat sudah diwajibkan, yaitu dua raka'at pada pagi hari dan dua raka'at pada petang hari. *** Wallaahu -Subhanahu wa Ta'ala- a'lam bish shawaab. (1) Dikeluarkan oleh Muslim dalam Kitabun Nikah, Bab al-Amr bi Ijaabatid 'Daa'i (2) Diwaan al-A'syaa (73). (3) Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi: Kitabul Hajj, Bab Maa Jaa'a fil Kalaam fit Thawaaf (960). (4) Dikeluarkan Imam al-Bukhari dalam Kitab at-Tauhid, Bab Maa Jaa'a fii Qaulihi 'Azza wa Jalla "wa Kallamallaahu Musa Takliima" (7517) dan juga Imam Muslim dalam Kitabul Iman, Bab al-Israa' bi Rasulillaah shallallaah alaihi wa sallam (162). (5) Dikeluarkan Imam al-Bukhari dalam Kitab Manaaqibul Anshar, Bab at-Taarikh min Aina Arrakhu at-Taarikh (3935). (6) Dikeluarkan Imam Ahmad (6/265). Faedah Tambahan Penerjemah: 1* Berkaitan tentang masalah sujud syukur maupun sujud tilaawah. -Bahwa sujud dalam syariat kita hanya ada empat, yaitu: sujud shalat, sujud sahwi, sujud tilaawah dan sujud syukur. Lihat keterangan Syaikhul Islam sebagaimana dalam Majmu' al-Fataawa (11/502-503). -Adapun sujud shalat maupun sujud sahwi maka jelas dipersyaratkan padanya wudhu, sebab keduanya masih termasuk bagian dari shalat. Sementara mengenai sujud tilaawah maupun sujud syukur, maka jumhur ulama berpandangan bahwa sujud tilaawah juga dipersyaratkan padanya wudhu sebab mereka menganggap sujud tersebut merupakan shalat. Namun yang benar bahwa sujud tilaawah bukanlah termasuk shalat sebab tidak diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, karenanya tidak diwajibkan pada sujud tilaawah ini wudhu -kecuali jika sujud tilaawah dilakukan di tengah shalat, yakni ketika melewati ayat-ayat sajdah-. Inilah yang dirajihkan oleh sejumlah ulama seperti Imam Bukhari, Ibnu Hazm, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim, juga Syaikh Ibn Baaz, 'Utsaimin dan Muqbil al-Waadi'i. Begitu pula yang kuat dalam hal sujud syukur, tidak ada dalil yang menunjukkan dipersyaratkannya wudhu. Dan dalam hadits muttafaqun 'alaih (HR. Bukhari 4418 & Muslim 2769) disebutkan bahwa ketika sahabat Ka'b bin Malik dikabari akan pengabulan taubatnya, ia langsung menyungkur bersujud syukur kepada Allah atas hal tersebut. 2* Berkaitan tentang masalah dipersyaratkannya wudhu pada thawaf. Terdapat khilaf di kalangan ulama dalam hal ini: -pendapat pertama menyatakan bahwa tidak disyaratkan pada thawaf untuk berwudhu, sebab tidak adanya satupun perintah dalam ayat maupun hadits tentang hal ini. Sementara hadits Ibnu 'Abbas yang disebutkan tadi -الطواف بالبيت صلاة, "Thawaf mengitari Ka'bah adalah shalat"- tidaklah shahih dari sabda Nabi shallallaah 'alihi wa sallam. Dan yang ada justru hadits Ibnu 'Abbas yang lain bahwa Nabi bersabda: "Hanyalah aku diperintah untuk wudhu jika hendak mendirikan shalat" (HR. Muslim & Abu Dawud). Pendapat inilah adalah pendapat Abu Hanifah dan dirajihkan oleh Syaikhul Islam dan juga penulis kitab -Syaikh 'Utsaimin- sebagaimana disinggung di atas. -pendapat kedua merupakan pendapat jumhur (kebanyakan) ulama, diantara mereka ialah ketiga imam madzhab yaitu Malik, Syafi'i dan Ahmad. Alasan mereka bahwa disebutkan dalam hadits Shahihain (HR. Bukhari 1614 dan Muslim 1235) dari 'Aisyah bahwa Nabi shallallaah alihi wa sallam dahulu berwudhu, baru kemudian beliau thawaf. Sementara Nabi sendiri telah memerintahkan umatnya: خذوا عني مناسككم "Ambil dariku manasik kalian", dan hukum asal perintah adalah wajib. Dalil lainnya juga dari hadits 'Aisyah dalam Bukhari-Muslim bahwa Nabi shallallaah alaihi wa sallam bersabda kepadanya ketika ia ('Aisyah) sedang haid: "Lakukanlah semua yang dilakukan orang berhaji, hanya saja jangan engkau thawaf di Ka'bah sampai engkau suci", yang mana ini menunjukkan dilarangnya seseorang thawaf kecuali jika dalam keadaan suci sebagaimana halnya shalat. Dan hadits Ibnu 'Abbas -"Thawaf mengitari Ka'bah adalah shalat"- meski bukan dari sabda Nabi shallallaah alihi wa sallam, namun sanadnya shahih sampai kepada ucapan Ibnu 'Abbas. Dan beberapa argumen lainnya yang tidak kami sebutkan. 3* Berkenaan dengan shalat pagi (ghadaah), petang (asyiiy) dan malam (lail) sebelum diwajibkannya shalat 5 waktu, silahkan merujuk ucapan ulama tafsir terkait beberapa ayat firman Allah berikut: 1- ﴿وَسَبِّح بحَمْدِ رَبِّكَ قبْلَ طُلُوِع الشَّمْسِ وَقبْلَ الْغُرُوبِ﴾  "Dan bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu sebelum terbitnya matahari dan sebelum terbenamnya" [QS. Qaaf: 39] 2- ((وَمِنَ اللَّيٌلِ فَتَهَجَّدٌ بِهِ نَافِلَةً لَكَ..)) "Dan diantara (waktu) malam, maka bertahajud-lah engkau sebagai tambahan bagimu.." Al-Israa':79 3- (( يَا آيُّهَ الٌمُزَمِّلٌ قُمِ اللَّيٌلَ إِلَّا قَلِيٌلًا..)) إلى آخر السورة "Hai orang yang berkemul, bangkitlah pada malam hari kecuali sedikit darinya (untuk shalat).." sampai akhir daripada surat al-Muzzammil.
Download MP3

2. pasal ke 3 urgensi shalat dalam syariat

📅 01/12/15 📝 PASAL KETIGA URGENSI SHALAT DALAM SYARIAT Sesungguhnya shalat memiliki urgensi yang besar dan kedudukan yang tinggi di dalam Islam. Ia merupakan salah satu dari rukun-rukun Islam yang agung, bahkan ia adalah rukun terpenting setelah Syahadatain (dua persaksian), yaitu persaksian bahwa tiada sesembahan yang benar selain Allah dan bahwasanya Muhammad merupakan utusan Allah. Diantara dalil yang menunjukkan akan pentingnya shalat ialah: 1- Bahwa ia termasuk di antara rukun Islam yang paling penting, yaitu berada pada peringkat kedua; Dikarenakan sebelumnya ada persaksian "Laa ilaaha illallaah-Muhammad Rasulullaah", maka ia menjadi rukun yang teragung setelah syahadatain, yaitu syahadat "Laa ilaaha illallaah-Muhammad Rasulullaah". 2- Bahwa shalat merupakan pilarnya agama; Dimana Rasulullaah shallallaah alihi wa sallam pernah bersabda: (( رأس الأمر الإسلام، وعموده الصلاة، وذروة سنامه الجهاد )) "Kepala segala urusan adalah Islam, pilarnya adalah shalat, dan punuk tertinggi dan terkuatnya adalah jihad" (1) 3- Bahwa diantara semua rukun Islam yang lain selain syahadat, shalat pada khususnya adalah perkara yang jika ditinggalkan akan menyebabkan pelakunya kafir dengan kekufuran yang mengeluarkannya dari agama ini. Yakni bahwa ia akan menjadi seperti Fir'aun, Hammaan maupun Ubay bin Khalaf. Kami mengatakan hal ini bukan dalam rangka sekedar menakut-nakuti, atau untuk mengancam atau demi membujuk agar orang melakukannya semata, akan tetapi benar-benar kami katakan demikian -kafirnya orang yang tidak mengerjakan shalat- berlandaskan kepada dalil dari Kitabullah, sunnah Rasul shallallaah alaihi wa sallam serta ucapan sahabat radhiyallaahu 'anhum. (2) Adapun ketiga rukun (Islam) yang lain setelahnya -yaitu menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji ke Baitullah-, maka sesungguhnya para ulama rahimahumullah berbeda pendapat tentang hukum orang yang meninggalkannya bukan karena ia menentang kewajibannya, tetapi karena malas dan meremehkannya. Dan pendapat yang rajih (kuat), ialah bahwa orang yang meninggalkannya -zakat, puasa, haji- tidak dikafirkan. Adapun berkenaan shalat, maka sesungguhnya dalil-dalil dari Kitabullah maupun sunnah Rasul-Nya shallallaah alaihi wa sallam serta nukilan ijma' (kesepakatan)nya para sahabat -radhiyallah 'anhum- menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat tersebut telah kafir dengan kekafiran yang mengeluarkannya dari agama, sekalipun ia mengakui kewajiban shalatnya. Hal ini menunjukkan akan pentingnya shalat, dan bahwasanya ia termasuk diantara perkara urgen yang tidak pantas disepelekan ataupun diremehkan oleh setiap pribadi yang berakal, terlebih lagi seorang mukmin. 4- Bahwa Allah mewajibkan shalat ini kepada Rasul-Nya shallallaah alaihi wa sallam di atas langit lapis ke-tujuh, di tempat yang paling tinggi yang pernah digapai oleh makhluk (manusia, pent.). 5- Bahwa Allah mewajibkan shalat ini pada malam yang paling utama di sisi Rasulullah shallallaah alaihi wa sallam, yaitu malam Isra' Mi'raj dimana Rasulullaah shallallaah alaihi wa sallam diangkat ke langit hingga melebihi ketinggian langit lapis ketujuh. Hingga beliau sampai di sebuah tempat dimana beliau dengar suara gesekan pena-pena (3); yaitu pena qadha' dan qadar yang telah Allah isyaratkan dalam firman-Nya: {{ يَسْأَلُهُ مَنْ فِي السَّمَواتِ وَاْلأَرْضِ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ }} "Baik yang di langit maupun bumi selalu memohon kepada-Nya. Setiap hari Ia berada dalam suatu urusan" (Ar-Rahman: 29) Ia mencukupi yang papa, membangkrutkan yang kaya, menimpakan sakit kepada yang sehat, menyembuhkan yang sakit, mematikan yang hidup, menghidupkan yang mati dan selainnya dari berbagai urusan-Nya yang tidak bisa dihitung kecuali oleh Allah 'Azza wa Jalla. 6- Bahwa Allah mewajibkan shalat kepada Rasul-Nya shallallaah alaihi wa sallam tanpa melalui perantara antara keduanya 7- Bahwa Allah mewajibkannya kepada para hamba-Nya pada kali pertama sejumlah 50 shalat sehari semalam. Dimana jumlah sebanyak lima-puluh shalat ini menunjukkan kecintaan dan perhatian Allah terhadap shalat, dan bahwasanya shalat merupakan ibadah yang pantas untuk seseorang menghabiskan kebanyakan waktunya dalam mengerjakannya; sebab shalat adalah sarana penghubung antara Allah dengan hamba-Nya. Di dalamnya, seorang mukmin bisa mendapatkan ketentraman jiwa dan ketenangan qalbu; pantaslah ia menjadi penyejuk mata bagi Rasulullah shallallaah alaihi wa sallam (4). Seandainya seorang muslim melakukan shalat sebanyak 50 kali -sementara setiap shalatnya memakan waktu sperempat jam-, maka ia akan menghabiskan 12,5 jam hanya dalam shalat. Kalau begitu, andai ada yang menyibukkan diri dalam shalat tersebut, tentulah itu akan menyita waktunya dengan lebih banyak. Kemudian terjadilah beberapa kali pertemuan bolak-balik hingga Allah ringankan atas para hamba-Nya dengan kelembutan, kasih-sayang dan keutamaan-Nya sehingga Allah jadikan shalat tersebut menjadi lima kali dalam perbuatan dan lima-puluh (shalat, pent) dalam timbangan amal. Pada kelima waktu shalat tersebut terdapat kemaslahatan-kemaslahatan lima waktu dan pahala lima puluh (shalat, pent). Ini adalah termasuk nikmat dari Allah. Dan bukanlah perkara ini masuk dalam bab 'dibalasnya satu kebaikan dengan sepuluh kali-lipat semisalnya'; sebab semua amal-shalih pun, setiap kebaikannya sudah dituliskan dengan (pahala, pent) sepuluh kali lipat yang semisalnya. Jikalau perkara shalat tadi dimasukkan dalam bab 'dibalasnya satu kebaikan dengan sepuluh kali-lipat semisalnya', tentunya tidak akan ada bedanya dengan ibadah-ibadah selainnya. Akan tetapi maksudnya adalah bahwa shalat 5 waktu ini dianggap sebagaimana kita mengerjakan shalat sebanyak 50 kali, dan setiap shalatnya mendapat sepuluh kebaikan sehingga seluruhnya mencapai 500 pahala kebaikan dari kelima shalat kita tadi. Dan Allah dapat melipat-gandakan pahala bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. Demikianlah, satu kebaikan shalat saja jika dikerjakan maka dianggap seolah-olah sudah dikerjakan sebanyak sepuluh kali. Sehingga jika ada orang yang shalat Zhuhur misalkan, maka seakan-akan ia sudah mengerjakan shalat Zhuhur tersebut sebanyak sepuluh kali! Begitu pula apabila ia mengerjakan shalat Ashar, ia bagaikan sudah mengerjakannya sebanyak sepuluh kali, begitu seterusnya. Maka disinilah letak keistimewaan shalat, bahwa ia hanya lima kali dalam pengerjaan, namun lima-puluh dalam bobot hitungannya. 8- Bahwa Allah telah mewajibkan dalam shalat, yaitu bersuci dari hadats kecil (dengan wudhu, pent.) dan hadats besar (dengan mandi, pent.), serta suci dari najis pada badan, pakaian maupun tempatnya. Yang demikian ditujukan agar seorang yang melaksanakan shalat berada dalam kondisi sesempurna mungkin dalam kesucian lahir maupun batinnya. 9- Dilihat dari banyaknya dalil-dalil yang datang seputar masalah shalat, baik dalam Kitab Allah maupun sunnah Rasulullah shallallaah alaihi wa sallam, baik itu yang berupa perintah maupun larangan, dorongan maupun ancaman, ataupun yang bersifat pemberitaan maupun permintaan. 10- Bahwa pada permulaan shalat, terkumpul padanya pembersihan badan sekaligus pensucian qalbu; Sehingga, seorang masuk dalam shalatnya, berdiri di hadapan Rabb-nya dalam keadaan suci qalbunya, jasmaninya, serta tempatnya. Dimana perhatian terhadap perkara seperti ini menunjukkan akan pentingnya perihal shalat. (1) Hadits dikeluarkan oleh at-Tirmidzi: Abwaabul Iman, Bab Maa Jaa'a fii Hurmatis Shalat (2616). (2) Akan datang penjelasannya, hal. (3) Cat.Pent.: Lihat syarh Shahih al-Bukhari (no.hadits ke349) dan syarh Shahih Muslim (no.hadits 263), ucapan ini dinisbatkan kepada sahabat Ibnu 'Abbas dan Abu Habbah al-Anshari. (4) Hadits dikeluarkan oleh an-Nasaa'i dalam Kitaab 'Isyaratin Nisaa', Bab Hubbun Nisaa' (391) dan Ahmad (3/128).
Download MP3

3. pasal ke 4 keutamaan shalat

📅 07/12/15 📝 PASAL KEEMPAT KEUTAMAAN SHALAT DAN FAEDAH-FAEDAHNYA Telah banyak dalil-dalil dalam Kitab Allah Ta'ala maupun Sunnah Rasul-Nya shallallaah alaihi wa sallam mengenai keutamaan Shalat dan penjagaan terhadapnya, berupa dorongan (targhib) serta hasungan kepadanya. Allah Ta'ala berfirman: {قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ }1{ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ }2 "Sungguh beruntung kaum mukminin. Yaitu orang-orang yang mereka itu khusyu' dalam SHALATnya". [Al-Mu'minun: 1-2]. Allah Ta'ala juga berfirman: ( إِنَّ الْإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا )19( إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا) 20( وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا) 21( إِلَّا الْمُصَلِّينَ) 22( الَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ) 23( وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُومٌ) 24( لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ) 25( وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ) 26( وَالَّذِينَ هُم مِّنْ عَذَابِ رَبِّهِم مُّشْفِقُونَ) 27( إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍ) 28( وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ) 29( إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ) 30( فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ) 31( وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ) 32( وَالَّذِينَ هُم بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُونَ) 33( وَالَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ) 34( أُولَٰئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُّكْرَمُونَ) 35 "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat resah gelisah. Apabila ditimpa kesusahan dia gelisah. Dan apabila mendapat kebaikan dia bakhil. Kecuali orang yang SHALAT. Yang mereka itu senantiasa mengerjakan SHALATnya. Dan orang yang dalam hartanya tersedia hak tertentu. Untuk orang yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa. Dan orang yang membenarkan Hari Pembalasan. Dan orang yang takut terhadap adzab Rabb-nya. Sesungguhnya adzab Rabb mereka itu, tidak seorang pun merasa aman. Dan orang yang memelihara kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau yang mereka miliki dengan tangan kanan mereka, maka sesungguhnya mereka itu tidak tercela. Sesiapa mencari yang selain itu, maka mereka itulah orang yang melampaui batas. Dan orang yang memelihara amanah dan janjinya. Dan orang yang menegakkan kesaksiannya. Dan orang yang memelihara SHALATnya. Mereka itu dalam surga lagi dimuliakan". [Al-Ma'aarij: 19-35] Adapun sisi pendalilan yang menunjukkan akan keutamaan shalat yaitu bahwasanya Allah mengawali penyebutan sifat-sifat mulia di dalam kedua surat di atas dengan menyebutkan shalat, dan juga menutupnya juga dengan (menyebutkan) shalat. Tidak lain yang demikian itu melainkan karena keutamaan shalat di atas seluruh amalan lain. Allah Ta'ala berfirman: (اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ) "Bacalah apa yang diwahyukan kepadamu berupa al-Kitab (al-Qur'an), dan tegakkanlah shalat" [Al-Ankabut: 45] Maka Allah telah mengkhususkan (penyebutan) shalat diantara semua amalan lain (yang diwahyukan, pent.), ini menjadi dalil yang menunjukkan akan keutamaannya juga. Allah Ta'ala berfirman: (حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ ) "Jagalah shalat, dan shalat Wustha (Ashr), dan berdirilah hanyauntuk Allah dengan penuh ketundukan" [Al-Baqarah: 238]. Maka perintah untuk menjaga shalat di atas, menunjukkan bahwa shalat memiliki kedudukan yang besar. Shalat juga merupakan rukun berupa perbuatan yang pertama kali diwajibkan atas kaum muslimin. Shalat juga merupakan perkara pertama diantara hak-hak Allah yang akan diperhitungkan hisabnya terhadap seorang hamba pada Hari Kiamat kelak. Disebutkan dalam hadits: عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ أَوَّلَ مَا افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَى النَّاسِ مِنْ دِينِهِمُ الصَّلَاةُ "Sesungguhnya hal pertama yang diwajibkan Allah atas manusia dari agama mereka adalah shalat, dan yang terakhir tersisa ialah shalat" إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالهِمُ الصَّلَاةُ»، قَالَ: " يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ: انْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا؟ فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً، وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا، قَالَ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ؟ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ، قَالَ: أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ، ثُمَّ تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ "Hal pertama yang akan diperhitungkan adalah shalat. Allah akan mengatakan; Lihatlah pada shalatnya hamba-Ku. Maka jika sempurna shalatnya, dituliskan sempurna pula, namun apabila shalatnya ada kekurangan, Allah mengatakan; Lihatlah apakah ada ibadah tambahan untuk hamba-Ku? Maka jika dijumpai ia memiliki ibadah tambahan, disempurnakan shalat wajibnya dari shalat sunnahnya". (1) Dan dari Abdullah bin 'Amru -radhiyallah 'anhu-, ia berkata: إِنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلَهُ عَنْ أَفْضَلِ الْأَعْمَالِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " الصَّلَاةُ "، ثُمَّ قَالَ: مَهْ؟ قَالَ: " الصَّلَاةُ "، ثُمَّ قَالَ: مَهْ؟ قَالَ: " الصَّلَاةُ " ثَلَاثَ مَرَّاتٍ قَالَ: فَلَمَّا غَلَبَ عَلَيْهِ، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ "Sesungguhnya ada seorang lelaki datang kepada Nabi shallallaah alaihi wa sallam, lalu ia bertanya tentang amalan yang paling utama. Maka Rasulullah shallallaah alaihi wa sallam bersabda: "Shalat". Kemudian ia berkata: "Cukup itu saja?", beliau bersabda: "Shalat". Kemudian ia berkata lagi: "Cukup itu saja?, beliau bersabda: "Shalat", tiga kali. Ia (Abdullah) berkata: Maka tatkala orang tadi merasa kalah, barulah Rasulullah shallallaah alaihi wa sallam bersabda: "Jihad di jalan Allah". Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan juga Ibnu Hibban. (2) Nabi shallallaah alaihi wa sallam juga pernah bersabda: عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اسْتَقِيمُوا، وَلَنْ تُحْصُوا، وَاعْلَمُوا أَنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَعْمَالِكُمُ الصَّلَاةَ، وَلَا يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلَّا مُؤْمِنٌ "Luruslah, dan kalian takkan sanggup. Ketahuilah bahwa sebaik-baik amalan kalian adalah shalat, dan tidak ada yang selalu menjaga wudhu melainkan benar-benar seorang mukmin". (3) Beliau shallallaah alaihi wa sallam juga pernah ditanya tentang amalan apa yang bisa memasukkan ke dalam Jannah, maka beliau menjawab: عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ؛ فَإِنَّكَ لَاتَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلَّا رَفَعَكَ اللهُ بِهَا دَرَجَةً، وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً "Hendaknya engkau memperbanyak sujud untuk Allah, karena tidaklah engkau bersujud satu kali saja hanya untuk Allah kecuali Allah pasti mengangkatmu dengan satu derajat dan menghapus satu kesalahan dengannya". Diriwayatkan oleh Muslim (4) Demikianlah hadits-hadits seputar keutamaan shalat, dan ini hanya sedikit dari yang sekian banyak. Sengaja kami buat ringkas karena khawatir menjadi panjang pembahasannya dan membosankan.
Download MP3

4. pasal ke 4 faedah2 shalat

📅 08/12/15 📝 Adapun Faedah-faedah Shalat, maka sungguh sangatlah banyak dan tidak mungkin untuk membatasinya. Namun diantara faedah-faedah tersebut ialah: 1- Bahwa shalat merupakan penyejuk mata, ketentraman qalbu dan ketenangan jiwa. Oleh karenanya Nabi shallallaah alaihi wa sallam pernah bersabda: حُبِّبَ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا: النِّسَاءُ، وَالطِّيبُ، وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ "Dijadikan padaku kecintaan dari urusan dunia yaitu wanita serta minyak wangi. Dan dijadikan penyejuk mataku dalam shalat". (5) Beliau juga pernah bersabda: قُمْ يَا بِلَالُ، فَأَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ "Bangkitlah hai Bilal, lalu istirahatkan kami dengan shalat". (6) Maka shalat adalah dzikir, dan dengan mengingat Allah akan tenanglah qalbu. Shalat merupakan penghubung antara seorang hamba dengan Rabb-nya. Orang yang shalat berdiri di hadapan Rabb-nya dengan penuh khusyu' dan ketundukan, ia bertasbih dengan memuji-Nya, ia baca Kitab-nya, ia agungkan Rabb-nya dengan ucapan maupun perbuatannya itu, ia puji Rabb-nya dengan apa yang pantas bagi-Nya, dan ia meminta hajatnya dalam urusan agama maupun dunianya . Maka shalat ibarat sebuah taman yang merah dan telah matang semua buah-buahan tersedia di dalamnya. 2- Bahwa shalat dapat mencegah perbuatan kotor dan mungkar apabila seseorang mengerjakannya sebagaimana yang diperintahkan. Allah Ta'ala berfirman: إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ "Sesungguhnya shalat akan mencegah dari perbuatan kotor dan mungkar" [al-Ankabut: 45] Sebab, melalui shalat qalbu akan kembali kepada Allah, akan hadir di hadapannya, menguat imannya, bercahaya qalbunya dan membaik berbagai kondisinya. Pelakunya akan senantiasa merasakan hal itu dalam qalbunya, maka setiap kali ia berkeinginan melakukan kemungkaran atau perbuatan tak senonoh, ia pun teringat akan hubungannya tersebut antara dirinya dengan Rabb-nya sehingga akhirnya ia jauhi perbuatan tadi. 3- Bahwa shalat dapat membantu seseorang dalam berbagai urusan agama maupun dunianya. Allah Ta'ala berfirman: وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ "Dan mintalah pertolongan melalui shalat dan sabar" [al-Baqarah: 45] كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ، صَلَّى "Dan adalah Nabi shallallaah alaihi wa sallam apabila ditimpa suatu perkara, maka beliau kerjakan shalat". (7) Yaitu apabila ada suatu perkara yang menggelisahkan beliau. 4- Adanya pahala besar dan kebaikan yang banyak yang telah Allah siapkan di balik ibadah shalat. Nabi shallallaah alaihi wa sallam bersabda: خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللهُ عَلَى الْعِبَادِ مَنْ أَتَى بِهِنَّ لَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ شَيْئًا اسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ كَانَ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ، وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ "Lima shalat telah Allah wajibkan atas para hamba, maka barangsiapa yang datang dengan membawanya dan tidak menelantarkan satupun darinya karena menyepelekan hak-haknya, niscaya ia mendapat janji di sisi Allah untuk dimasukkan ke dalam Jannah". (8) Nabi shallallaah alaihi wa sallam juga bersabda: وَالصَّلَاةُ نُورٌ "Shalat adalah cahaya" (9) Yakni cahaya di dalam qalbu, wajah, kubur serta mahsyar. Dari Abdullah bin Umar -radhiyallah anhuma-, dari Nabi -shallallaah alihi wa sallam- bahwa suatu ketika beliau menyebut perihal shalat, lalu bersabda: مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا، وَبُرْهَانًا، وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَلَا نَجَاةٌوَكَانَيَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ "Barangsiapa yang menjaganya, niscaya ia akan mendapatkan cahaya, bukti dan keselamatan pada Hari Kiamat. Adapun siapa saja yang tidak menjaganya, maka ia takkan mendapat cahaya, tidak pula bukti, tidak pula keselamatan. Dan pada Hari Kiamat kelak ia akan bersama Qarun, Fir'aun, Haamaan dan Ubay bin Khalaf". Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang baik (10). Karena itu, barangsiapa yang menjaga shalat-shalat ini dan menunaikannya sebagaimana yang disyariatkan, maka ia akan mendapatkan cahaya, bukti serta keselamatan di Hari Kiamat kelak. 5- Bahwa shalat merupakan penebus (kaffaarah) terhadap dosa-dosa kecil dan pembersih dari kesalahan-kesalahan. Dari Abu Hurairah -radhiyallaah anhu- bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallah alihi wa sallam bersabda: أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا، مَا تَقُولُ: ذَلِكَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ " قَالُوا: لاَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا، قَالَ: «فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الخَمْسِ، يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الخَطَايَا "Bagaimana menurut kalian seandainya ada sebuah sungai di hadapan pintu rumah salah seorang dari kalian, lalu ia mandi di situ setiap harinya sebanyak lima kali, apakah masih ada kotorannya yang tersisa?". Mereka menjawab: "Tidak bakal tersisa kotorannya sedikitpun". Beliau bersabda: "Begitulah permisalan shalat lima waktu, Allah akan hapuskan dosa-dosa dengan itu". Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (11). Beliau -shallallah alaihi wa sallam-juga bersabda: الصَّلَاةُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ، مَا لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ "Antara shalat lima waktu, (shalat) Jum'at ke Jum'at berikutnya adalah penebus (dosa) diantara keduanya, selama dosa besar tidak didatangi" (12). Demikianlah shalat-shalat yang lima, ia dapat mencuci dosa dengan sebenar-benarnya bagi siapa yang mau shalat , sehingga ia menjadi bersih dari dosa-dosa karenanya. 6- Apa yang didapatkan dari shalat berjama'ah berupa persatuan kaum muslimin di satu tempat untuk mengerjakannya bersama, terwujudlah saling kenal, terjalinnya hubungan di antara mereka, diajarinya orang yang belum tahu, diingatkannya orang yang lalai serta ditampakkannya syiar-syiar Islam, dan banyak lagi dari berbagai kemaslahatan yang besar lainnya. 7- Bahwa shalat merupakan jalinan hubungan antara seorang hamba dengan Rabb-nya. Maka siapa yang shalat, ia akan menghadap Allah dengan wajahnya, فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} [الفاتحة: 2]، قَالَ اللهُ تَعَالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} [الفاتحة: 1]، قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}، قَالَ: مَجَّدَنِي عَبْدِي - وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي - فَإِذَا قَالَ: {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} [الفاتحة: 5] قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ: {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} [الفاتحة: 7] قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ Lalu apabila seorang hamba mengatakan: Alhamdulillahi Rabbil 'Aalamiin", Allah menjawab: "Hamba-Ku telah memuji-Ku". Dan apabila ia berkata: "Ar-Rahmaanir Rahiim", maka Allah mengatakan: "Hamba-Ku telah menyanjung-Ku". Dan apabila ia berkata: "Maaliki yaumid Diin", Allah berkata: "Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku" dan pada lain waktu mengatakan: "Hamba-Ku telah menyerahkan segala urusan kepada-Ku". Maka apabila ia berkata "Iyyaak na'budu wa iyyaaka nasta'iin", Allah mengatakan: "Ini adalah antara diri-Ku dengan hamba-Ku, dan baginya apa yang dia minta". Lalu apabila ia berkata: "Ihdinash shiraatal mustaqiim", Allah berkata: "Ini adalah antara diri-Ku dengan hamba-Ku, dan baginya apa yang dia minta". (13) Maka apakah engkau bisa dapati jalinan hubungan yang lebih kuat daripada jalinan ini; Ia bersegera menjawabmu, dari ayat demi ayat yang kau baca, sementara Dia ada di atas 'Arsy-Nya sedangkan engkau ada di bumi-Nya, karena Ia sangat perhatian dengan shalatmu, memeriksa dan membenarkan shalatmu ?!! Apa yang kami sebutkan di atas berupa keutamaan-keutamaan shalat, bukanlah bersifat lengkap dan menyeluruh, namun ini hanyalah secuil diantara yang begitu banyak. Namun herannya, sebagian kaum muslimin tidak tahu tentang kedudukan besar shalat ini atau bahkan tidak ingin tahu dan melalaikannya. Sampai-sampai, shalat di mata mereka adalah termasuk amalan yang paling tidak mereka butuhkan, paling sepele nilainya. Jadilah mereka tidak mendudukkannya sebagai amalan yang berbobot dalam hitungan amal mereka, tidak mereka luangkan waktu untuknya diantara waktu dari umur mereka. Bahkan, terkadang sebagian mereka menghina dengan shalat, menjadikan shalat sebagai bahan olok-olokan, senda-gurau dan main-main, serta mengejek orang-orang yang shalat. Kita memohon keselamatan kepada Allah. (1) -Penggalan akhir kalimat dikeluarkan oleh: Abu Dawud dalam Kitabus Shalat, Bab Qaulin Nabi shallallaah alaihi wa sallam "Kullu shalaatin..." (864), at-Tirmidzi juga dalam Kitabus Shalat, Bab Maa Jaa'a ann Awwala Maa Yuhaasabu (413), an-Nasaa'i dalam Kitaabus Shalaat, Baab al-Muhaasabah 'alas Shalaat (466), dan Ibnu Maajah dalam Kitaab Iqaamatus Shalawaat, Bab Maa Jaa'a fii Awwali Maa Yuhaasabu (1425). -Adapun penggalan awalnya dikeluarkan oleh Abu Ya'la (7/153). (2) Dikeluarkan oleh Ahmad (2/172) dan Ibnu Hibban; Dzikru al-Khabari ad-Daali 'ala anna as-Shalaata al-Fariidhah Afdhal minal Jihaad al-Faridhah (1722). (3) Hadits dikeluarkan oleh Ibnu Maajah dalam Kitaabut Thahaarah wa Sunaniha, Baab al-Muhaafazhah 'alal Wudhu' (277, 278), dan ad-Daarimi juga dalam Kitaab at-Thahaarah, Baab Maa Jaa fi at-Thuhuur (681), dan juga Ahmad (5/276) (4) Dikeluarkan oleh Muslim dalam Kitaabus Shalaat, Baab Fadhlu as-Sujuud (488) (5) Hadits dikeluarkan oleh an-Nasaa'i dalam Kitaab 'Isyaratin Nisaa', Bab Hubbun Nisaa' (391) dan Ahmad (3/128). (6) Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam Kitaabul Adab, Baab fii Shalaatil 'Atamah (4985) dan Ahmad (5/364) (7) Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam Kitaabus Shalaat, Baab Waqtu Qiyaamin Nabi shallallaah alaihi wa sallam minal Lail (1319) (8) Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam Kitaab al-Witr, Baab fiiman Lam Yuutir (1420), an-Nasaa'i dalam Kitaabus Shalaat, Baab al-Muhaafazhah 'alas Shalawaat al-Khams (462) dan Ibnu Maajah dalam Kitaab Iqaamatus Shalawaat, Baab Maa Jaa'a fii Fardhi as-Shalawaatil Khams (1401). (9) Hadits dikeluarkan oleh Muslim dalam Kitaabut Thahaarah, Baab Fadhlil Wudhu' (223). (10) Hadits dikeluarkan oleh Ahmad (2/169), dan padanya yaitu dari hadits Abdullah bin 'Amr radhiyallaah 'anhuma. (11) Hadits dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Kitaab Mawaaqitus Shalaat, Baab as-Shalawaatul Khams Kaffaarah (528) dan Muslim dalam Kitaabul Masaajid wa Mawaadhi'us Shalaat, Baab al-Masyu ilaa as-Shalaat (667). (12) Hadits dikeluarkan oleh Muslim dalam Kitaabut Thahaarah, Baab as-Shalawaat al-Khams wal Jum'ah ilal Jum'ah (233). (13) Hadits dikeluarkan oleh Muslim dalam Kitaabus Shalaat, Baab Wujuubu Qiraa'atil Faatihah fii Kulli Rak'ah (395).
Download MP3

5. pasal ke 5 peringatan dari menyia-nyiakan shalat

📅 14/12/15 📝 PASAL KE 5 PERINGATAN DARI MENYIA~NYIAKAN SHOLAT Mengingat bahwa shalat memiliki keutamaan yang agung dan manfaat yang besar, maka meninggalkannya adalah sebuah kehilangan yang besar dan kekurangan yang fatal dalam Islam. Oleh karena itu, Allah dan rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan dari perbuatan menelantarkan shalat. Begitu pula Allah telah menyiapkan balasan dari perbuatan tersebut dengan hukuman yang bemacam-macam. Allah berfirman : { فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ . الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُون } "Maka Wail* (kebinasaan) bagi orang-orang yang shalat. Yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya". (Al maa'un: 4-5) Allah juga berfirman : { فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا . إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ شَيْئًا } "Lalu datanglah setelah mereka para pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui Ghayya** (kesesatan). Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, maka mereka akan dimasukkan surga dan mereka tidak akan dizhalimi sedikitpun". (Maryam: 59 - 60) Allah juga berfirman tatkala menyifati kaum munafiq: { إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا } "Sesungguhnya orang-orang munafiq menyangka dapat memperdayai Allah, namun sebenarnya Dia-lah yang memperdaya mereka (dengan anggapan mereka sendiri). Dan apabila berdiri shalat, mereka kerjakan dalam keadaan malas, mereka riya' di hadapan manusia, dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit saja". (An nisaa: 142) Dan Allah berfirman tentang penghuni neraka ketika mereka ditanya : { مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ . قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ . وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ . وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ . وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ . حَتَّىٰ أَتَانَا الْيَقِينُ } "Apa yang menyebabkan kalian menjadi penghuni neraka saqor? Mereka berkata: Dulu kami di dunia tidak melaksanakan shalat. Dulu kami tidak memberi makan orang miskin. Dulu kami berbincang (dengan tujuan bathil) bersama orang yang membicarakannya. Dulu kami mendustakan Hari Pembalasan. Hingga datanglah kematian kepada kami". (Al- Muddattsir: 42 - 47) Allah juga berfirman: { وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ارْكَعُوا لَا يَرْكَعُونَ } "Dahulu jika mereka diseru: rukuklah!, mereka enggan untuk rukuk". (Al-Mursalaat: 48) Maksudnya: jika mereka diperintah agar shalat, mereka tidak mau shalat. Dalam Ash Shahih (al-Bukhari), dari Nabi shallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau melihat di dalam mimpinya bahwa: "..beliau melewati seseorang yang sedang berbaring. Ternyata ada orang lain yang berdiri di atasnya sambil membawa sebongkah batu. Tiba-tiba orang ini menjatuhkan batu itu ke kepala orang yang terbaring tadi hingga pecah kepalanya (1). Lalu batu itu menggelinding (2) ke arah lain, maka orang tadi (si pelempar batu, ed.) mengikuti batu itu lalu mengambilnya. Belum sampai ia kembali kepadanya (si korban, ed.) hingga kepala orang tersebut kembali utuh seperti sedia kala. Sesampainya ia kembali kepadanya, ia ulangi perbuatannya atas orang yang terbaring itu seperti pada kali pertama". Beberapa saat kemudian Nabi shallallaah 'alaihi wa sallam bertanya tentang orang tersebut, lalu dikatakan: "Sesungguhnya dia adalah orang yang dahulu mengambil (bacaan) Al Qur'an kemudian menolaknya dan tidur dari shalat yang wajib". (3) Nabi shallalhu 'alaihi wa sallam juga mengabarkan bahwa barang siapa yang tidak menjaga shalat-shalat tersebut, maka ia tidak akan mendapat cahaya, bukti serta keselamatan pada Hari Kiamat, dan dia akan dibangkitkan bersama para pemimpin kekufuran, bersama Fir'aun, Haamaan, Qaaruun dan Ubay bin Khalaf (4). Maka bertaqwalah kepada Allah Ta'aala, tegakkanlah shalat, jagalah waktu-waktunya dan didiklah anak-anak kalian dengannya, karena sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintah kalian: (( مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم أبناء عشر )) "Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat saat mereka sudah berusia 7 tahun, dan pukullah mereka (jika enggan melakukan shalat -pent) di saat mereka sudah berusia 10 tahun" (5) Maka siapakah diantara kalian yang sudah menjalankan amanah yang telah dibebankan oleh Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam kepadanya?? Kebanyakan manusia lalai dari tanggung jawab ini. Akan tetapi terhadap harta dan perhiasan dunia, mereka begitu perhatiannya. Mereka begadang siang malam untuk mengembangkan hartanya, padahal nantinya mereka hanya akan meninggalkannya untuk pewarisnya sepeninggal mereka. Mereka lalai dari anak-anak mereka yang bisa menjadi penyejuk mata bagi mereka di dunia maupun akhirat, yakni selama anak-anak tersebut dalam keadaan shalih. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : (( إذا مات الانسان اتقطع عنه عمله الا من ثلاثة : إلا من صدقة جارية، علم ينتفع به أو ولد صالخ يدعو له )) "Jika telah mati seorang manusia, terputuslah amalan darinya kecuali 3 hal: sedekah yang bermanfaat, ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak yang shalih yang mendoakannya". (6) Wahai kaum muslimin... Tidakkah kalian takut dari pertanggung-jawaban ini ?! Tidakkah kalian takut dari balasan perbuatan kalian meninggalkan pendidikan anak-anak kalian, sehingga mereka menjadi durhaka kepada kalian sebagai balasan yang setimpal ?! Sesungguhnya barang siapa yang tidak memenuhi hak Allah dalam pendidikan anak-anaknya, maka tak lama lagi anak-anaknya juga menelantarkan hak Allah padanya (untuk berbakti kepada orang tua) tatkala dia sudah tua atau mati. Maka wajib atas kalian wahai muslimin, untuk kalian didik anak-anak kalian selama masa pertumbuhan mereka, agar mereka siap untuk mencintai shalat dan gemar untuk datang ke masjid-masjid. Catatan kaki: (1) Artinya: memecahkan kepalanya: ثَلَغَ رَاْْسَهُ أَيْ: هَشَّمَه و شَدَخَه. Dari "Lisan al-'Arab". (2) Artinya: menggelinding batu itu : َتَدَهْدَهَ الْحَجَرُ أَيْ: تَدَحْرَج . Dari "Lisan al-'Arab". (3) Dikeluarkan al Bukhari dalam Kitabut Ta'biir, Bab at Ta'biir ar-Ru'ya Ba'da Shalaat as-Subhi (7047) (4) Yaitu sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Barangsiapa yang menjaga shalat, maka ia akan mendapat cahaya, bukti serta keselamatan di Hari Kiamat. Dan barang siapa yang tidak menjaga shalat, maka ia tidak akan mendapat cahaya, bukti serta keselamatan, dan di Hari Kiamat ia akan dibangkitkan bersama Qaaruun, Fir'aun, Haamaan dan Ubay bin Khalaf". Dikeluarkan oleh Ahmad (2/169, no. 6576). Berkata al-Haitsami (1/292): "Perawi-perawinya terpercaya". Dan Al Baihaqi di dalam "Syu'abul Iman" (3/46, no.2823). Juga dikeluarkan oleh Abd bin Humaid (hal. 139, no 353) dan ad Daarimi (2/390, no. 2721). Ed: Sebagian ulama lainnya melemahkan hadits ini, insyaa Allaah akan kami sebutkan dalam catatan kaki terhadap hadits ini di pasal keenam. (5) Dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam Kitab ash Shalat, Bab Mataa Yu'maru al Ghulamu bi ash-Shalah (495). (6) Dikeluarkan oleh Muslim dalam Kitab al Washiyyah, Bab Maa Yulhaqu al-insanu minats- Tsawaab (1631). Tambahan Editor: *Kata "Wail" terdapat di beberapa tempat dalam al-Qur'an. Kurang lebih ada 3 pendapat tentang maknanya: -Yang pertama, bermakna adzab dan kebinasaan. Berkata Abu Ishaq: وأصل الويل في اللغة العذاب و الهلاك. Berkata al-Kalbi: الويل شدة من العذاب , siksa yang dahsyat. Al-Qurthubi dalam tafsirnya terhadap ayat ini mengatakan bahwa "Fa wailul lil Mushalliin" yaitu: عذاب لهم , adzab diperuntukkan bagi mereka -yang menyia-nyiakan shalatnya, ed.-. Beliau juga menukilkan dari Ibnu 'Abbas bahwa beliau berkata: الويل المشقة من العذاب , al-Wail adalah kepayahan dalam siksaan. -Yang kedua, adalah sebuah tempat di neraka. Dinukilkan sebuah riwayat dari Ibnu Mas'ud: الويل واد في جهنم. Diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnadnya (3/75) dan at-Tirmidzi secara marfu' dari Nabi shallallaah alaihi wa sallam: الويل واد في جهنم يهوي فيه الكافر أربعين خريفا قبل أن يبلغ قعره, namun sanadnya dha'if. Al-Qurthubi juga menukilkannya dari sahabat Abu Sa'id al-Khudri dengan yang semakna, bahwa Wail adalah sebuah lembah di Jahannam, yangmana orang kafir akan jatuh ke dalamnya selama 40 tahun dan belum sampai dasarnya. Adapun 'Atha' bin Yasaar berpandangan bahwa Wail dalam ayat ini ialah lembah (sungai) yang mengalir di halaman neraka dan berasal dari nanah bercampur darah dari penghuni neraka. Ada pula yang mengatakan: itu adalah sebuah kolam di neraka. Sedangkan az-Zuhri menukilkan pendapat yang mengatakan: itu adalah sebuah pintu dari pintu-pintu neraka. Yang ketiga, sebuah kata celaan atas suatu perbuatan. Maknanya kurang lebih: Duh celaka, kenapa kau lakukan itu?! Adapun asal katanya, maka ada yang mengatakan: wai lis syaithan, lalu disatukan hingga menjadi wail. Wallaahu a'lam bi shawaab. ** Kata "Ghayy" memiliki beberapa maksud. Diantaranya yaitu berarti kesesatan yang merupakan lawan dari kata "Rusyd" yang berarti bimbingan. Adapun tentang kata "ghayy" di dalam ayat ini -Maryam: 59-, maka Ibnu Katsir menyebutkan: -dari 'Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu 'Abbas bahwa maknanya yaitu خسرانا, kerugian. -dari Qataadah: maknanya "Syarran", keburukan. -riwayat at-Thabari dari Ibnu Mas'ud, ia berkata: "واد في جهنم، بعيد القعر، خبيث الطعم", sebuah lembah di Jahannam yang dalam dasarnya dan busuk aromanya. -dari al-A'masy, dari Ziyaad dari Abi 'Iyaadh berkata: "واد في جهنم من قيح و دم", sebuah lembah di Jahannam berupa nanah dan darah. Wallaahu a'lam bi shawaab. Lihat Lisaanul 'Arab, Tafsir al-Qurthubi dan Mishbaahul Muniir fii Tahdziib Tafsiir Ibni Katsiir.
Download MP3

6. pasal ke 6 hukum tinggalkan shalat

📅 15/12/15 📝 PASAL KE 6 HUKUM MENINGGALKAN SHALAT Meninggalkan Shalat terbagi menjadi dua macam: Yang pertama: Disertai dengan mengingkari kewajibannya. Maka yang demikian adalah kekafiran tanpa diragukan lagi. Sebab, mengingkari kewajiban shalat fardhu jelas suatu bentuk kekufuran karena itu berarti mendustakan Allah, Rasul-Nya serta (kesepakatan, pent.) mukminin. Padahal Allah Ta'aala telah berfirman: "Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas baginya petunjuk, dan justru mengikuti jalannya selain kaum mukminin, niscaya Kami palingkan dia kemana ia berpaling dan Kami akan masukkan dia ke Jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali". [An-Nisaa': 115] Kecuali, apabila orang yang mengingkari kewajiban shalat tersebut adalah orang yang baru saja masuk Islam, sehingga mungkin ia masih jahil (belum tahu) tentang hukumnya, maka ia tidak dikafirkan sampai dijelaskan hal itu kepadanya. Kemudian jika setelah itu ia menentang, barulah ia dikafirkan. Yang kedua: Meninggalkan shalat disebabkan karena malas dan meremehkan hal tersebut, namun disertai dengan mengakui akan kewajibannya. Maka orang yang seperti ini, ia diminta untuk mengerjakannya. Jika ia kerjakan, maka itu yang dimaksud. Tetapi jika ia tetap bersikukuh dalam meninggalkan shalat, maka para ulama berbeda pendapat tentang statusnya. Ada diantara mereka yang mengatakan: Dia telah kafir dan agar dibunuh karena kekafirannya itu, tanpa ia dishalatkan, dan tidak boleh dimakamkan di pemakaman muslim. Adapun yang menjadi dalil pegangan bagi mereka, dari al-Qur'an yaitu firman Allah -Ta'aala- mengenai musyrikin: "Maka apabila mereka telah bertaubat, menegakkan shalat, dan menunaikan zakat, maka mereka adalah saudara kalian seagama. Dan demikianlah Kami telah jelaskan ayat-ayat Kami bagi orang-orang yang mengetahui". [at-Taubah: 11] Maka di sisi kita sekarang (dari ayat di atas, pent.) ada kalimat syarat, dimana persyaratan di dalamnya berupa tiga perkara, sementara jawaban syaratnya hanya satu perkara. Adapun syarat yang pertama: فإن تابوا, yang kedua: وأقاموا الصلاة, dan yang ketiga: وءاتوا الزكاة, semua ini merupakan syaratnya. Sementara jawab-syaratnya yaitu: فإخوانكم في الدين, hanya ada satu. Dan di sana ada sebuah kaedah: bahwasanya apabila suatu perkara dipersyaratkan padanya satu ataupun beberapa syarat, maka akibatnya tidak akan terwujud kecuali jika telah terpenuhi syarat-syaratnya. Dan di dalam ayat tadi, Allah -'Azza wa Jalla mempersyaratkan untuk terwujudnya "ukhuwwah fid diin", persaudaraan seagama yaitu dengan adanya tiga macam syarat: Bertaubat dari kesyirikan, yang kedua yaitu menegakkan shalat, dan yang ketiga ialah menunaikan zakat. Apabila salah satu saja dari ketiga syarat tersebut tidak ada, maka tidak akan terwujud jawab-syaratnya, yaitu persaudaraan seagama. Saya akan berikan sebuah contoh yang dapat memperjelas masalah di atas; seandainya engkau berpesan: "Jika si Fulan mengunjungimu, dan memberikan kitab A kepadamu, dan engkaupun boleh membacanya, maka muliakanlah dia". Maka seandainya ia mengunjungi saja tanpa memberikan kitabnya, tentunya engkau tidak memuliakannya. Seandainya ia menanyaimu: "Mengapa engkau tidak memuliakanku?". Saya jawab: Karena engkau tidak memenuhi syarat. Seandainya ia mengunjungimu, memberikan kitabnya, tetapi ia melarangmu dari membacanya, maka engkau juga tidak akan memuliakannya. Dan seandainya ia mengunjungimu, memberikan kitabnya kepadamu, dan mempersilahkanmu untuk membacanya, maka barula ia pantas untuk dimuliakan. Begitu pula dalam ayat yang mulia tadi: Jika mereka bertaubat, menegakkan shalat dan menunaikan zakat, barulah mereka berhak untuk menjadi saudara kita dalam agama. Namun apabila mereka tidak memenuhi ketiga sifat tersebut, maka mereka tidak berhak untuk menjadi saudara kita seagama. Dan persaudaraan (ukhuwwah) seagama tidaklah hilang kecuali dengan kekufuran yang jelas. Karena seberapapun seseorang itu bermaksiat, ia masih saudaramu (seagama). Meski ia berzina, mencuri, mabuk dan membunuh, tetap saja ia saudaramu (seagama, pent.). Bisa jadi sebagian orang menganggap asing hal ini; bagaimana bisa ia yang sudah melakukan kejahatan besar, tetapi bersamaan dengan itu ia masih menjadi saudara kita?! Maka kami katakan: Allah Ta'aala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian (hukum) qishas dalam perkara pembunuhan. Orang merdeka dibalas dengan orang merdeka juga, budak dibalas dengan budak, dan wanita dibalas dengan wanita. Lalu barangsiapa yang sudah dimaafkan oleh saudaranya dengan sesuatu apapun,maka hendaknya ia ikuti dengan cara yang baik". [Al-Baqarah: 178] Hukum qishas berlaku pada pembunuhan sengaja (berencana, pent.), namun demikian Allah 'Azza wa Jalla masih menyatakan: "..lalu barangsiapa yang sudah dimaafkan oleh saudaranya dengan sesuatu apapun..". Kalau begitu, berarti si pembunuh yang menyengaja tadi tidak dikeluarkan dari Islam, karena ia disebut saudara bagi si korban. Allah 'Azza wa Jalla mengajak bicara manusia melalui firman-Nya: "Hai orang-orang yang berIMAN, telah diwajibkan atas kalian (hukum) qishas..", maka ia (si pembunuh) adalah saudaranya (si korban) meski ia telah membunuhnya. Maka, persaudaraan seagama tidaklah hilang dengan kemaksiatan. Contoh lain: Pembunuhan oleh seorang mukmin atas saudaranya merupakan sebuah kemaksiatan sekaligus kefasikan dan kekufuran, akan tetapi ia tidak mengeluarkan pelakunya dari agama, berdasarkan firman Allah Ta'aala: "Dan jika ada kedua kelompok dari kaum mukminin sedang bertikai, maka damaikanlah antara keduanya. Dan jika salah satu pihak dari keduanya tetap melanggar pihak lainnya, maka perangilah (pihak) yang melanggar tersebut sampai ia mau tunduk kepada perintah Allah. Kemudian jika ia sudah tunduk, maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah, sesungguhnya ALlah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Hanyalah kaum mukminin itu bersaudara, maka damaikanlah antara saudara kalian.." [Al-Hujuraat: 9-10] Maka meskipun kaum mukminin saling berperang, mereka tetap bersaudara, begitu pula pihak ketiga yang mendamaikan antara kedua pihak yang bertikai juga adalah saudara mereka. Oleh karenanya, Allah menyatakan: "Hanyalah kaum mukminin itu bersaudara, maka damaikanlah antara saudara kalian.." Kalau begitu, kami katakan bahwa persaudaraan seiman tidaklah dihilangkan dengan semata maksiat, seberapapun besarnya. Tidak akan hilang selamnya (persaudaraan itu, pent) kecuali dengan adanya kekafiran. Adapun dalil dari as-Sunnah adalah hadits Jabir -radhiyallaah 'anhu- bahwasanya Nabi -shallallaah alaihi wa sallam- pernah bersabda: "Sesungguhnya antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat". Diriwayatkan Muslim (1). Maka Nabi -shallallaah alaihi wa sallam- telah menjadikan kesyirikan terpisah dengan nyata dari Islam, dan beliau menjadikan pemisahnya adalah meninggalkan shalat. Kalau begitu, meninggalkan shalat adalah sebuah kekufuran. Dan dalam hadits Buraidah ibnul Hushaib -radhiyallaah anhu- yang dikeluarkan oleh ahli Sunan: Nabi -shallallaah alaihi wa sallam- bersabda: "Perjanjian yang ada antara kita dengan mereka adalah shalat, maka barangsiapa meninggalkannya sungguh ia telah kafir". (2) Nabi -shallallaah alaihi wa sallam- juga bersabda: "Kepala segala urusan adalah Islam, dan tiangnya adlah shalat". (3) Dan tiang apabila hilang, maka bangunannya akan runtuh. Berkata 'Umar bin al-Khattaab -radhiyallaah anhu-: "Tidak ada bagian dari Islam, bagi siapa saja yang meninggalkan shalat". (4) Dan berkata 'Abdullah bin Syaqiq -rahimahullaah-, salah seorang dari tabi'in yang terbaik: "Adalah dahulu, para sahabat Rasulullah -shallallaah alaihi wa sallam- tidak menganggap adanya suatu hal dari amalan yang jika ditinggalkan berarti kufur, selain daripada shalat". (5) Dan hal ini menjadi semacam ijma' (kesepakatan) dari kalangan sahabat bahwa orang yang meninggalkan shalat telah kafir. Lebih dari seorang dari ulama telah menukilkan ijma' bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, diantara ulama tersebut yaitu Ishaq bin Rahuuyah -rahimahullaah-, imam yang masyhur. Berkata Abdullah bin Nashr (al-Marwazi, pent) -rahimahullaah-: "Aku pernah mendengar Ishaq bin Rahuuyah berkata: Telah shahih dari Nabi -shallallaah alaihi wa sallam- bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, demikian pula pendapat para ahli ilmu sejak di sisi Nabi -shallallaah alaihi wa sallam- sampai hari kita ini, bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja tanpa udzur hingga lewat waktunya adalah kafir". Selesai ucapan beliau. Berkata Ibnu Hazm -rahimahullah- (6): "Sungguh telah datang dari 'Umar, 'Abdurrahman bin 'Auf, Mu'adz bin Jabal, Abu Hurairah dan selain mereka dari kalangan sahabat -radhiyallaah 'anhum- bahwasanya barangsiapa meninggalkan satu kali shalat fardhu secara sengaja hinggalewat waktunya, maka ia telah kafir dan murtad. Dan kami tidak mengetahui adanya sahabat lain yang menyelisihi mereka". Hal tersebut juga disebutkan oleh al-Mundziri -rahimahullah- dari Ibnu Mas'ud, Ibnu 'Abbas, Jabir bin 'Abdillah dan Abu Dardaa' -radhiyallaah 'anhum-, beliau juga mengatakan: "Dan dari selain sahabat adalah Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuuyah, 'Abdullaah ibnul Mubaarak, an-Nakhaa'i", beliau juga masih menyebut selain mereka. Berkata Ibnul Qayyim -rahimahullaah- di sela-sela pembawaan dalil-dalil bagi yang berpendapat dikafirkannya orang yang meninggalkan shalat (7): "Adalah perkara yang mustahil secara kebiasaan maupun tabiat, adanya seorang yang membenarkan dengan sebenar-benarnya dan keyakinan yang kuat bahwa Allah telah mewajibkan kepadanya lima waktu shalat dalam sehari semalam, dan bahwasanya Allah akan menyiksanya dengan sekeras-kerasnya jika ia meninggalkannya, namun bersamaan dengan itu ia masih terus meninggalkannya. Ini termasuk perkara yang mustahil secara pasti". Selesai ucapan beliau. Sebagian ulama yang lain berpandangan bahwa orang yang meninggalkan shalat harus dibunuh, namun sebagai hukuman hadd, bukan karena dikafirkan. Maka ia dihukum mati, dimandikan, dikafani, dishalatkan dan dimakamkan bersama kaum muslimin, serta didoakan agar diampuni. Hal ini berdasarkan sabda Nabi -shallallaah alaihi wa sallam-: "Barangsiapa yang telah bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba sekaligus rasul-Nya, dan bahwa Isa juga adalah hamba sekaligus rasul-Nya dan kalimat (dari)-Nya yang ditiupkan kepada Maryam, dan ruh (dari)-Nya, dan bahwa surga adalah benar, dan neraka adalah benar adanya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga meski seberapapun amalannya". (8) Zhahir hadits ini menunjukkan bahwa ia masuk ke surga meskipun tidak shalat. Berkata Ibnul Qayyim -rahimahullaah- setelah menyebut argumen kedua belah pihak (9): "Dan jika iman dapat hilang dikarenakan hilangnya amalan qalbu, maka tidak aneh jikalau ia (iman)pun hilang dengan hilangnya amalan badan yang terbesar (yaitu shalat, pent). Terlebih lagi apabila hal itu adalah akibat (konsekuensi) dari ketidak-sukaan dan ketidak-tundukan qalbu yang merupakan akibat dari sikap tidak membenarkan dengan yakin, sebagaimana telah berlalu penegasannya. Sebab, ketidak-patuhan qalbu akan mengakibatkan ketidak-patuhan badan; dimana seandainya qalbunya taat dan patuh, tentulah badannya ikut taat dan patuh". Alhasil, kedua kelompok telah sepakat atas dibunuhnya orang yang meninggalkan shalat, apakah karena kekafirannya sebagaimana ditunjukkan oleh zhahir dalil-dalil, ataukah sebagai hukum hadd sebagaimana zhahir dalil-dalil lain yang menunjukkan tidak kafirnya orang tersebut. Dan ijma' (kesepakatan) dari kedua pihak ini menunjukkan atas besarnya kejahatan orang yang meninggalkan shalat, dan bahwasanya tidak ada tempat baginya di tengah kaum muslimin karena besarnya dosa tersebut. Maka aku begitu heran dengan orang-orang yang menyepelekan shalat mereka di masa ini, dan mereka sibuk dengan syahwat mereka. Mereka menganggap begitu beratnya satu amalan (shalat, pent) yang paling puncaknya tidak sampai satu jam, sementara mereka meghabiskan berjam-jam pada urusan yang tidak ada kebaikannya sama sekali buat mereka. Tidakkah mereka yakin kalau mereka kelak akan dibangkitkan pada suatu hari yang dahsyat, hari dimana semua orang berdiri di hadapan Rabb sekalian alam? Lalu agama apa yang ada pada seseorang yang meninggalkan shalat padahal begitu ringan untuk dikerjakan, begitu sedikit waktu yang dibutuhkan untuk disibukkan dengannya, sementara manfaatnya begitu besar bagi qalbu, badan, pribadi maupun masyarakat, terhadap ucapan maupun perbuatan, dan bahkan shalat merupakan penolong bagi seseorang dalam menghadapi pekerjaannya sebagaimana dahulu Rasulullaah shallallaahu alaihi wa sallam apabila beliau terbebani oleh suatu perkara, maka beliaupun segera bangkit untuk shalat; karena Allah telah menyatakan: "Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat" ?! Agama apa yang dimiliki seseorang yang meninggalkan shalat, sementara telah datang dalil-dalil dari Kitab Allah maupun sunnah Rasul-Nya shallallaahu alaihi wa sallam yang mengancam terhadap siapa saja yang menyepelekan shalat dan melalaikannya? Allah Ta'aala telah berfirman: "Lalu datanglah setelah mereka para pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui Ghayya** (keburukan). Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih.." [Maryam: 59-60] Ayat yang mulia ini sangat jelas menyebutkan bahwa barangsiapa yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti syahwatnya, maka ia bukanlah seorang mukmin, karena Allah mengatakan: "Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman..". Allah Jalla dzikruh juga berfirman: "Maka Wail* (kebinasaan) bagi orang-orang yang shalat. Yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya". (Al maa'un: 4-5) Nabi shallallaah 'alaihi wa sallam juga telah mengabarkan bahwa barangsiapa yang tidak menjaga shalat-shalat tersebut, maka ia tidak akan mendapat cahaya, bukti maupun keselamatan pada hari kiamat nanti, dan ia akan dibangkitkan bersama dengan para pimpinan kekufuran, yaitu bersama Fir'aun, Haamaan, Qaaruun dan Ubay bin Khalaf (10). Agama apa yang dimiliki seseorang yang meninggalkan shalat, sementara ia meyakini adanya ancaman bagi siapa saja yang menelantarkannya dan melalaikannya? Bagaimana mungkin seseorang yang ia sudah mengucap syahadat: "Asyhadu an laa ilaaha illallaah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullaah, sementara dia tidak menegakkan shalat? Sebagian orang beralasan dan berkata: Aku seorang muslim, aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah". Maka kami katakan kepadanya: Ini belum cukup bagimu di sisi Allah, sampai engkau berserah-diri kepada Allah dan tunduk kepada syariat-Nya, karena keimanan adalah apa yang menancap dalam qalbu dan dibenarkan oleh amalan. Maka meninggalkan shalat adalah sebuah kemurtadan dari Islam dan kekufuran terhadap Allah. Dan kemurtadan dari Islam memiliki hukum-hukum di dunia serta hukum-hukum di akhirat. Adapun hukum-hukum di dunia, maka seorang yang murtad: 1- Batal nikahnya dari istrinya, dan istrinyapun halal bagi orang lain, sehingga bercengkramanya ia dengannya adalah bercengkrama dengan wanita ajnabi (yang bukan mahramnya, pent). 2- Tidak halal sembelihannya, dan juga hasil buruannya. 3- Tidak bisa menjadi wali dari salah seorang anaknya, dan andai dia menikahkan seorang lelaki dengan salah seorang putrinya sementara lelaki tadi tidak shalat, maka pernikahannya tidak sah. 4- Orang murtad tidak dibiarkan atas kemurtadannya, bahkan wajib untuk dibunuh jika ia tetap melakukannya. 5- Tidak dimandikan, karena air tidak dapat mensucikan dirinya sementara dia kafir. 6- Tidak dishalatkan. 7- Tidak dimintakan ampunan, tidak pula didoakan agar dirahmati. 8- Tidak dimakamkan bersama kaum muslimin. 9- Tidak diwariskan hartanya, akan tetapi hartanya masuk ke Baitul Maal. Sementara terkait hukum-hukum akhirat: Maka sesungguhnya barangsiapa yang mati di atas kemurtadan, barangsiapa mati dalam keadaan tidak pernah shalat, maka ia diharamkan masuk ke dalam surga, dan ia akan dimasukkan ke neraka, kekal di dalamnya. Tidak diperbolehkan seorangpun dari kalian, apabila ada orang yang mati dalam keadaan tidak pernah shalat, maka tidak boleh baginya untuk mengedapankannya di hadapan muslimin untuk dishalatkan. Yang wajib baginya, agar ia bawa pergi jauh, lalu digalikan tanah dan dikuburkan dalam lubang tersebut, karena kekafiran orang murtad adalah lebih berat daripada kekafiran yahudi maupun nasrani. Na'udzubillaah. Maka takutlah kalian kepada Allah, dan jagalah shalat-shalat kalian, apa yang tersisa dari agama kalian jika kalian menelantarkannya? "Sesungguhnya hal terakhir yang hilang dari agama kalian adalah shalat" (11) Berkata Imam Ahmad rahimahullah: "Segala sesuatu yang hilang bagian akhirnya, tidak tersisa sedikitpun darinya". (1) Dikeluarkan oleh Muslim dalam Kitabul Iman, Bab Bayaan Ithlaaq i Ismi al-Kufr (82) (2) Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dalam beberapa bab tentang Iman, Baab Maa Jaa'a fii Tarkis Shalaat (2621), an-Nasaa'i dalam Kitaabus Shalaat, Baab al-Hukmu fii Taarikis Shalaat (464), Ibnu Maajah dalam Kitaab Iqaamatis Shalawaat was Sunnah fiihaa, Baab Maa Jaa'a fiiman Tarakas Shalaat (1079). (3) Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi: Abwaabul Iman, Bab Maa Jaa'a fii Hurmatis Shalat (2616). (4) Dikeluarkan oleh ad-Daaruquthni (2/52) (5) Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dalam Kitaabul Iman, Baab Maa Jaa'a fii Tarkis Shalaat (2622) (6) Al-Muhalla (2/242) (7) Ash-Shalaat wa Hukmu Taarikihaa (hal. 60) (8) Dikeluarkan oleh al-Bukhaari dalam Kitaab Ahaaditsul Anbiyaa', Baab Qaulihi Ta'aalaa: "Yaa Ahlal Kitaab Laa Taghluu fii Diinikum" (3435), Muslim dalam Kitabul Iman, Baab ad-Daliil 'alaa anna Man Maata 'alat Tauhiid Dakhalal Jannah (28) (9) Ash-Shalaat wa Hukmu Taarikihaa (hal. 71) (10) Dikeluarkan oleh Ahmad (2/169, no. 6576). Berkata al-Haitsami (1/292): "Perawi-perawinya terpercaya". Dan Al Baihaqi di dalam "Syu'abul Iman" (3/46, no.2823). Juga dikeluarkan oleh Abd bin Humaid (hal. 139, no 353) dan ad Daarimi (2/390, no. 2721). Catatan ed.: Terdapat perbedaan pendapat diantara ulama seputar hadits ini, terkait dengan perawi bernama 'Isa bin Hilal as-Shadafi al-Mishri. Syaikh al-Albaani berkata tentangnya: "Dia menurutku ada ketidak-jelasan keadaan (jahaalah)". Beliau juga berkata dalam al-Misykah: "Ia seorang tabi'in, namun tidak ada yang meriwayatkan (hadits) darinya kecuali dua orang saja, dan tidak ada yang merekomendasinya selain Ibnu Hibban". Namun para ulama yang lain menyatakan bahwa muridnya lebih dari dua (lihat Tahdzibut Tahdziib), dan yang merekomendasinya selain Ibnu Hibban adalah al-Fasawi, dan al-Haafizh Ibnu Hajar mengatakan tentangnya: "Shaduuq". Karenanya sejumlah ulama menerima hadits ini, seperti Ibnul Mundzir, Syaikh Bin Baaz, Syaikh Shaalih al-Fauzaan, dan selain mereka. At-Thabraani berkata dalam Mu'jam Kabiir: "Para perawi Ahmad tsiqah semua, namun sanadnya hasan insyaa Allaah, karena keadaan 'Isa bin Hilaal". Wallaaahu a'lam bis shawaab. (11) Dikeluarkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (4/469)
Download MP3

7. pasal ke 7 syarat2 shalat masuknya waktu

📅 21/12/15 📝 PASAL KE-7 SYARAT~SYARAT SHALAT Syarat-syarat shalat : yaitu segala sesuatu yang menentukan sah-tidaknya shalat. Karena, makna "syarat" secara bahasa adalah : 'alaamah, yakni tanda. Hal ini sebagaimana yang Allah firmankan: {{ فَهَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا السَّاعَةَ أَنْ تَأْتِيَهُمْ بَغْتَةً فَقَدْ جَاءَ أَشْرَاطُهَا }} "Maka apa lagi yang mereka tunggu selain Kiamat yang akan mendatangi mereka secara tiba-tiba, dan sungguh (Kiamat itu) telah datang syarat-syaratnya". [ Muhammad:18 ] Yaitu tanda-tandanya. Adapun menurut istilah ulama ahli ushuul (fiqh, ed.), makna "syarat" adalah: sesuatu yang apabila ia tidak ada maka bisa dipastikan ketidak-absahannya, namun dengan keberadaannya, belum bisa juga dipastikan keabsahannya. Syarat pertama : masuknya waktu sholat, dan ini merupakan syarat yang paling penting. Oleh karenanya, banyak dari kewajiban-kewajiban dalam shalat yang digugurkan dalam rangka menjaga waktu. Ungkapan "masuknya waktu" adalah lebih tepat daripada "pada waktunya"; dikarenakan shalat yang dikerjakan setelah waktunya hukumnya sah jika dia mempunyai udzur, seperti ketiduran atau lupa. Maka dari itu wajib untuk kau ketahui perbedaan antara perkataan para 'ulama : "disyaratkan masuknya waktu", dengan perkataan mereka berkaitan shalat jumat "disyaratkan pada waktunya" karena shalat jumat tidak sah dikerjakan setelah (habis) waktunya secara mutlaq. Adapun selain shalat Jum'at, maka sah dikerjakan setelah waktunya jika ada udzur. Dalil yang menunjukkan bahwa masuknya waktu merupakan bagian dari syarat shalat, adalah firman Allah ta'aalaa: {{ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا }} "Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman". (An-nisaa': 103) Maka shalat sebelum waktunya adalah tidak sah, walaupun karena seseorang tidak tahu ataupun lupa. Dan shalat juga tidak sah (dikerjakan) setelah waktunya, kecuali jika ia mempunyai udzur. Marilah kita periksa waktu-waktunya: Waktu Fajar (Subuh): Yaitu dimulai terbitnya fajar -jika nampak- sampai terbitnya matahari. Ufuq dalam keadaan gelap setiap malamnya, lalu apabila matahari mulai mendekati ufuk dari sisi timur maka muncullah cahaya matahari. Kemudian jika cahaya tersebut semakin jelas dengan menyebar di sepanjang garis ufuk dari utara ke selatan, berarti telah masuk waktu shalat fajar (Subuh). Adapun rentang waktu antara terbitnya fajar dengan terbitnya matahari bervariasi antara 1 1/4 - 1 1/2 jam bergantung perbedaan musim. Waktu Zhuhur: Yaitu dimulai tergelincirnya matahari sampai bayangan setiap sesuatu adalah sama ditambah dengan bayangan saat tergelincirnya matahari (fai' zawaal). Jika matahari terbit dan engkau tancapkan sesuatu yang tegak (vertikal) seperti tongkat atau selainnya maka akan ada bayangan. Bayangan ini akan terus berkurang seiring naiknya matahari, sampai berhenti. Jika bayangan tadi berakhir (mencapai titik klimaks, ed.) lalu mulai bertambah lagi (di arah lain, ed.), maka saat itulah matahari telah tergelincir (zawaal,ed.). Buatlah sebuah tanda di (titik tadi) saat bayangan (barunya) mulai bertambah. Jika bayangan itu telah bertambah, mulai dari tanda tersebut hingga ujung bayangan adalah seukuran dengan panjang benda yang ditancapkan tadi, berarti telah keluar dari waktu Zhuhur dan telah masuk waktu 'Ashr.
Download MP3

8. pertemuan 10 waktu shalat ashar, maghrib, dan isya

📅 22/12/15 📝 Waktu 'Ashr: Yaitu dimulai dari keluarnya waktu Zhuhur sampai matahari menguning yaitu menjadi berwarna kuning (waktu ikhtiyaar, ed.). Dan hal ini berbeda di saat musim panas dengan musim dingin. Terkadang ia sudah menguning satu jam sebelum terbenamnya matahari atau kurang daripada itu tergantung waktu-waktunya. Adapun waktu Dharuurah (terdesak), yaitu sampai tenggelamnya matahari. Oleh karenanya, engkau tidak boleh mengakhirkan (shalat) sampai matahari menguning (kecuali dalam kondisi darurat saja, ed.). Waktu Maghrib: Yaitu mulai dari terbenamnya matahari sampai hilangnya asy-Syafaq, yaitu senja merah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: وقت صلاة المغرب ما لم يغب الشفق "Waktu shalat maghrib adalah sebelum hilangnya asy-syafaq" (1) Dan yang dimaksud asy-Syafaq disini adalah asy-Syafaq al-Ahmar, senja merah dan bukan senja yang putih sinarnya. Namun hal ini tidak bisa diketahui kecuali jika seseorang keluar dari pemukiman dan melihat ke ufuk barat; jika warna merah (di langit) telah menghilang, maka telah habis waktu Maghrib dan masuk waktu 'Isyaa'. Rentangnya berkisar 1 1/2 sampai 1 1/4 jam di daerah kami disini. Artinya, terkadang selisih waktu antara tenggelamnya matahari hingga hilangnya senja merah tadi terkadang 1 1/4 jam, dan kadang pula sampai 1 1/2 jam. Waktu 'Isyaa': Yaitu mulai hilangnya senja merah tadi sampai pertengahan malam. Adapun cara mengetahuinya yaitu dengan engkau melihat antara waktu tenggelamnya matahari dan waktu terbitnya fajar, kemudian ambillah pertengahannya. Inilah pertengahan malam. Jika kita nyatakan bahwa waktu malam dimulai dengan tenggelamnya matahari sampai adzan subuh adalah 10 jam (misalkan), maka pertengahannya adalah 5 jam. Berarti kalau matahari tenggelam pada pukul 18.00, maka pertengahan malamnya adalah pada pukul 23.00. Kalau begitu engkau harus shalat ('Isyaa') sebelum jam 23.00, karena tidak boleh mengakhirkan shalat 'Isyaa' sampai pertengahan malam, dimana pertengahan malam adalah akhir waktu 'Isyaa'. Dan keadaan ini berbeda dengan perbedaan musim panas dan musim dingin. Pada musim panas, malam itu pendek. Sedangkan di musim dingin, malam itu panjang. Tetapi yang terpenting yaitu engkau ambil pertengahan antara tenggelamnya matahari dengan terbitnya fajar. Permasalahan: Mana yang lebih utama, antara mendahulukan shalat ('Isyaa') atau mengakhirkannya?? Jawaban: Yang utama untuk semua shalat adalah di awal waktunya, kecuali 'Isyaa' maka lebih utama mengakhirkannya selama tidak memberatkan. Dengan dalil bahwa pada suatu malam, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengakhirkan 'isyaa' sampai akhir waktunya, lalu beliau keluar sambil berkata: لولا ان اشقّ على امّتي لأمرتهم ان يصلّوها هكذا "Kalaulah aku tidak memberatkan ummatku, pasti sudah kuperintahkan mereka agar shalat ('Isyaa') seperti ini". (2) Namun mengingat para lelaki dituntut dengan shalat berjama'ah, dan orang-orang terbiasa mengerjakan shalat 'Isyaa' di awal waktunya demi menghilangkan rasa berat, maka yang wajib adalah tetap shalat bersama jamaah di awal waktunya. Dibangun di atas hal ini, apabila ada serombongan dalam perjalanan atau safar, dan mereka bertanya: mana yg lebih baik; mengakhirkan shalat atau menyegerakannya? Kita katakan: yang afdhal ialah mengakhirkannya. (Begitu pula) seandainya ada salah seorang lelaki yang terlewat dari shalat 'Isyaa' (berjama'ah,ed.), kemudian dia bertanya: mana yang lebih baik; apakah sebaiknya aku kerjakan shalat sekarang ataukah aku akhirkan hingga akhir waktunya? Kita katakan kepadanya: yang afdhal bagimu untuk mengakhirkannya sampai akhir waktu ('Isyaa'). Begitu juga para wanita di rumah-rumah mereka: yang afdhal untuk mereka adalah mengakhirkan shalat 'Isyaa' sampai akhir waktunya, selama tidak memberatkan mereka; sebab, shalat berjama'ah bukan suatu kewajiban atas mereka (wanita). Kalau ada orang berkata : apakah yang afdhal aku ikut shalat berjama'ah di awal waktu 'Isyaa' ataukah aku mengakhirkannya hingga akhir waktu? Kita katakan: Engkau shalat bersama jama'ah; dikarenakan shalat berjama'ah itu wajib, sedangkan mengakhirkan shalat 'Isyaa' hingga akhir waktunya adalah sunnah, dan tidak dipertentangkan antara yang wajib dengan yang sunnah, dikarenakan yang wajib itu lebih penting maka harus didahulukan yang wajib. (1) Dikeluarkan oleh Muslim dalam Kitaabul Masaajid, Baab Awqaat as-Shalawaat al-Khams (612). (2) Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Kitaab; Mawaaqiitu ash-Shalaat, Bab; an-Naum Qablal 'Isyaa liman Ghulib (571) dan Imam Muslim dalam Kitaabus Shalaat, Bab; Waqtus Shalaat wa Ta'khiiruhaa (638).
Download MP3

9. pertemuan 11 sifat shalat nabi

📅 28/12/15 📝
Download MP3

10. pertemuan 13 sifat shalat nabi

📅 05/01/16 📝
Download MP3

11. pertemuan 14 sifat shalat nabi

📅 11/01/16 📝
Download MP3

12. pertemuan 15 sifat shalat nabi

📅 18/01/16 📝
Download MP3

13. pertemuan 16 sifat shalat nabi

📅 19/01/16 📝
Download MP3

14. pertemuan 17 sifat shalat nabi

📅 25/01/16 📝
Download MP3

15. pertemuan 18 sifat shalat nabi

📅 26/01/16 📝
Download MP3

16. pertemuan 19 sifat shalat nabi

📅 01/02/16 📝
Download MP3

17. pertemuan 20 sifat shalat nabi

📅 08/02/16 📝
Download MP3

18. pertemuan 21 sifat shalat nabi

📅 09/02/16 📝
Download MP3

19. pertemuan 22 sifat shalat nabi

📅 16/02/16 📝
Download MP3

20. pertemuan 23 sifat shalat nabi

📅 22/02/16 📝
Download MP3

21. pertemuan 24 sifat shalat nabi

📅 23/02/16 📝
Download MP3

22. pertemuan 25 sifat shalat nabi

📅 29/02/16 📝
Download MP3

23. pertemuan 26 sifat shalat nabi

📅 07/03/16 📝
Download MP3

24. pertemuan 27 sifat shalat nabi

📅 08/03/16 📝
Download MP3

25. pertemuan 28 sifat shalat nabi

📅 14/03/16 📝
Download MP3

26. pertemuan 29 sifat shalat nabi

📅 21/03/16 📝
Download MP3

27. pertemuan 30 sifat shalat nabi

📅 22/03/16 📝
Download MP3

28. pertemuan 31 sifat shalat nabi

📅 29/03/16 📝
Download MP3

29. pertemuan 32 doa istiftah

📅 04/04/16 📝 Doa Istiftah: اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِى وَبَيْنَ خَطَايَاىَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ ، اللَّهُمَّ نَقِّنِى مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَاىَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ (HR. Bukhari) اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِى وَبَيْنَ خَطَايَاىَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ ، اللَّهُمَّ نَقِّنِى مِنْ خَطَايَاىَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ ، اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَاىَ بِالثَّلْجِ وَلْمَاءِ وَالْبَرَدِ (HR. Muslim)
Download MP3

30. pertemuan 33 doa istiftah (lanjutan)

📅 05/04/16 📝 Lanjutan pembahasan tentang: ✍️ Doa Istiftah: اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِى وَبَيْنَ خَطَايَاىَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ ، اللَّهُمَّ نَقِّنِى مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَاىَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ (HR. Bukhari) اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِى وَبَيْنَ خَطَايَاىَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ ، اللَّهُمَّ نَقِّنِى مِنْ خَطَايَاىَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ ، اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَاىَ بِالثَّلْجِ وَلْمَاءِ وَالْبَرَدِ (HR. Muslim)
Download MP3

31. pertemuan 34 doa istiftah ke 2

📅 11/04/16 📝 Lanjutan pembahasan tentang: ✍️ Doa Istiftah ke-2: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ (HR. Abu Dawud)
Download MP3

32. pertemuan 35 doa istiftah ke 2 (lanjutan)

📅 12/04/16 📝 Lanjutan pembahasan tentang: ✍️ Doa Istiftah ke-2: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ (HR. Abu Dawud)
Download MP3

33. pertemuan 36 doa istiftah ke 3 dan 4

📅 18/04/16 📝 Pembahasan tentang: ✍️ Doa Istiftah ke-3: وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا، وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي، وَنُسُكِي، وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ، اللهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي، وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي، وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا، إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ، لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ (HR. Muslim) ✍️ Doa Istiftah ke-4: اللهُمَّ رَبَّ جَبْرَائِيلَ، وَمِيكَائِيلَ، وَإِسْرَافِيلَ، فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (HR. Muslim)
Download MP3

34. pertemuan 37 doa istiftah ke 5 dan 6, bacaan ta'awudz

📅 19/04/16 📝 ✍️ Doa Istiftah ke-5: الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ (HR. Muslim) ✍️ Doa Istiftah ke-6: اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً (HR. Muslim) ✍️ Bacaan Ta'awudz (Isti’adzah) : أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi) ✍️ Bacaan Ta'awudz (Isti’adzah) : أَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
Download MP3

35. pertemuan 38 bacaan surat alfatihah

📅 25/04/16 📝 ✍️ Bacaan Surat Al-Fatihah بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ (١ الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِين (٢َ الرَّحْمـنِ الرَّحِيمِ (٣ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (٤ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (٥ اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ (٦ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ (٧
Download MP3

36. pertemuan 39 bacaan surat alfatihah dan hukum2nya

📅 26/04/16 📝 ✍️ Bacaan Surat Al-Fatihah dan hukum-hukumnya: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ (١ الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِين (٢َ الرَّحْمـنِ الرَّحِيمِ (٣ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (٤ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (٥ اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ (٦ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ (٧
Download MP3

37. pertemuan 40 bacaan amin di akhir surat alfatihah

📅 02/05/16 📝
Download MP3

38. pertemuan 41 bacaan surat-surat setelah alfatihah

📅 03/05/16 📝
Download MP3

39. pertemuan 42 bacaan surat-surat setelah alfatihah pd shalat fardhu

📅 09/05/16 📝 ✍️ Bacaan Surat-surat setelah Surat Al-Fatihah pada: 1. Sholat Subuh 2. Sholat Dhuhur, 'Ashar, Isya' 3. Sholat Maghrib Al afwu minkum, rekaman pada menit ke 42~47 sempat terputus dikarenakan mati listrik di area Masjid.
Download MP3

40. pertemuan 43 bacaan surat-surat setelah alfatihah pd shalat subuh

📅 10/05/16 📝
Download MP3

41. pertemuan 44 bacaan surat-surat setelah alfatihah pd shalat zuhur, ashar, dan maghrib

📅 16/05/16 📝
Download MP3

42. pertemuan 45 bacaan surat-surat setelah alfatihah pd shalat maghrib dan isya

📅 17/05/16 📝
Download MP3

43. pertemuan 46 shaf dalam shalat berjamaah dan ruku'

📅 18/07/16 📝
Download MP3

44. pertemuan 47 tata cara ruku'

📅 19/07/16 📝
Download MP3

45. pertemuan 48 bacaan pd saat ruku'

📅 25/07/16 📝
Download MP3

46. pertemuan 49 lanjutan bacaan pd saat ruku'

📅 26/07/16 📝
Download MP3

47. pertemuan 50 berdiri dari ruku' dan bacaan saat i'tidal

📅 01/08/16 📝
Download MP3

48. pertemuan 51 bacaan saat i'tidal dan posisi tangan saat i'tidal

📅 15/08/16 📝
Download MP3

49. pertemuan 52 posisi tangan saat i'tidal dan tata cara sujud

📅 16/08/16 📝
Download MP3

50. pertemuan 53 tata cara sujud

📅 22/08/16 📝
Download MP3

51. pertemuan 54 lanjutan tata cara sujud

📅 23/08/16 📝
Download MP3

52. pertemuan 55 lanjutan tata cara sujud

📅 29/08/16 📝
Download MP3

53. pertemuan 56 lanjutan tata cara sujud

📅 30/08/16 📝
Download MP3

54. pertemuan 57 lanjutan tata cara sujud

📅 05/09/16 📝
Download MP3

55. pertemuan 58 lanjutan tata cara sujud

📅 06/09/16 📝
Download MP3

56. pertemuan 59 lanjutan tata cara sujud dan bacaan saat sujud

📅 19/09/16 📝
Download MP3

57. pertemuan 60 bacaan2 saat sujud dan larangan baca alquran saat sujud

📅 20/09/16 📝 ✍ Bacaan-bacaan ketika Sujud. 1. Bacaan: سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى “Mahasuci Rabbku Yang Maha Tinggi.” 2. Bacaan: سُبُّوْحٌ، قُدُّوْسٌ، رَبُّ الْمَلآئِكَةِ وَالرُّوْحِ 3. Bacaan: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْلِي 4. Bacaan: سُبْحَانَ ذِيْ الْجَبَرُوْتِ، وَالْمَلَكُوْتِ، وَالْكِبْرِيَاءِ، وَالْعَظَمَةِ 5. Bacaan: اللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَلَكَ أَسْلَمْتُ، [وَأَنْتَ رَبِّي ]، سَجَدَ وَجْهِيْ لِلَّذِيْ خَلَقَهُ وَ صَوَّرَهُ، [فَأَحْسَنَ صُوَرَهُ]، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، تَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَ “Ya Allah, hanya kepada-Mu aku sujud, hanya kepada-Mu aku beriman, dan hanya kepada-Mu aku berserah diri. Engkau adalah Rabbku. Telah sujud wajah ku kepada Dzat yang telah menciptakannya dan membentuknya, lalu Dia baguskan rupanya dan Dia membelah pendengaran dan penglihatannya. Mahasuci Allah sebaik-baik Pencipta.” 6. Bacaan: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبي كُلَّهُ، دِقَّهُ وَجِلَّهُ، وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، وَعَلاَنِيَتَهُ وَسِرَّهُ “Ya Allah, ampunilah dosaku seluruhnya, yang kecil/sedikit dan yang besar/banyak, yang awalnya dan yang akhirnya, yang terang-terangan dan yang rahasia/tersembunyi.” 7. Bacaan: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ “Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan pujian untuk-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak untuk dibadahi kecuali Engkau.” 8. Bacaan: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا أَسْرَرْتُ، وَمَا أَعْلَنْتُ “Ya Allah, ampunilah aku, apa yang aku rahasiakan dan apa yang aku tampakkan (dari kejelekan/dosa).” 9. Bacaan: اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُوْرًا، وَفِي لِسَانِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ فِي سَمْعِي نُورًا، وَاجْعَلْ فِي بَصَرِيْ نُوْرًا، وَاجْعَلْ مِنْ تَحْتِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِي نُوْرًا، وَعَنْ يَمِيْنِي نُوْرًا، وَعَنْ يَسَارِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ أَمَامِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ خَلْفِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ فِي نَفْسِيْ نُوْرًا، وَأَعْظِمْ لِي نُوْرًا “Ya Allah, jadikanlah cahaya dalam hatiku, cahaya dalam lisanku. Jadikanlah cahaya dalam pendengaranku. Jadikanlah cahaya pada penglihatanku. Jadikanlah cahaya dari bawahku. Jadikanlah cahaya dari atasku, demikian pula cahaya dari kananku dan dari kiriku. Jadikan pula cahaya di depan dan di belakangku. Jadikan pula cahaya pada jiwaku, dan besarkanlah cahaya untukku.” ✍ Larangan membaca Al-Qur'an ketika Sujud.
Download MP3

58. pertemuan 61 tata cara duduk diantara 2 sujud dan macam2 duduk

📅 26/09/16 📝 ✍️ Tata cara duduk diantara 2 sujud. ✍️ Macam-macam duduk: 1. Iftirosy 2. Tawarruk 3. Tarabu' 4. Iq'a ✍️ Macam-macam duduk Iq'a.
Download MP3

59. pertemuan 62 tata cara duduk diantara 2 sujud dan posisi tangan

📅 27/09/16 📝
Download MP3

60. pertemuan 63 posisi tangan saat duduk diantara 2 sujud

📅 04/10/16 📝
Download MP3

61. pertemuan 64 posisi tangan saat duduk diantara 2 sujud serta bacaan

📅 10/10/16 📝 ✍️ Posisi tangan kanan ketika duduk di antara 2 sujud. ✍️ Mengangkat jari telunjuk atau tidak ketika duduk diantara 2 sujud. ✍️ Bacaan ketika duduk diantara 2 sujud. رَبِّي اغْفِرْ لِيْ، وَارْحَمْنِيْ، وَاهْدِنِيْ، وَاجْبُرْنِيْ، وَ عَافِنِيْ، وَارْزُقْنِيْ
Download MP3

62. pertemuan 65 bacaan saat duduk diantara 2 sujud

📅 11/10/16 📝 ✍️ Bacaan ketika duduk diantara 2 sujud. 1. HR. Abu Dawud: اللٌَهُمٌَ اغْفِرْ لِيْ، وَارْحَمْنِيْ، وَ عَافِنِيْ، وَاهْدِنِيْ، وَارْزُقْنِيْ 2. HR. Abu Dawud: رَبِّ اغْفِرْ لِيْ، رَبِّ اغْفِرْ لِيْ 3. HR. Ahmad: رَبِّ اغْفِرْ لِيْ، وَارْحَمْنِيْ، وَارْفَعْنِيْ، وَارْزُقْنِيْ، وَاهْدِنِيْ، وَاجْبُرْنِيْ
Download MP3

63. pertemuan 66 sujud yg ke2 dan tatacara bangkit

📅 17/10/16 📝 ✍️ Sujud yang kedua. ✍️ Tata cara bangkit dari sujud menuju raka'at ke-dua/ke-empat. 1. Dengan melakukan duduk istirahat. 2. Tidak melakukan duduk istirahat. 3. Tergantung dengan kebutuhan.
Download MP3

64. pertemuan 67 tatacara bangkit dari sujud

📅 24/10/16 📝 ✍️ Tata cara bangkit dari sujud menuju raka'at ke-dua/ke-empat. 1. Dengan melakukan duduk istirahat. 2. Menopang (bertumpu) dengan kedua tangan. 3. Tata cara menopang dengan tangan. ✍️ Pembahasan tentang doa iftitah dan Ta'awud pada raka'at kedua.
Download MP3

65. pertemuan 68 raka'at ke2 dan tatacara duduk tasyahud awal

📅 25/10/16 📝
Download MP3

66. pertemuan 69 lanjutan tatacara dan bacaan duduk tasyahud awal

📅 31/10/16 📝 ✍️ Lanjutan tata cara duduk Tasyahud Awal. ✍️ Bacaan duduk Tasyahud Awal. 1. Tasyahud Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ (HR. Bukhari) 2. Tasyahud Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu: التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ (HR. Muslim) 3. Tasyahud Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu: التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ، الزَّاكِيَاتُ لِلَّهِ،ِ الطَّيِّبَاتُ الصَّلَوَاتُ لِلَّهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ (HR. Malik)
Download MP3

67. pertemuan 70 bacaan duduk tasyahud awal dan penjelasannya

📅 01/11/16 📝 ✍️ Bacaan duduk Tasyahud Awal dan penjelasanya. 1. Tasyahud Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ (HR. Bukhari) 2. Tasyahud Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu: التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ (HR. Muslim) 3. Tasyahud Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu: التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ، الزَّاكِيَاتُ لِلَّهِ،ِ الطَّيِّبَاتُ الصَّلَوَاتُ لِلَّهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ (HR. Malik)
Download MP3

68. pertemuan 71 lanjutan penjelasan bacaan duduk tasyahud awal

📅 07/11/16 📝 ✍️ Lanjutan penjelasan bacaan duduk Tasyahud Awal. السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ✍️ Bacaan duduk Tasyahud Awal antara lain: 1. Tasyahud Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ (HR. Bukhari) 2. Tasyahud Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu: التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ (HR. Muslim) 3. Tasyahud Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu: التَّحِيَّاتُ الطَّيِّبَاتُ الصَّلَوَاتُ لِلَّهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ (HR. Muslim) 4. Tasyahud Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu: التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ، الزَّاكِيَاتُ لِلَّهِ،ِ الطَّيِّبَاتُ الصَّلَوَاتُ لِلَّهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ (HR. Malik)
Download MP3

69. pertemuan 72 bangkit dari duduk tasyahud awal dan rakaat 3 dan 4

📅 08/11/16 📝
Download MP3

70. pertemuan 73 tatacara duduk tasyahud akhir dan 3 sifat duduk tawarruk

📅 14/11/16 📝
Download MP3

71. pertemuan 74 bacaan duduk tasyahud akhir, bacaan shalawat dan maknanya

📅 15/11/16 📝 ✍️ Bacaan Tasyahud Akhir. 1. Bacaan Tasyahud Awal. 2. Bacaan Sholawat. ✍️ Bacaan Sholawat dan penjelasan maknanya. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ (HR. Bukhari) اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ (HR. Bukhari dan Muslim)
Download MP3

72. pertemuan 75 bacaan tasyahud akhir, shalawat dan doa perlindungan dari 4 perkara

📅 22/11/16 📝 ✍️ Bacaan Tasyahud Akhir. 1. Bacaan Tasyahud Awal. 2. Bacaan Sholawat. 3. Bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. ✍️ Lanjutan penjelasan makna bacaan Sholawat. ✍️ Bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab jahannam, adzab kubur, fitnah hidup dan mati, serta dari fitnah al-masih Dajjal.” (HR. Muslim)
Download MP3

73. pertemuan 76 bacaan tasyahud akhir, shalawat dan doa perlindungan dari 4 perkara

📅 28/11/16 📝 ✍️ Bacaan Tasyahud Akhir. 1. Bacaan Tasyahud Awal. 2. Bacaan Sholawat. 3. Bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. ✍️ Lanjutan penjelasan bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab jahannam, adzab kubur, fitnah hidup dan mati, serta dari fitnah al-masih Dajjal.” (HR. Muslim)
Download MP3

74. pertemuan 77 bacaan tasyahud akhir, shalawat dan doa perlindungan dari 4 perkara

📅 29/11/16 📝 ✍️ Bacaan Tasyahud Akhir. 1. Bacaan Tasyahud Awal. 2. Bacaan Sholawat. 3. Bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. ✍️ Lanjutan penjelasan bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab jahannam, adzab kubur, fitnah hidup dan mati, serta dari fitnah al-masih Dajjal.” (HR. Muslim)
Download MP3

75. pertemuan 78 bacaan tasyahud akhir, shalawat dan doa perlindungan dari 4 perkara

📅 05/12/16 📝 ✍️ Bacaan Tasyahud Akhir. 1. Bacaan Tasyahud Awal. 2. Bacaan Sholawat. 3. Bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. ✍️ Lanjutan penjelasan bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab jahannam, adzab kubur, fitnah hidup dan mati, serta dari fitnah al-masih Dajjal.” (HR. Muslim)
Download MP3

76. pertemuan 79 bacaan tasyahud akhir, shalawat dan doa perlindungan dari 4 perkara

📅 06/12/16 📝 ✍️ Bacaan Tasyahud Akhir. 1. Bacaan Tasyahud Awal. 2. Bacaan Sholawat. 3. Bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. ✍️ Lanjutan penjelasan bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab jahannam, adzab kubur, fitnah hidup dan mati, serta dari fitnah al-masih Dajjal.” (HR. Muslim)
Download MP3

77. pertemuan 80 bacaan tasyahud akhir, shalawat dan doa perlindungan dari 4 perkara

📅 12/12/16 📝 ✍️ Bacaan Tasyahud Akhir. 1. Bacaan Tasyahud Awal. 2. Bacaan Sholawat. 3. Bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. ✍️ Lanjutan penjelasan bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab jahannam, adzab kubur, fitnah hidup dan mati, serta dari fitnah al-masih Dajjal.” (HR. Muslim)
Download MP3

78. pertemuan 81 bacaan tasyahud akhir, shalawat dan doa perlindungan dari 4 perkara

📅 13/12/16 📝 ✍️ Bacaan Tasyahud Akhir. 1. Bacaan Tasyahud Awal. 2. Bacaan Sholawat. 3. Bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. ✍️ Lanjutan penjelasan bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab jahannam, adzab kubur, fitnah hidup dan mati, serta dari fitnah al-masih Dajjal.” (HR. Muslim)
Download MP3

79. pertemuan 82 bacaan doa perlindungan dari fitnah dajjal

📅 19/12/16 📝 Bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. ✍️ Penjelasan awal tentang Bab: وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ “ Berlindung kepada Allah dari fitnah al-masih Dajjal.”
Download MP3

80. pertemuan 83 lanjutan doa perlindungan dari fitnah dajjal

📅 20/12/16 📝 Bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. ✍️ Penjelasan lanjutan tentang Bab: وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ “ Berlindung kepada Allah dari fitnah al-masih Dajjal.” *) (pembahasan doa memohon perlindungan dr 4 perkara telah selesai)
Download MP3

81. pertemuan 84 keutamaan doa sblm salam

📅 26/12/16 📝 ✍️ Bacaan Tasyahud Akhir. 1. Bacaan Tasyahud Awal. 2. Bacaan Sholawat. 3. Bacaan Do'a memohon perlindungan dari 4 perkara. 4. Bacaan Do'a sebelum Salam. ✍️ Penjelasan keutamaan Do'a sebelum Salam. « جَوْفُ اللَّيْلِ الآخِرُ وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ » ”Doa yang dipanjatkan di tengah malam yang akhir dan di akhir shalat wajib.” (HR. At-Tirmidzi)
Download MP3

82. pertemuan 85 lanjutan keutamaan doa sblm salam

📅 27/12/16 📝 ✍️ Lanjutan penjelasan keutamaan Do'a sebelum Salam. 1. Hadits Mu’adz bin Jabal yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, AnNasaa’I, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany : اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ Yaa Allah tolonglah aku untuk senantiasa mengingatMu, mensyukuriMu, dan senantiasa memperbaiki persembahan ibadahku kepadaMu. 2. Membaca Doa: اللَّهُمَّ حَاسِبْنِيْ حِسَابًا يَسِيْرًا “Ya Allah, hisablah aku dengan hisab yang ringan.” (HR. Ahmad, Al-Hakim) 3. Hadits Abu Bakar as-Shiddiq ketika meminta doa pada Nabi untuk beliau baca dalam sholat, yang diriwayatkan AlBukhari dan Muslim : اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِيْ ظُلْمًا كَثِيْرًا وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ فَاغْفِرْ لِيْ مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِيْ إِنَّكَ أَنْتَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ Yaa Allah, sesungguhnya aku telah mendzholimi diriku sendiri dengan kedzhaliman yang banyak, dan tidak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau. Maka ampunilah aku dengan ampunan yang ada di sisiMu, dan berilah aku rahmat sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 4. Hadits ‘Ali bin Abi Tholib yang diriwayatkan oleh Muslim : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَسْرَفْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي أَنْتَ اْلمُقَدِّمُ وَأَنْتَ اْلمُؤَخِّرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ Yaa Allah, ampunilah segala dosaku pada masa lalu dan yang akan datang, yang aku lakukan dengan sembunyi-sembunyi atau yang aku lakukan dengan terang-terangan dan apa saja perbuatanku yang berlebihan. Engkau lebih tahu tentang hal itu daripadaku. Engkaulah yang terdahulu dan Engkaulah yang terkemudian, Tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau. 5. Hadits Sa’ad bin Abi Waqqosh yang diriwayatkan oleh AlBukhari : اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ اْلبُخْلِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ اْلجُبْنِ وَأَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ اْلعُمُرِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ Yaa Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari sifat bakhil, dan aku berlindung kepadaMu dari dikembalikan ke keadaan yang hina dari umurku, dan aku berlindung kepadaMu dari fitnah dunia, dan aku berlindung kepadaMu dari adzab kubur. 6. Hadits Jabir yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah disebutkan pula dalam Shahih Ibnu Majah : اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ اْلجَنَّةَ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ Yaa Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu al-Jannah (surga) dan aku berlindung kepadaMu dari an-Naar (neraka). ✍️ Pembahasan tentang Salam.
Download MP3

83. pertemuan 86 lanjutan tentang salam pd shalat serta masalahnya

📅 02/01/17 📝
Download MP3

84. pertemuan 87 berdzikir setelah shalat

📅 03/01/17 📝 ✍️ Berdzikir setelah sholat. 1. Mengucapkan istighfar 3 kali: أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ Artinya: “Saya mohon ampun kepada Allah.” 2. Mengucapkan: اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ Artinya: “Ya Allah Engkaulah As-Salam (Dzat yang selamat dari segala kekurangan) dan dari-Mu (diharapkan) keselamatan, Maha Suci Engkau Dzat Yang mempunyai keagungan dan kemuliaan.” (HR. Muslim no. 591) 3. Mengucapkan: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهْوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ ، وَلاَ مُعْطِىَ لِمَا مَنَعْتَ ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ Artinya: “Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan milik-Nya pula segala puji, Dia Maha kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah tidak ada yang mampu mencegah terhadap apa yang Engkau berikan, dan ada yang mampu memberi terhadap apa telah Engkau mencegahnya, serta tidak bermanfaat disisi-Mu kekayaan orang yang kaya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). 4. Mengucapkan: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ Artinya: “Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan milik-Nya pula segala puji, Dia Maha kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan kekuatan Allah, Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah dan kami tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Milik-Nya segala nikmat, keutamaan dan pujian yang baik. Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah dengan memurnikan agama hanya untuk-Nya, walaupun orang-orang kafir membencinya.” (HR. Muslim no. 594).
Download MP3

85. pertemuan 88 lanjutan berdzikir setelah shalat

📅 09/01/17 📝 ✍️ Berdzikir setelah sholat. 5. Mengucapkan Tasbih, Tahmid dan Takbir: سُبحان الله (Maha suci Allah) 33 kali, الحمد لله (Segala puji hanya milik Allah) 33 kali, الله أكبر (Allah Maha besar) 33 kali, dan digenapkan menjadi seratus dengan mengucapkan: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ Artinya: “Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan milik-Nya pula segala puji, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 6. Membaca Ayat Kursi: اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ Artinya: “Allah, tidak ada ilah (sesembahan yang haq (benar) diibadahi) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? (Allah) mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Al-Baqarah: 255). 7. Membaca surat Al-Ikhlash, Al-Falaq dan An-Naas (Dibaca 3 kali setelah Shalat Maghrib dan Shubuh). 8. Mengucapkan: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ Artinya: “Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan milik-Nya pula segala puji, (Dialah Dzat) Yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i) Dibaca 10 kali setelah Shalat Maghrib dan Shubuh.
Download MP3

86. pertemuan 89 bbrp bentuk dzikir setelah shalat

📅 10/01/17 📝 ✍️ Beberapa Bentuk Dzikir Tasbih, Tahmid, Takbir Setelah Sholat. 1. - Mengucapkan Tasbih, Tahmid dan Takbir sebanyak 33 kali : سُبْحَانَ اللَّهِ, وَالْحَمْدُ لِلَّهِ, وَاللَّهُ أَكْبَرُ - Kemudian mengucapkan : لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ 2. - Mengucapkan Tasbih sebanyak 33 kali : سُبْحَانَ اللَّهِ - Mengucapkan Tahmid sebanyak 33 kali : الْحَمْدُ لِلَّهِ - Mengucapkan Takbir sebanyak 34 kali : اللَّهُ أَكْبَرُ 3. - Mengucapkan Tasbih, Tahmid, Tahlil dan Takbir sebanyak 25 kali : سُبْحَانَ اللَّهِ, وَالْحَمْدُ لِلَّهِ, وَلاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ, وَاللَّهُ أَكْبَرُ 4. - Mengucapkan Tasbih sebanyak 10 kali : سُبْحَانَ اللَّهِ - Mengucapkan Tahmid sebanyak 10 kali : الْحَمْدُ لِلَّهِ - Mengucapkan Takbir sebanyak 10 kali : اللَّهُ أَكْبَرُ ✍️ Penjelasan tentang ucapan Takbir setelah salam. ✍️ Penjelasan posisi imam ketika berdzikir setelah salam. ✍️ Penjelasan tentang tata cara mengitung tasbih, tahmid dan takbir dalam berdzikir setelah sholat.
Download MP3

87. pertemuan 90 tentang dzikir setelah shalat

📅 17/01/17 📝 Dzikir-dzikir setelah sholat, hendaklah kita baca terutama tasbih, tahmid dan takbir dengan jari jemari tangan kita. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ عَلَيْكُنَّ بِالتًّسْبِيحِ، وَالتَّهْلِيلِ، وَالتَّقْدِيسِ، وَاعْقِدْنَ بِاْلانَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْؤُلاتٍ مُسْتَنْطَقَاتٍ، وَلا تَغْفُلْنَ فَتَنْسَيْنَ الرَّحْمَةَ‏ “Hendaknya kalian bertasbih, bertahlil, dan bertaqdis (mensucikan). Dan hitunglah dengan jari jemari, karena itu semua akan ditanya dan diajak bicara, janganlah kalian lalai yang membuat kalian lupa rahmat.” ☝️ Sebagaimana firman Allah: الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَىٰ أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. Ulama sepakat tentang disyariatkan berdzikir dengan jari jemari. Hanya saja mereka berbeda pendapat , terhadap hukum boleh tidaknya berdzikir dengan benda dan alat lain selain jari (ada yang menghukumi: Tidak boleh, makhruh ataupun mubah). Namun mereka SEPAKAT bahwa: yang paling baik adalah dengan jari jemari. •┈┈┈••✦✿✦••┈┈┈• Asy Syaikh Abdul Muhsin Al abbad pernah ditanya: Bolehkah bertasbih dengan alat penghitung elektronik atau tasbih digital? Beliau menjawab: Semestinya tasbih itu dengan jari jemari, karena hal ini yang shahih dalam sunnah Rasulullaah shallallaah alihi wa sallam. Adapun bertasbih dengan alat tasbih, apakah dengan biji manik-manik (yang dirangkai) ataukah dengan alat hitung digital yang dipencet, maka kami belum pernah mengetahui adanya dalil yang menunjukkan hal ini. Bahkan Sebagian ulama ahli ilmu menganggapnya termasuk sebagai bid'ah yang diada-adakan. Dan keadaan minimalnya dihukumi "khilaaful aulaa", yaitu menyelisihi yang afdhal, yg lebih utama. Maka hendaknya seseorang meninggalkan hal tersebut dan tidak menyibukkan dirinya dengan hal tadi. Hendaknya dia bertasbih dengan jari jemarinya dalam rangka meneladani Rasulullah ﷺ •┈┈┈••✦✿✦••┈┈┈• Sederhana di atas sunnah adalah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam perkara ibadah baru. Sebagaimana kata sahabat Ibnu Mas'ud, seorang sahabat yang paling mirip dengan Nabi shallallaah alaihi wa sallam. Ada kisah bagaimana beliau mengingkari halaqah2 dzikir di masjid Kufah, tatkala mereka berdzikir dengan cara2 yg belum pernah diajarkan oleh Rasul shallallaah alaihi wa sallam, belum pernah pula dilakukan oleh para sahabat. Beliau mengingkari cara berdzikir mereka yg aneh. ❌ Sebagian orang MENUDUH ahlul hadits/salafiyin tidak suka dzikirullah dan shalawat. Maka ini tidaklah demikian, namun dilihat: seperti apa cara dzikirnya, cara sholatnya dan seperti apa cara shalawatnya. Maka dzikir yang sesuai dengan syariat itu menghidupkan hati ☝️ Yang diingkari bukanlah dzat ibadahnya, tetapi yang diingkari adalah ketika suatu ritual ibadah (amaliyah ibadah) tidak mencocoki dengan syariat Rasulullah ﷺ. •┈┈┈••✦✿✦••┈┈┈• Mengenai dzikir maupun do'a; Fi Duburi kuli sholat maknanya adalah di akhir setiap sholat : Apakah makna dari "di akhir shalat"; 1.Semuanya selalu di akhir sholat sebelum salam. 2.Semuanya selalu di akhir sholat setelah salam. 3.Atau sebagiannya sebelum salam, dan sebagiannya setelah salam? ������ DZIKIR secara global dibaca setelah salam, tetapi yang bentuknya DOA maka dibaca sebelum salam. Secara Global ke-umuman, sebelum salam diakhir salam tempatnya DOA. Ba'da salam tempatnya DZIKIRULLAH.
Download MP3

88. pertemuan 91 rukun dan kewajiban dalam shalat

📅 24/01/17 📝 Rukun-rukun shalat dan kewajiban-kewajibannya (Pasal 9) Shalat memiliki: syarat-syarat, rukun-rukun, kewajiban-kewajiban dan sunnah-sunnah shalat. Syarat-syarat suatu ibadah adalah: perkara yang harus ada pada suatu ibadah, yang tidak sah ibadah tanpanya dan syarat tersebut bukan termasuk bagian atau sudah dilakukan sejak sebelum ibadah itu dilakukan. ( syarat shalat: Islam, berakal, tamyiz, menghilangkan hadats, menghilangkan najis, menutup aurat, masuknya waktu, menghadap kiblat dan niat dalam qalbu). Rukun dari sisi, dia harus ada pada suatu ibadah dan tidak sah ibadah tanpanya, rukun merupakan bagian dari ibadah/didalam ibadah itu sendiri. Kewajiban ibadah/shalat, yang wajib dikerjakan, namun apabila seseorang tidak mengerjakannya karena lupa, maka tetap sah ibadah shalatnya. Namun di-syariatkan untuk menambalnya dengan sujud sahwi. ●●●●●●○○○○○○○○○○○○○○ Al arkan atau rukun maknanya pondasi dipojok (termasuk pilar penyangga bagian utama). Terlepas atau terlewat rukun ini satu saja maka tidak sah ibadahnya ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ ☑️☝️ Rukun shalat: 1. Berdiri bagi yang mampu (merupakan rukun pada shalat fardhu). 2. Takbiratul Ikhram (takbir pengharaman). 3. Al Fatihah (Membaca Al-Fatihah adalah rukun pada tiap raka’at) لا صلاةَ لمن لم يقرأْ بفاتحةِ الكتابِ 4. Ruku' (sampai tenang) 5. Bangkit dari ruku' (I’tidal/berdiri tegak setelah ruku’). 6. Sujud dengan tujuh anggota tubuh sampai tenang dalam sujud. 7. Duduk di antara dua sujud 8. Sujud yang ke dua dalam shalat 9. Tasyahud akhir 10. Shalawat kepada nabi ﷺ pada tasyahud akhir (rukun, sunnah, wajib)
Download MP3

89. pertemuan 92 rukun rukun shalat

📅 31/01/17 📝 Rukun dari sisi, dia harus ada pada suatu ibadah dan tidak sah ibadah tanpanya, rukun merupakan bagian dari ibadah/di dalam ibadah itu sendiri. ☑️☝️ Rukun-rukun shalat: 1. Berdiri bagi yang mampu 2. Takbiratul Ikhram 3. Al Fatihah 4. Ruku' 5. Bangkit dari ruku' 6. Sujud 7. Duduk di antara dua sujud 8. Sujud yang ke dua dalam shalat 9. Tasyahud akhir (10.) Shalawat kepada nabi ﷺ pada tasyahud akhir 11. Tartib 12. Thuma'ninah 13. Salam
Download MP3

90. pertemuan 93 kewajiban2 dalam shalat

📅 07/02/17 📝 Kewajiban ibadah/shalat, yang wajib dikerjakan, namun apabila seseorang tidak mengerjakannya karena terlupa, maka tetap sah ibadah shalatnya. Namun di-syariatkan untuk menambalnya dengan sujud sahwi. Kewajiban-kewajiban shalat: 1. Semua takbir perpindahan, selain Takbiiratul Ihraam (hukumnya rukun). Dikecualikan juga: a. Takbir tambahan dalam shalat Ied dan istisqa' (hukumnya sunnah). b. Takbir pada shalat jenazah (hukumnya rukun). c. Takbir ruku' bagi makmum yang masbuq, dimana ia mendapatkan imam dan makmumnya sedang ruku' (hukumnya sunnah, sedangkan untuk Takbiiratul Ihraam hukumnya rukun). 2. Bacaan tasbih pada ruku' dan sujud. a. Mengucapkan "Subhaana rabbiyal ‘azhiim" (atau semisalnya), minimal satu kali saat ruku’. b. Mengucapkan "Subhaana rabbiyal a’laa" (atau semisalnya), minimal satu kali saat sujud. 3. Bacaan tasmii' dan tahmiid. a. Mengucapkan "Sami’allaahu liman hamidah" bagi imam dan munfarid. b. Mengucapkan "Rabbanaa walakal hamd" bagi imam, makmum dan munfarid. 4. Duduk tasyahud awal dengan bacaannya. 5. Mengucapkan "Rabbighfirlii" (atau semisalnya) minimal satu kali pada saat duduk di antara dua sujud.
Download MP3

91. pertemuan 94 kaidah cocoki sunnah lebih utama dari perbanyak amal

📅 14/02/17 📝 Pasal sepuluh (Dua qa'idah yang besar) Qa'idah pertama: Mencocoki sunnah adalah lebih utama dari sebanyak-banyaknya amal. الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS. Al Mulk: 2) Al-Fudhail bin ‘Iyadh mengomentari firman Allah Ta’ala, لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا “Untuk menguji kalian siapakah diantara kalian yang paling baik dalan beramal.” (QS. Al-Mulk: 2) Beliau berkata, “Yaitu amalan yang paling ikhlas dan paling benar.” Ada yang bertanya, “Wahai Abu Ali apa yang dimaksud paling ikhlas dan paling benar?” Al-Fudhail menjawab, “Jika amalan itu ikhlas namun tidak benar maka tidak diterima. Jika benar namun tidak ikhlas maka juga tidak diterima. Amalan yang diterima adalah yang menggabungkan antara ikhlas dan benar. Ikhlas adalah beramal karena Allah dan benar adalah sesuai sunnah.” (Majmu’ Fatawa, 3:124)
Download MP3

92. pertemuan 95 ibadah yg dalilnya beragam bentuk, maka sunnahnya dg cara-cara itu semua

📅 21/02/17 📝 *Pasal sepuluh (Dua qa'idah yang besar)* _Qa'idah kedua: Bahwasannya ibadah-ibadah yang ada, apabila datang dalam dalil, dalam bentuk yang beraneka ragam, maka sunnahnya adalah terkadang dilakukan dengan cara-cara itu semua._ *Karena ada beberapa Faedah yaitu:* 1.Dengan melakukannya, maka dia telah melaksanakan berbagai jenis sunnah yang ada. Karena seperti itulah Nabi ﷺ melakukannya, sesekali menggunakan yang satu, lain waktu menggunakan selainnya. Seandainya seorang muslim hanya mencukupkan dengan satu jenis diantara jenis-jenis yang lainnya, tentu akan ditinggalkan yang selainnya dan tidak diamalkan sunnah. 2.Dalam rangka menjaga sunnah, karena jika melalaikan atau meninggalkan salah satu dari dua sifat yang ada, maka akan dilupakan dan tidak dijaga. 3.Dengan berbagai sunnah ini, menjadikan seseorang lebih perhatian didalam beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala, sehingga ibadahmu tidak engkau lakukan seperti kebiasaan atau rutinitas saja. Kebanyakan orang membaca dengan sunnah yang satu saja, biasanya dia mengerjakannya dengan rutinitas, tanpa menghadirkan dan meresapi maknanya. Namun jika membiasakan dirinya sesekali membaca yang ini dan itu, maka ia lebih perhatian dalam mengamalkan sunnah.
Download MP3

93. pertemuan 96 lanjutan ibadah dalilnya beragam, maka sunnahnya dilakukan dg cara-cara itu semua

📅 28/02/17 📝 Qa'idah kedua: Bahwasannya ibadah-ibadah yang ada, apabila datang dalam dalil, dalam bentuk yang beraneka ragam, maka sunnahnya adalah terkadang dilakukan dengan cara-cara itu semua._ *Hikmahnya yaitu:* 1._Agar tidak terjadi rasa bosan. Karena apabila ia tetap melakukan satu bentuk ibadah tertentu, maka akan dihampiri rasa bosan dalam hal itu._ 2._Dimana sebagian bentuk-bentuk ini lebih ringan, namun ada bentuk-bentuk yang lebih berat darinya. Sebagian sifat-sifat ibadah yang datang dalam berbagai bentuk, terkadang lebih ringan dibandingkan sebagian yang lain pada beberapa waktu, sehingga meringankan bagi hamba-hamba Allah._ _Contoh pemisalan: Bisa jadi seseorang sedang sibuk, dia ingin membaca dzikir yang disyariatkan dan ternyata panjang._ _Seandainya dia membaca:_ سُبْحَانَ اللَّهِ, وَالْحَمْدُ لِلَّهِ, وَاللَّهُ أَكْبَرُ (33x) _Berat baginya disaat itu, dan lebih mudah baginya untuk membaca:_ سُبْحَانَ اللَّهِ (10x) الْحَمْدُ لِلَّهِ (10x) اللَّهُ أَكْبَرُ (10x) _Dengan dijadikannya beragam, maka dalam ibadah ini ada sesuatu yang memudahkan bagi hamba-hamba Allah. Karena tidak diragukan bahwa sifat yang terakhir lebih ringan bagi seorang mukhalaf yang dibebani syariat daripada sifat yang pertama._ 3._Agar lebih hadir dalam qalbunya. Apabila seorang hamba mengambil satu ibadah tertentu secara terus-menerus, terkadang dia melakukannya dalam keadaan otomatis. Dia tidak merasakan ibadahnya karena sebatas rutinitas. Mungkin dia bertasbih, bertahmid dan bertakbir dalam keadaan tidak sadar apa yang diucapkan (sebatas rutinitas). Oleh karenanya jika dia tidak perhatian dalam ibadahnya, maka engkau dapati dia akan membaca bentuk bacaan dalam ibadah yang terbiasa dia lakukan. Namun apabila dia perhatian dengan sifat-sifat yang berbeda-beda maka lebih menghadirkan qalbunya._ *Pasal kesebelas: Khusyu' dalam shalat dan berbagai hal yang dapat memperbaiki kekurangannya* _Allah berfirman dalam surat Al Mu'minun:_ قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (١) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (٣) وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (٤) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (٥) إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (٦) فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (٧) وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (٨) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (٩) أُولَٰئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ (١٠) الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (١١) _(1) Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman; (2) (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya; (3) dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna; (4) dan orang-orang yang menunaikan zakat; (5) dan orang-orang yang menjaga kemaluannya; (6) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela; (7) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas; (8) Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya; (9) dan orang-orang yang memelihara shalatnya; (10) Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi; (11) (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya._ _Sifat-sifat yang agung ini, yang dengannya akan teraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Yang bernama kebahagiaan dan keberuntungan adalah sampai kepada yang dicari dan yang diinginkan serta selamat dari yang ditakuti dan dihindari. Dan diantara yang dicari yaitu yang akan diwariskan dengannya surga Firdaus. Termasuk sebab yang akan menghantarkan seseorang mendapat firdaus yang tertinggi, adalah sifat-sifat yang Allah sebutkan didalam ayat, diantaranya khusyu' dalam shalat._ _Sementara khusyu' dalam shalat seperti disebutkan oleh ulama, adalah tenangnya qalbu, hingga tampak pada anggota tubuhnya. Bahwasannya qalbunya tenang, tidak memikirkan dan tidak menoleh kepada sesuatu yang lain yang tidak ada kaitan dengan shalatnya._ _Dan muncul pengaruh khusyu'nya qalbu pada bagian tubuh yang lain, sehingga khusyu' pada ujung-ujung anggota badannya, tidak banyak bergerak, kecuali pada perkara yang ada pada kemashlahatan shalat._ _Shalat yang disebut dalam ayat (الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ), kata shalat didalam ayat ini mencakup semua shalat-shalat yang ada, baik shalat fardhu ataupun shalat nafilah (sunnah), tidak hanya dikhususkan pada shalat fardhu ataupun khusus shalat sunnah. Karena kata sholat pada firman Allah (فِي صَلَاتِهِمْ) bentuknya Mufrad (مفرد) tunggal, dan mudhof (مُضَافٌ) kepada (صَلَاتِهِمْ). Maka mudhof-mufrad menunjukkan umum mencakup semua shalat._ _Yakinilah, bahwasannya engkau bila berdiri menegakkan shalat, maka engkau sedang berdiri dihadapan Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Allah tahu khianatnya mata, dan apa yang disembunyikan oleh dada-dada kita. Allah mengetahui apa yang terbersit dalam jiwamu. Maka jagalah agar qalbumu tersibukkan dengan shalatmu, sebagaimana badanmu sedang disibukkan dengan shalatmu. Maka jadikan qalbumu menghadap, perhatian dan bermunajat kepada Allah, sebagaimana badan dihadapkan kepada kiblat, kepada arah yang Allah perintahkan kepadanya._ _Adapun seseorang sudah menghadapkan badannya ke kiblat, akan tetapi qalbunya hilang, maka ini kekurangan yang besar. Sampai sebagian ulama mengatakan, apabila was-was itu mengalahkan seseorang pada kebanyakan seluruh shalatnya maka membatalkan shalat._
Download MP3

94. pertemuan 97 khusyuk dalam shalat dan berbagai hal yg dapat perbaiki kekurangan

📅 07/03/17 📝 Pasal kesebelas: Khusyu' dalam shalat dan berbagai hal yang dapat memperbaiki kekurangannya* _Apabila engkau menghadap dalam shalat, maka yakinilah bahwasannya engkau sedang menghadap Allah Subhaanahu wa Ta'ala_ Yakni menghadirkan rasa ia sedang menghadap dan mempersembahkan ibadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala, maka dengan hal itu menjadi sebab utama diperbaikinya kekhusyu'an seseorang didalam shalatnya. فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ _"Beritahukan kepadaku tentang ihsan". Nabi ﷺ menjawab, "Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu"_ _Apabila anda berdiri shalat, maka yakinilah anda sedang bermunajat, bermuamalah, berinteraksi dan berbicara dengan Allah Azza wa Jalla._ ✍️ _Sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda,_ إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ _"Sesungguhnya salah seorang di antara kalian apabila berdiri dalam shalatnya, maka ia sedang bermunajat dengan Rabbnya" (HR. Bukhari dan Muslim)._ _Maknanya, ia sedang berbicara kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Ketahuilah, jika engkau membaca Al-Fatihah maka engkau sedang bermunajat kepada Allah dan berbicara denganNya._ ✍️ _Dalam hadits shahih Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Allah Ta'ala berfirman,_ قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِيْ وَبَيْنَ عَبْدِيْ نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِيْ مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي وَإِذَا قَالَ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ قَالَ اللهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي وقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ قَالَ هذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيِْم صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُْوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ قَالَ هذا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ _"Aku membagi as-shalaah (Al-Fatihah) antara Aku dengan hambaKu menjadi dua bagian, dan bagi hambaKu ia mendapatkan yang ia minta". Jika seorang hamba mengucapkan: ( الْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْن ) Allah berfirman: "HambaKu telah memujiKu". Jika seorang hamba mengucapkan: ( الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ ), Allah berfirman: "HambaKu telah memujiKu". Jika hambaKu mengucapkan: ( مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ), Allah berfirman: "HambaKu telah mengagungkan Aku", dan kemudian Ia berkata selanjutnya: "HambaKu telah menyerahkan (urusannya) kepadaKu". Jika seorang hamba mengatakan: ( إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ ), Allah menjawab: "Ini adalah antara diriKu dan hambaKu, hambaKu akan mendapatkan yang ia minta". Jika seorang hamba mengatakan: ( اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيِْم صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُْوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ ), Allah menjawab: "Ini adalah untuk hambaKu, dan baginya apa yang ia minta" (HR. Muslim, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dalam Shahihnya, At-Tirmidzi dalam Sunannya)_ _Shalat merupakan munajat antara seorang hamba dengan Rabbnya dalam shalatnya, yang tidak datang semisal dengan ibadah seperti ini dalam keseluruhan ibadah-ibadah selainnya. Kecuali untuk Ibadah puasa, puasa hanyalah milik Allah dan Allah-lah yang akan memberikan balasan pahalanya_ ✍️ Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِه _"Semua amal Bani Adam akan dilipat gandakan kebaikan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa, maka ia untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya." (HR. Muslim)_ _Meskipun sedemikian rupa kelebihan puasa, akan tetapi ada kelebihan-kelebihan didalam shalat yang tidak ada pada puasa. Didalam shalat, seorang hamba bermunajat kepada Allah dan Allah akan memperhatikan serta menjawabnya. Ia membaca doa dan dzikir dalam shalat. Sesungguhnya makna ini, sangatlah Agung jika kita merasakannya. Akan tetapi kebanyakan kita lalai, seakan-akan kita membaca Al-Fatihah namun hanya berupa bacaan yang lewat saja. Tidaklah diantara kita menghadirkan maknanya, bahwasannya ketika membaca Al-Fatihah, dia sedang bermunajat kepada Allah dan Allah mengajaknya berbicara menjawab dzikir serta doanya. Allah mengatakan "HambaKu memujiKu" (حَمِدَنِي عَبْدِي), "HambaKu menyanjungKu" (أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي), "HambaKu memuliakanKu" (مَجَّدَنِي عَبْدِي), "Ini adalah antara diriKu dan hambaKu, hambaKu akan mendapatkan yang ia minta" (هذا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ). Kita tidak merasakan hal ini, kecuali yang dikehendaki oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala._ _Ini menunjukkan pentingnya shalat. Seseorang akan berdiri shalat dan bermunajat kepada Allah, demikian pula ketika seseorang dalam posisi sujud, dimana dirinya lebih dekat dengan Allah (lebih didengar dan diperhatikan), karena: balasan diberikan sesuai dengan amalannya. Dia bermunajat dalam keadaan berdiri, ruku' dan ketika sujud, disamping dia bermunajat kepada Allah diapun sedang memposisikan diri untuk mendekatkan dirinya kepada Allah dengan sujudnya. Nabi ﷺ bersabda:_ ✍ _Dari Abu Hurairah, beliau berkata:_ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ _Sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda: "Sedekat-dekatnya seorang hamba dengan Rabb-nya adalah dalam keadaan dia sujud, maka perbanyaklah doa"._ _Posisi sujud menjadikannya akan semakin dekat untuk diijabahi doanya, posisi sujud menjadikan seseorang lebih dekat kepada Allah melebihi posisinya saat berdiri dalam shalatnya, karena sujud adalah bentuk menghinakan diri kepada Allah. Dimana seseorang meletakkan anggota tubuh yang paling mulia darinya (dahi) dan diletakkan ditanah, ditempat dimana dipijak-pijak oleh kaki. Engkau meletakkan dahimu dibumi karena merendahkan diri untuk Allah, engkau letakkan bagian tubuh yang paling tinggi dan paling atas ke tempat paling rendah dari badanmu yaitu kedua telapak kaki dalam satu garis, semuanya diatas bumi yang dipijak. Oleh karena itu yang engkau katakan: "Maha Suci Allah yang Maha Tinggi" (سبحان ربي الأعلى), seakan-akan engkau sedang merasakan ketika engkau sedang turun, meletakkan wajahmu ke bumi seakan-akan engkau membaca "Maha Suci Allah dari Kerendahan" (سبحان من تنره عن السفول)._ _Maka jelaslah keterkaitannya, saat dia membaca "Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi" (سبحان ربي الأعلى), dan bila seseorang merendahkan diri dihadapan Allah, maka Allahpun justru meninggikannya._ _Maka, tidak ada seorangpun yang meninggikan diri, mengangkat dirinya dan takabur, kecuali Allah akan merendahkannya, demikian pula sebaliknya tidak ada seorang hamba-pun yang tawadhu' merendahkan diri dihadapan Allah, kecuali Allah akan meninggikannya. Sebagaimana halnya dengan ruku', ketika posisi mengagungkan yang kita ruku'i maka kita ucapkan: "Maha Suci Allah yang Maha Agung" (سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ)_
Download MP3

95. pertemuan 98 lanjutan khusyuk dalam shalat dan hal yg dapat perbaiki kekurangan

📅 14/03/17 📝 _Berkata Asy Syaikh Muhammad bin shalih Al-Utsaimin rahimahullaah Ta'ala, "Hadirkanlah rasa, wahai saudaraku, ketika engkau sedang shalat rasakanlah bahwasannya engkau ketika membaca Al-Fatihah maka anda sedang bermunajat kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Dan bahwasannya anda ketika sujud, berarti anda sedang mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala."_ ✍️ _Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu,_ أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ _Rasulullah ﷺ bersabda: "Keadaan hamba yang paling dekat dengan Allah Azza wa Jalla adalah saat ia sujud, maka perbanyaklah berdoa saat sujud" (HR. Nasai No.1125)_ _"Makna-makna yang agung ini, seandainya kita bisa merasakan yang sedemikian itu didalam shalat-shalat kita (tentu kita memohon kepada Allah agar menolong kita untuk dapat melakukan hal tersebut), tentulah kita akan pergi selesai dari shalat dengan qalbu yang tidak sama dengan qalbu yang kita miliki ketika masuk dalam shalat. Dan tentu setiap insan akan bertambah cahaya dalam qalbunya, kesenangan, kebahagiaan dan kelapangan."_ _"Oleh karena itu, shalat merupakan penyejuk mata Rasulullah ﷺ."_ ✍️ _Rasulullah ﷺ bersabda,_ حُبِّبَ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا النِّسَاءُ وَالطِّيْبُ، وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِيْ فِي الصَّلاَةِ _"Dijadikan kecintaanku dari dunia ini, para wanita dan minyak wangi. Dan dijadikan penyejuk pandanganku pada shalat". (HR. Ahmad: 3/128)_ _"Maka shalat merupakan penyejuknya kaum mu'minin. Namun banyak dari kita kehilangan makna-makna ini. Karena terkadang kita tidak merasakan makna yang agung ini. Perkara yang aku pandang terpenting dalam shalat, setelah seseorang menerapkan gerakan dan bacaannya sesuai ajaran Rasul, adalah hadirnya qalbu. Karena banyak dari manusia sekarang, tidaklah ia tertimpa bisikan-bisikan dan was-was kecuali ketika masuk shalat."_
Download MP3

96. pertemuan 99 pentingnya khusyuk dalam shalat

📅 21/03/17 📝 Dipertemuan terakhir sampailah kita pada ucapan beliau: _"Bahwasannya hal utama yang aku pandang paling utama didalam shalat, setelah seseorang menerapkan perbuatan-perbuatannya sesuai dengan ajaran Rasulullah ﷺ adalah hadirnya Qalbu."_ Rukun-rukun shalat lebih penting dari hadirnya qalbu (dari sisi hukum) dan bukan berarti, bermakna menyepelekan/meremehkan khusyu'. "Bukan...". Tetapi rukun-rukun dan syarat-syarat shalat itu lebih penting. Sebab tanpa rukun shalat satu saja, maka batal dan tidak sah shalatnya (contoh: tanpa membaca Al-Fatihah, tanpa rukuk, tanpa sujud) atau kehilangan satu saja dari syarat-syarat shalat, apalagi semuanya tidak dilakukan (contoh: thaharah, suci dari hadats kecil/besar, tidak menghadap kiblat). Maka syarat-syarat dan rukun-rukun shalat adalah yang terpenting pertama kali. Mengapa khusyu' baru dipersyaratkan setelahnya?. Para ulama membahas tentang hukum khusyu' dan jumhur menganggapnya sunnah. Dan bukan berarti: "Kan cuma sunnah saja, berarti kalau tidak khusyu', tidak apa-apa". "Jangan... ". Sebab, bisa jadi seseorang sah shalatnya, tetapi dia tidak mendapat pahala apapun dari shalatnya. Shalat badannya, tetapi hatinya seakan tidak shalat. ✍️ _Rasulullah ﷺ bersabda,_ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلاَّ عُشْرُ صَلاَتِهِ تُسْعُهَا ثُمُنُهَا سُبُعُهَا سُدُسُهَا خُمُسُهَا رُبُعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا _"Sesungguhnya seseorang ketika selesai dari shalatnya hanya tercatat baginya sepersepuluh, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga, separuh dari shalatnya." (HR. Abu Dawud no. 796 dan Ahmad (4/321), dari ‘Ammar bin Yasir. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)_ Namun, jangan pernah disamakan antara orang yang shalat dengan yang tidak shalat. ✍️ _Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,_ مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ (٤٢) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ (٤٣) _"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?". Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat" (QS. Al-Muddathir: 42-43)_ Dan, mereka tidak bisa bersujud dihadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala pada saat dipadang mahsyar nantinya, meskipun mereka ingin. Sebagai balasan ketika didunia mereka mampu untuk bersujud tetapi mereka tidak mau untuk bersujud. ✍️ _Sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,_ يَوْمَ يُكْشَفُ عَن سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ (٤٢) خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ (٤٣) _"Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (didunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera." (QS. Al-Qalam: 42-43)_ Orang yang sudah shalatpun harus berhati-hati dari terperdaya. Bisa jadi seseorang shalat, sah shalatnya namun tidak mendapat pahala, karena tidak khusyu' dan bisa jadi seorang shalat namun tidak sah karena tidak melakukan rukunnya (contoh: tidak tuma'ninah, tidak membaca takbiratul ikhram). _Tidaklah banyak orang yang termasuki bisikan ataupun was-was, kecuali pada saat menjalankan ibadah shalatnya._ Sebelum masuk dalam shalat (memulai shalat), seseorang tidaklah kepikiran. Tetapi pada saat sudah mulai masuk menjalankan shalat, pikirannya kemana-mana. _Bersamaan dengan itu, engkau bisa jumpai pada dirinya timbul rasa was-was dan bisikan pada perkara-perkara yang tidak ada faedahnya sama sekali dan begitu selesai dari shalat (dia salam) maka terbang semua/hilang pada semua fikiran itu. Maka tatkala mengingat shalat ini merupakan seagung-agung amalan, yang dikerjakan oleh badan, maka dikuasakan adanya syaitan yang akan menggoda dan mengganggu anak adam pada shalatnya. Sampai syaitan tadi akan mendatangi dia ketika shalat, sehingga menghalangi antara dirinya dengan shalatnya, sehingga dia (meskipun badannya) digerakkan dan diterapkan sesuai dengan aturan shalat yang dituntunkan, namun tidak terbayangkan dirinya pada kondisi shalat (tidak dalam bacaan yang sedang ia ucapkan, tidak sedang bermunajat kepada Allah)_ _Syaitan mengatakan padanya, ingatlah ini..., ingatlah ini..., ingatlah ini, sehingga itupun menyibukkan dirinya dari shalatnya. Ketika seseorang sudah selesai dari shalatnya dan selesai mengucapkan salam, maka terbang semua was-wasnya. Karena syaitan amat antusias dan ambisi untuk menghalangi seseorang dari shalatnya, sehingga shalat orang tersebut ibarat layaknya kulit, yang sudah selesai lalu dibuang (tidak ada bekas dan pengaruhnya) dan tidak ada faedahnya_ _Mengapa syaitan khusus menggoda bani adam dalam shalatnya?. Selain khusus, shalat merupakan amalan yang paling besar/agung. Karena dahulu iblis (syaitan dari kalangan jin) kufur, karena ingkar kepada syariat dan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala, dengan meninggalkan salah satu jenis gerakan shalat yaitu sujud._ Syariat para Nabi terdahulu boleh, sujud dengan makhluk. وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا _Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf (QS. Yusuf: 100)_ Namun di-syariat Nabi Muhammad ﷺ tidak diperbolehkan. Karena, setiap celah dan jalan yang dapat mengarah kepada penyimpangan keyakinan, pengkultusan ataupun pengagungan disertai kehinaan dan kerendahan yang tidak semestinya, maka haruslah dicegah dan dihalangi. ✍ _Rasulullah ﷺ bersabda,_ لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا _"Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya." (HR. Tirmidzi)_ Maka, ketika shalat jenazah tidak ada gerakan ruku' dan sujud. Begitupula dikenali dari para shahabat Rasulillah ﷺ, bahkan sampai difahami dan diketahui dari ciri ini oleh orang-orang romawi, كالحكاية المعروفة عن القاضي أبي بكر بن الطيب لما أرسله المسلمون إلى ملك النصارى بالقسطنطينية، فإنهم عظموه وعرف النصارى قدرَه، فخافوا أن لا يسجد للملك إذا دخل، فأدخلوه من باب صغير ليدخل منحنيًا، ففطن لمكرهم فدخل مستدبرًا متلقيًا لهم بعجزه، ففعل نقيضَ ما قصدوه. _Ada sebuah kisah yang terkenal dari Al Qodhi' (hakim) Abi Bakr bin Thoyyib tatkala kaum muslimin mengutusnya untuk menemui raja nasrani dinegeri kostantiniyah, mereka kaum nasrani mengagungkannya dan mengakui kemuliaannya. Mereka khawatir jika dia (Al Qodhi') masuk ke sang raja tidak mau sujud kepadanya. Maka mereka memasukkannya (Al Qodhi') melalui pintu yang sempit dan pendek supaya dia masuk dalam keadaan jongkok (saat menghadap sang raja). Maka Al Qodhi' pun segera menyadari tipu daya mereka akan hal itu (masuk dalam keadaan merangkak). Maka Al Qodhi' memahami hal itu dan masuk dengan jongkok (merangkak) kebelakang dari pantatnya, dia masuk dengan cara yang tidak seperti mereka inginkan._ Misionaris memasukkan sebagian syubhat berupa kerancuan pemikiran, sebelum mereka memurtadkan dan mengajak sebagian kaum muslimin ke jalannya, dan membuat kaum muslimin menjadi ragu terhadap agamanya. "Mengapa orang islam kalau shalat menghadap kotak hitam (ka'bah) ditengah gurun arab?", "Mengapa dengan penuh harap orang sedunia harus kesana?", "Mengapa ketika mengelilingi ka'bah dan sampai ke batu hitam (Hajar Aswad), lalu mereka sentuh-sentuh, sebagian mencium-ciumnya?". "Mengapa sujud harus menghadap ke kotak hitam?". Mereka menuduh umat islam sebagai umat paganis yang menyembah dan mengkultuskan batu (Hajar Aswad), dan ketika sebagian lemah imannya, maka dapat menjadikannya tergoda dan ragu terhadap kebenaran ajaran islam. Hal ini dijawab oleh beliau, Syaikh Abdurrahman al-'Ajlan, "Bukankah mereka mengakui dan mengetahui tentang penciptaan Nabi Adam, dan bagaimana iblis membangkang dari perintah Allah saat disuruh bersujud kepada Nabi Adam. Maka yang benar apakah yang mau bersujud kepada Nabi Adam ataukah yang tidak mau bersujud kepada Nabi Adam ketika itu?. Maka yang benar adalah yang mau bersujud kepada Nabi Adam. Karena merupakan perintah Allah pada saat itu". وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ _"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir." (QS. Al-Baqarah: 34)_ Dan iblis berada pada pihak yang salah, karena tidak mau menuruti perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka, beliau Syaikh Abdurrahman al-'Ajlan menyebutkan, "Bahwasannya yang dibenarkan adalah yang mau bersujud kepada Nabi Adam, dikarenakan mengikuti perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka begitupula umat islam, ketika bersujud menghadap kiblat hanyalah sebagai arah kiblat saja dan bukanlah sebagai bentuk pengagungan ataupun persembahkan diri kepada Ka'bah." Sama halnya ketika shalat menghadap sutrah sebagai pembatas didalam shalatnya, yang bertujuan agar tidak dilewati orang (diantara tempat bersujud dengan dirinya). Dan dibuktikan atas hikmah Allah Subhanahu wa Ta'ala, pada awal terdahulu kaum muslimin bukanlah berkiblat ke Ka'bah (Masjidil Haram), tetapi di Baitul Maqdis. ✍ _Abu Ishaq berkata,_ سَمِعْتُ الْبَرَاءَ يَقُولُا صَلَّيْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا أَوْ سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا ثُمَّ صُرِفْنَا نَحْوَ الْكَعْبَةِ _Saya mendengar al-Bara' berkata, "Kami shalat bersama Rasulullah ﷺ menghadap Baitul Maqdis enam belas bulan atau tujuh belas bulan, kemudian kami dipalingkan menghadap Ka'bah." (HR. Muslim no. 819)_ ✍ _Allah ﷻ berfirman,_ قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ _Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. (QS. Al-Baqarah:144)_ _Diapun (iblis) menyombongkan diri dan enggan untuk bersujud kepada Nabi Adam. Menolak, membangkang, dan mengingkari perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan dia telah kafir. Syaitan telah membangkang dan mengingkari Allah, maka iapun ingin Bani Adam ingkar dan kufur seperti dia, dengan cara menghalangi bani adam dengan sujud mereka. Termasuk menggoda hingga meninggalkan shalat dan kalaupun tidak bisa, maka digoda sehingga kehilangan ke-khusyu'annya._ Suatu ketika, pernah disebutkan kepada Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud Radhiyallahu anhuma, bahwa orang-orang Yahudi mengatakan: "Sesungguhnya kami tidak pernah digoda (oleh syaitan) dalam shalat kami dan hati kami selalu hadir (khusyu'). Maka beliau menimpali: "Mereka benar, sebab apa yang akan dilakukan oleh syaitan terhadap hati yang telah hancur?". Maksudnya adalah bahwa hati orang-orang Yahudi adalah hati yang sudah hancur dan agama mereka adalah agama yang bathil, sehingga syaitan tidak datang menggoda mereka. Karena dia tidak menginginkan yang lebih banyak daripada keyakinan yang telah mereka yakini tersebut. Akan tetapi, syaitan akan mendatangi istana yang dibangun dan berpenghuni (makmur) untuk menghancurkan dan merobohkannya. Dia akan datang ke hati seorang mukmin yang mempercayai (ajaran Islam) untuk membuatnya menjadi ragu-ragu. Dan dia akan mendatangi hati yang datang kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, kemudian menghalang-halanginya dari (jalan)-Nya. ✍ _Allah ﷻ berfirman,_ أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (٢) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (٣) _Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka , maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-Ankabut: 2-3)_ ✍ _Dari Mush'ab bin Sa'id, "Ya Rasulullah, manusia manakah yang paling keras ujiannya?". Rasulullah ﷺ bersabda,_ الأنبياء ثم الأمثل فالأمثل فيبتلى الرجل على حسب دينه فإن كان دينه صلبا اشتد بلاؤه وإن كان في دينه رقة ابتلى على حسب دينه فما يبرح البلاء بالعبد حتى يتركه يمشى على الأرض ما عليه خطيئة _"(Orang yang paling keras ujiannya adalah) para Nabi, kemudian yang semisalnya dan yang semisalnya, diuji seseorang sesuai dengan kadar agamanya, kalau kuat agamanya maka semakin keras ujiannya, kalau lemah agamanya maka diuji sesuai dengan kadar agamanya. Maka senantiasa seorang hamba diuji oleh Allah sehingga dia dibiarkan berjalan di atas permukaan bumi tanpa memiliki dosa." (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah)_ _Disebutkan ada seorang lelaki datang kepada Imam Abu Hanifah dan dia berkata: Ya syaikh, saya lupa ini, lupa itu, karena lupa suatu perkara yang besar disisinya, dia menganggap kehilangan sesuatu yang besar kalau dia melakukan hal itu. Abu Hanifah menyarankan supaya ia pergi shalat, kemudian orang tersebut pergi shalat. Ketika ia mulai shalat, tiba-tiba ia mulai mengingat apa yang ia lupakan._ Secara keumuman seseorang yang tertimpa musibah, disarankan mengerjakan shalat dan bersabar. ✍ _Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,_ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ _Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqarah: 153)_ Akan tetapi bukan kemudian seseorang mencari solusi dan cara-cara didalam shalatnya. Dia tetap berusaha untuk khusyu' yaitu menghadirkan qalbunya dalam bacaan-bacaan shalatnya seakan sedang bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan bukan bermakna ia shalat, kemudian untuk memikirkan hal-hal yang diluar shalat. Tentunya bukan demikian. _Ini memiliki alasan, Bahwa: Nabi ﷺ pernah memberitahukan bahwasannya syaitan, apabila sedang ditegakkan shalat, ia akan mendatangi seseorang yang sedang mengerjakan shalat tersebut._ ✍ _Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,_ إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلِّي جَاءَ الشَّيْطَانُ فَلَبَسَ عَلَيْهِ حَتَّى لَا يَدْرِيَ كَمْ صَلَّى _"Sesungguhnya bila seseorang dari kalian berdiri mengerjakan shalat, setan akan datang menghampirinya (untuk menggodanya) sehingga tidak menyadari berapa raka'at shalat yang sudah dia laksanakan (HR. Bukhari)_ _Dan syaitan akan berkata kepadanya ingatlah ini, ingatlah itu, sampai seseorang tidak ingat seberapa banyak (rakaat) ia sudah shalat. Ini sesuatu yang sudah dialami (sesuatu yang dipersaksikan/fakta), sehingga mendorong orang ragu didalam shalatnya. Akan tetapi, apakah untuk penyakit ini (tidak khusyu') ada obatnya?. "Tentu ada"._ ✍ _Sebagaimana shahih dari Rasulullah ﷺ,_ مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَل لَهُ شِفَاءً _"Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan untuk penyakit itu obatnya." (HR. Al-Bukhari no. 5678)_ ✍ _Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu mengabarkan dari Nabi ﷺ,_ إِنَّ اللهَ لَمْ يَنْزِلْ دَاءً إِلاَّ وَأَنْزَل لَهُ دَوَاءً، جَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ وَعَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ _"Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan pula obatnya bersamanya. (Hanya saja) tidak mengetahui, orang yang tidak mengetahuinya dan mengetahui, orang yang mengetahuinya." (HR. Ahmad 1/377, 413 dan 453. Dan dishahihkan dalam Ash-Shahihah no. 451)_ _Setiap penyakit baik yang bersifat agama/ibadah, atau duniawi yang sifatnya badan, atau berkaitan dengan masyarakat itu pasti ada obatnya, hanya saja belum diketahui. Akan tetapi Allah Maha Bijak. Allah menjadikan segala sesuatu ada sebab-sebabnya (yang membuat berhasil) dan disisi lain ada penghalang-penghalangnya (yang membuatnya belum berhasil)._ ✍ _Doa ada sebab-sebab diijabahi, namun ada penghalang-penghalang yang menjadikan seseorang tidak diijabahi doanya_ _Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,_ إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى : يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً – وَقاَلَ تَعَالَى : يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ ياَ رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ . _Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para Rasul-Nya dengan Firman-Nya: "Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalihlah". Dan Dia berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizki-kan kepada kalian". Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berkata: "Yaa Rabb, Yaa Rabb", padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan. (HR Muslim)_ _Suatu penyakit atau masalah dijumpai sebab-sebab untuk solusinya, namun akan terhalangi jika ada penghalang-penghalangnya. Obat dari tidak khusyu' dari shalat, dikabarkan oleh Nabi ﷺ dan Nabi ﷺ mengajarkan kepada umatnya, "kalau engkau merasakan hal itu didalam shalatmu (bisikan yang membuat keraguan dan was-was) maka meludahlah kesebelah kirimu tiga kali. dan ucapkanlah "Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk" (اعوذ بالله من الشيطان الرجيم). Seorang sahabat (Utsman bin Abul Ash) pernah mengeluhkan hal ini kepada Rasulullah ﷺ, maka Rasulullah ﷺ mengatakan, itu adalah syaitan yang disebut sebagai Khanzab._ ✍ _Nabi ﷺ bersabda,_ ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خَنْزَبٌ، فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْهُ، وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلَاثًا _"Itulah syaitan, namanya Khanzab. Jika engkau merasa sedang digoda syaitan maka mintalah perlindungan kepada Allah darinya, dan meludahlah ke arah kiri 3 kali." (HR. Muslim 2203)_ _Demikian Rasulullah ﷺ menyebutnya, ada syaitan khusus yang menggoda seseorang ketika shalat. Maka bila engkau merasakannya, mintalah perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan meludah kekirilah tiga kali. Maka sahabat tersebut (Utsman bin Abul Ash) melakukannya, "Aku kerjakan hal tersebut sesuai bimbingan Rasulullah ﷺ, maka Allah hilangkan hal tersebut dari diriku". Ketika suatu obat itu diletakkan pada tempat yang siap menerima, maka itu akan bermanfaat_
Download MP3

97. pertemuan 100 doa perlindungan dari setan yang menggoda saat shalat

📅 28/03/17 📝 _Nabi ﷺ bersabda,_ ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خَنْزَبٌ، فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْهُ، وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلَاثًا _"Itulah syaitan, namanya Khanzab. Jika engkau merasa sedang digoda syaitan maka mintalah perlindungan kepada Allah darinya, dan meludahlah ke arah kiri 3 kali." (HR. Muslim 2203)_ _Demikian Rasulullah ﷺ menyebutnya, ada syaitan khusus yang menggoda seseorang ketika shalat. Maka bila engkau merasakannya, mintalah perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan meludah kekirilah tiga kali. Maka sahabat tersebut (Utsman bin Abul Ash) melakukannya, "Aku kerjakan hal tersebut sesuai bimbingan Rasulullah ﷺ, maka Allah hilangkan hal tersebut dari diriku"._ _Sungguh Allah Maha Besar, apabila suatu obat diletakkan pada tempat yang siap menerima, maka dengan seijin Allah Subhanahu wa Ta'ala akan bermanfaat. Dimana, bimbingan tersebut diterapkan dan dilaksanakan oleh seseorang yang qalbunya beriman terhadap solusi yang telah diberikan, maka hal ini akan bermanfaat. Dia mengimani dan meyakini bahwasannya apa yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ adalah benar, dan diapun yakin bahwa was-was yang telah membuatnya ragu dan tidak khusyu' didalam shalatnya akan sirna._ _Akan tetapi, banyak dari manusia yang menerima solusi dari Rasulullah ﷺ tersebut, namun seperti halnya ujicoba. Yaitu mereka mengucapkan: "Aku akan coba perkara ini, apakah bermanfaat ataukah tidak". Maka apabila engkau mengatakan: "Kita akan coba", apakah engkau ucapkan dalam hatimu atau bahkan diucapkan dengan lisanmu, maka pada hakekatnya engkau belum sepenuhnya percaya dan yakin akan kebenaran hadits tersebut._ _Maka, seringkali anda tidak menjumpai adanya pengaruh dari penerapan solusi tersebut. Maka engkaupun akan diuji dan dihalangi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk merasakan pengaruh solusi tersebut. Karena pada dasarnya anda sendiri tidak yakin dengan apa yang dibimbingkan oleh Rasulullah ﷺ._ _Yang Pertama: disebut sebagai obat semestinya disarankan, dikeluarkan dan diberikan oleh seorang dokter yang benar-benar memahami jenis penyakit yang diderita. Meskipun disana terdapat berbagai macam jenis obat, sedangkan kita bukanlah ahlinya, maka kita tidak dapat menerka-nerka didalam menentukan jenis obatnya. Maka Yang Kedua: yang disebut dengan penyakit semestinya ada seorang Tabib/pengobat/dokter yang mengetahui/faham tentang jenis obatnya. Dan Yang Ketiga: haruslah ada tempat yang mampu menerimanya. Begitupun dengan Yang Keempat: semestinya obat tersebut manjur_ _Sementara obat didalam masalah ini (tidak khusyu' didalam shalat), adalah ta'awudz dan meludah kecil kekiri tiga kali, sementara dokternya adalah seseorang yang sangat alim (ar-Rasulullahﷺ) dan tinggal tersisa yaitu: tempat yang hendak diberikan obat tersebut. Jika seseorang menerima hal tersebut (yakin) dan dia tahu kalau hal ini benar (pasti obat ini berpengaruh, karena hal ini adalah bimbingan Rasulullah ﷺ) dia pasti akan mendapatkan manfaat dan meraih hasil dari hal tersebut. Oleh karena itu shahabat tersebut merasakan hasil dan mendapatkan manfaatnya. Shahabat itu mengatakan, "Aku melakukan hal tersebut, maka Allahpun menghilangkan gangguan yang aku rasakan."_ _Maka sekarang tersisa sebuah permasalahan, "Bagaimana seseorang menoleh, sementara dia sedang shalat?"._ ✍️ _Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu,_ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ وَنَهَانِي عَنْ ثَلَاثٍ أَمَرَنِي بِرَكْعَتَيْ الضُّحَى كُلَّ يَوْمٍ وَالْوِتْرِ قَبْلَ النَّوْمِ وَصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَنَهَانِي عَنْ نَقْرَةٍ كَنَقْرَةِ الدِّيكِ وَإِقْعَاءٍ كَإِقْعَاءِ الْكَلْبِ وَالْتِفَاتٍ كَالْتِفَاتِ الثَّعْلَبِ _Rasulullah ﷺ memerintahkan kepadaku dengan tiga perkara dan melarangku dari tiga perkara, Beliau memerintahkanku dengan dua raka'at dhuha pada setiap hari, witir sebelum tidur, dan puasa tiga hari pada setiap bulannya. Dan melarangku mematuk (dalam shalat) seperti ayam mematuk, duduk seperti duduknya anjing dan berpaling seperti berpalingnya serigala." (HR. Ahmad no. 8044)_ _Kami katakan, menoleh (tanpa badan) didalam shalat untuk suatu hajat/kebutuhan, itu boleh dan tidak mengapa. Apabila ditanyakan, "Lalu bagaimana mungkin seseorang meludah kekiri sementara dia sedang berada ditengah shaf dan disebelah kirinya ada orang lain?", maka kami katakan: adapun disebelah kirimu ada orang lain, maka ketahuilah bahwa ini hukumnya sunnah dan kalau engkau melakukannya, engkau dapat menyakiti orang selainmu maka jangan engkau melakukannya._ Perkara sunnah itu ditunda atau tidak dilakukan, jika menimbulkan madharat bagi yang lain. ✍ _Dari Abu Hurairah ia berkata,_ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ _Rasulullah ﷺ bersabda, "Sekiranya tidak memberatkan umatku sungguh akan aku perintahkan untuk bersiwak setiap kali akan shalat." (HR. Tirmidzi No.22)_ ✍ _Dari Aisyah radhiyallahu 'anha,_ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ قَالَ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ _Bahwasanya pada suatu malam (di bulan Ramadhan), Rasulullah ﷺ shalat di Masjid, lalu diikuti oleh beberapa orang sahabat. Kemudian (pada malam kedua) beliau shalat lagi, dan ternyata diikuti oleh banyak orang. Dan pada malam ketiga atau keempat mereka berkumpul, namun Rasulullah ﷺ tidak keluar shalat bersama mereka. Maka setelah pagi, beliau bersabda: "Sesungguhnya aku tahu apa yang kalian lakukan semalam. Tiada sesuatu pun yang menghalangiku untuk keluar dan shalat bersama kalian, hanya saja aku khawatir (shalat tarawih itu) akan diwajibkan atas kalian." (HR. Muslim No.1270)_ _Maka cukup bagi anda isti'adzah/ta'awudz (اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dikarenakan meludah sekedar sedikit dan kecil (disebelah kiri atau ke arah bawah) dapat menyakiti perasaan orang yang ada disamping_ Contoh yang lain dari perkara sunnah ditunda/tidak dilakukan, jika menimbulkan madharat bagi yang lain, ✍ _Nabi ﷺ bersabda kepada Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu,_ يا عمر إنك رجل قوي لا تزاحم على الحجر فتؤذي الضعيف ، إن وجدت خلوة فاستلمه ، وإلا فاستقبله وكبر (رواه أحمد، رقم 191 وقواه الألباني في رسالة مناسك الحج والعمرة ص 21) _"Wahai Umar, sesungguhnya engkau adalah orang yang kuat, jangan berdesak-desakkan sehingga menyakiti yang lemah, jika engkau dapat suasana telah kosong, barulah usap dia (Hajar Aswad), jika tidak memungkinkan, menghadaplah kepadanya dan bertakbirlah." (HR. Ahmad no. 191, dikuatkan oleh Syaikh Al-Albany dalam kitab Risalah Manasikul Hajji wal Umrah, hal. 21)_ ✍ _Dari 'Abis bin Rabi'ah,_ رَأَيْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ يُقَبِّلُ الْحَجَرَ وَيَقُولُ إِنِّي أُقَبِّلُكَ وَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ لَمْ أُقَبِّلْكَ _"Aku melihat Umar bin Khattab mencium Hajar Aswad sambil berkata; 'Saya menciummu dan saya tahu bahwa kamu hanyalah sebuah batu. Jikalau saya tidak melihat Rasulullah ﷺ menciummu, niscaya saya tidak akan menciummu." (HR. Tirmidzi No.788)_ _Ketika kita dalam keadaan sujud, maka yang disyariatkan kepada orang yang sujud dia merenggangkan kedua tangannya_ ✍ _Dari Maimunah binti Al Harits,_ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَجَدَ جَافَى حَتَّى يَرَى مَنْ خَلْفَهُ وَضَحَ إِبِطَيْهِ _"Nabi ﷺ apabila sujud merenggangkan tangan hingga orang yang dibelakangnya melihat putihnya ketiak beliau." (HR. Darimi No.1296)_ _Tetapi kalau dia berada ditengah shaf, jika ia buka kedua tangannya, maka ia tentu akan menyakiti orang-orang disampingnya. Maka kami katakan agar supaya engkau tidak membuat suatu gangguan terhadap orang lain karena engkau melakukan yang sunnah. Kalau begitu, inilah jalan yang selamat untuk menghilangkan was-was ini (ta'awudz). Mungkin bisa jadi seseorang ada yang bertanya, "Nabi ﷺ menyebutkan, syaitan yang mengganggu didalam shalatmu itu, akan membisikkan ingatlah ini, ingatlah itu. Lalu bagaimana sampai seseorang shalat dalam keadaan dia tidak tahu dan tersibukkan dengannya. Sampai-sampai dia tidak sadar dan tidak ingat sudah berapa rakaat shalat yang dia kerjakan. Maka, apa obatnya dari keragu-raguan ini?". Kita katakan, setiap penyakit ada obatnya. Dan Alhamdulillah, dalam permasalahan ini ada pula obatnya dan beberapa akan dicontohkan oleh syaikh dan syariat juga menuntunkan untuk menghilangkan keragu-raguan ini dan apa saja yang harus dilakukan ketika seseorang ragu sudah shalat berapa rakaat._
Download MP3

98. pertemuan 101 jika ragu dalam shalatnya dan tentang sujud sahwi

📅 04/04/17 📝 _Mungkin ada seseorang mengatakan, bahwasannya Nabi ﷺ pernah bersabda: "Dimana syaitan akan membisiki seseorang dalam shalatnya dan dia membisikkan ingatlah ini, ingatlah itu dan terus senantiasa mengingat ini, mengingat itu, sampai-sampai seseorang tidak mengingat lagi sudah berapa banyak (rakaat) yang ia telah lakukan didalam shalatnya". Maka, apa obat dari keragu-raguan ini?._ Telah kita sebutkan bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya hanya saja kadang kita belum tahu, kadang belum ditemukan obatnya. _Segala puji bagi Allah, setiap penyakit ada obatnya. Yang namanya keragu-raguan bisa jadi Kemungkinan Pertama: Apakah ia lebih kuat/dominan praduga dirimu satu dari dua sisi (kemungkinan). Maka ketika engkau bisa merajihkan ada salah satu dari dua kemungkinan tersebut yang lebih kuat menurut anda, maka pilih dan ambil mana yang menurut anda lebih rajih. Kemungkinan Kedua: Ketika seseorang mendapatkan keragu-raguan dan tidak bisa merajihkan sama sekali, maka yang dilakukan adalah kerjakanlah yang yakin menurutmu yang sudah engkau lakukan yaitu jumlah rakaat yang paling sedikit._ _Penerapan sebagai contoh: Seseorang yang dia ragu-ragu didalam shalat dhuhurnya, apakah dia shalat sudah tiga rakaat ataukah baru dua rakaat, sementara dia ada praduga kuat, dia merajihkan sepertinya lebih kuat (indikasi) tiga rakaat. Maka kita katakan: Maka hendaknya ia jadikan shalatnya tersebut sesuai praduga terkuatnya (tiga rakaat) dan cukup ia mengerjakan rakaat yang ke empatnya. Dan adapun jika yang rajih praduga yang terkuat menurut dia adalah dua rakaat. Maka dia jadikan shalatnya baru dua rakaat, karena itulah praduga terkuatnya. Maka, dia sempurnakan untuk mengerjakan rakaat yang ketiga dan keempatnya._ _Contoh, semisal yang lain: Ada seseorang yang shalat dan ragu-ragu, apakah sudah tiga ataukah dua rakaat dan dia tidak ada praduga yang terkuat (tidak bisa menguatkan salah satunya). Ia katakan dalam hati, "Demi Allah, saya tidak bisa menguatkan yang rakaat kedua ataupun rakaat ketiga". Maka kami katakan: "Bangunlah shalatmu, dirikanlah diatas yang yakin". Maka yang kamu yakini sudah dikerjakan, yaitu yang lebih sedikit (dalam kasus ini, dia ragu-ragu sudah shalat dua atau tiga rakaat, maka dia pilih yang lebih sedikit yaitu dua rakaat). Kalau begitu, jadikan rakaat shalatmu baru dua karena itu yang paling sedikit, engkau yakin berusaha mengerjakannya, dan tinggal engkau mengerjakan dan menyempurnakan kelanjutan atau sisa dari jumlah rakaat yaitu shalat dhuhur, rakaat ke tiga dan keempat._ _Maka ini Qaidahnya: Apabila seseorang ragu-ragu dan dia bisa merajihkan sesuatu (praduga terkuat), dia bisa mengambil salah satu dari dua kemungkinan, maka ia kerjakan mana yang lebih kuat dugaannya. Adapun ia ragu-ragu tanpa bisa menguatkan kemungkinan salah satu dari keduanya, maka ia kerjakan yang dia yakin (sudah dikerjakan) yaitu jumlah rakaat yang terkecil._ _Tinggal tersisa permasalahan bagi kita, "Apakah disana ada sesuatu yang dapat memperbaiki kekurangan ini yaitu kekurangan berupa keragu-raguan dan kebimbangan?". Maka kami jawab, "Ada". Yang namanya keragu-raguan dan kebimbangan itu sebuah penyakit dan diapun memiliki obatnya. Obatnya adalah sujud sahwi. Cukup ia mengerjakan dua kali sujud sahwi. Dan disebut sahwi karena maknanya lupa, dan sujud sahwi adalah sujud karena lupa (karena lupa sehingga dia menambahi dari apa yang disyariatkan, atau karena lupa sehingga dia kurang dari apa yang disyariatkannya, atau karena lupa maka diapun ragu-ragu dalam jumlah rakaat)._ _Akan tetapi, "Apakah didalam bersujud sahwi, dia melakukannya sebelum salamnya (qabla salam) ataukah setelah salamnya (ba'da salam)?"_ Asy Syaikh Utsaimin termasuk diantara para Ulama Fuqaha yang memperhatikan dan mencermati permasalahan-permasalahan fiqhiyah. Beliau mencermati dan seringkali beliau memberikan perincian dalam hal tersebut. Dimana diantara para ulama menyebutkan semua sujud sahwi dilakukan sebelum salam, ada pula sebagian yang lain mengatakan semua sujud sahwi dilakukan setelah salam. Dan ada ulama yang merinci, kapan dilakukan sujud sahwi pada saat sebelum salam dan kapan dilakukan pada saat setelah salam. ✍ _Jika ada dua hadits, yang seakan-akan ada kontradiksi, maka keduanya dikompromikan dan tidak dirajihkan salah satunya._ إِعْمَالُ الدَّلِيْلَيْنِ أَوْلَى مِنْ إِهْمَالِ أَحَدِهِمَا مَا أَمْكَنَ _Mengamalkan dua dalil sekaligus lebih utama daripada meninggalkan salah satunya selama masih memungkinkan_ Menjamak dan mengkompromikan kedua dalil, berarti mengamalkan kesemua dalil dan tidak meninggalkan salah satunya dan setiap tempat ada pembahasannya sendiri. ✍ _Apabila seseorang ragu-ragu dalam shalatnya namun dia memiliki praduga terkuat dan bisa merajihkan salah satunya, maka diakhir shalat dia melakukan sujud sahwi setelah salam._ ✍ _Adapun, apabila dia tidak memiliki praduga terkuat untuk memutuskan keragu-raguannya dan dia memilih mengambil keputusan mana yang yakin sudah ia kerjakan (dengan mengambil jumlah rakaat yang paling sedikit), maka sujud sahwinya dia lakukan sebelum salam_ _Tentang perkara ini, telah ditunjukkan didalam hadits Abu Sa'id Al Khudri radhiyallahu 'anhu dan Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu_ ✍ _Dari Abu Sa'id Al Khudri radhiyallahu 'anhu, bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda,_ إِذَا ثَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلاَتِهِ فَلَمِ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَمْ أََرْبَعًا، فَلْيَطْرَحِ الشَّكَ وَلْيَبْنِ عَلَى مَااسْتَيْقَنَ، ثُمَّ يَسْجُدُ سَجدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ _"Apabila salah seorang diantara kalian merasa ragu dalam shalatnya kemudian dia tidak tahu berapa rakaat dia shalat, tiga atau empat rakaat, maka hendaknya dia membuang keraguan tersebut dan hendaknya dia mengerjakan sesuai dengan apa yang diyakininya (rakaat yang paling sedikit), kemudian sujud dengan dua kali sebelum salam." (HR. Muslim no. 571)_ Dalil diatas diperuntukkan kepada seseorang yang tidak memiliki praduga terkuat didalam memutuskan keragu-raguannya dan dia memilih mengambil keputusan yang ia yakini sudah dikerjakan (dengan mengambil jumlah rakaat yang paling sedikit). ✍ _Dari Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,_ إِذَا ثَكَّ أَحَدُكُمْ قِي صَلاَتِهِ فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ فَلْيُتِمَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ لِيُسَلِّمْ، ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ _"Apabila salah seorang di antara kalian merasa ragu didalam shalatnya, maka hendaklah dia upayakan mencari tahu dengan sungguh-sungguh untuk menentukan yang menurutnya benar (tambahan keterangan Asy Syaikh: "Mencari tahu dengan sungguh-sungguh itu sekaligus bersamaan dengan merajihkannya"), lalu hendaklah ia sempurnakan dengan pilihannya tadi dan hendaklah ia salam, kemudian sujudlah dua kali" (HR. Bukhari)_ Dalil diatas diperuntukkan terhadap seseorang ragu-ragu dalam shalatnya namun dia memiliki praduga terkuat dan bisa merajihkan salah satunya. _Qaidah penting dalam permasalahan sujud sahwi, "Dan hendaknya agar diketahui bahwa yang menjadikan sebab-sebab disyariatkannya sujud sahwi itu ada tiga macam. Yang Pertama: karena ada tambahan yang dilakukan oleh seseorang diluar apa yang disyariatkan. Yang Kedua: karena ada yang kurang dari shalatnya. Yang Ketiga: keragu-raguan"._ _Apabila seseorang mengucapkan salam, sebelum sempurna shalatnya, dan dia menyengaja mengucapkannya, maka shalatnya tentulah batal._ _Adapun jika ia lakukan karena lupa, kemudian baru dia ingat maka wajib bagi dia untuk menyempurnakannya, kemudian sujud sahwi (tidak perlu ia ulangi dari awal)._ _Contohnya: Seseorang yang mengerjakan shalat dhuhur, ketika ia telah sampai pada tasyahud awal maka seharusnya ia membaca bacaan tasyahud awal, lalu berdiri. Tetapi karena lupa, ia membaca bacaan tasyahud hingga selesai seperti tasyahud akhir, kemudian salam. Disini tersisa baginya dia kurang dua rakaat. Maka kami katakan, "Datangkanlah dua rakaat yang engkau kurang kemudian ucapkanlah salam, kemudian sujudlah sahwi dua kali yakni setelah salam."_ ✍ _Dalil dalam permasalahan ini, hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu,_ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِحْدَى صَلَاتَيْ الْعَشِيِّ قَالَ ابْنُ سِيرِينَ سَمَّاهَا أَبُو هُرَيْرَةَ وَلَكِنْ نَسِيتُ أَنَا قَالَ فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ فَقَامَ إِلَى خَشَبَةٍ مَعْرُوضَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَاتَّكَأَ عَلَيْهَا كَأَنَّه غَضْبَانُ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ وَوَضَعَ خَدَّهُ الْأَيْمَنَ عَلَى ظَهْرِ كَفِّهِ الْيُسْرَى وَخَرَجَتْ السَّرَعَانُ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ فَقَالُوا قَصُرَتْ الصَّلَاةُ وَفِي الْقَوْمِ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فَهَابَا أَنْ يُكَلِّمَاهُ وَفِي الْقَوْمِ رَجُلٌ فِي يَدَيْهِ طُولٌ يُقَالُ لَهُ ذُو الْيَدَيْنِ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَسِيتَ أَمْ قَصُرَتْ الصَّلَاةُ قَالَ لَمْ أَنْسَ وَلَمْ تُقْصَرْ فَقَالَ أَكَمَا يَقُولُ ذُو الْيَدَيْنِ فَقَالُوا نَعَمْ فَتَقَدَّمَ فَصَلَّى مَا تَرَكَ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَكَبَّرَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَكَبَّرَ فَرُبَّمَا سَأَلُوهُ ثُمَّ سَلَّمَ فَيَقُولُ نُبِّئْتُ أَنَّ عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ قَالَ ثُمَّ سَلَّمَ _"Rasulullah ﷺ bersama kami melaksanakan salah satu dari shalat yang berada di waktu malam." Ibnu Sirin berkata, "Abu Hurairah menyebutkan menyebutkan (nama) shalat tersebut, tetapi aku lupa." Abu Hurairah mengatakan, "Beliau shalat bersama kami dua rakaat kemudian salam, kemudian beliau mendatangi kayu yang tergeletak di masjid. Beliau lalu berbaring pada kayu tersebut seolah sedang marah dengan meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya serta menganyam jari jemarinya, sedangkan pipi kanannya diletakkan pada punggung telapak tangan kiri._ Yaitu tidak ceria, seakan-akan tidak lapang dada beliau, karena beliau belum menyempurnakan shalat, dan ini termasuk nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada seseorang apabila terjadi padanya kekurangan dalam ibadahnya yang ia tidak tahu persis dimana, dia mendapatkan dirinya itu keganjalan (berbeda dengan seseorang yang tidak perduli dengan ibadahnya maka tetap ia tidak merasa mengganjal). Dan seseorang yang bersemangat untuk menyempurnakan/membaikkan amalannya, seandainya ditakdirkan untuk dijadikannya dia lupa maka kelak Allah akan memudahkannya untuk menjadikan dia menyelesaikan apa yang kurang tadi. _Kemudian beliau keluar dari pintu masjid dengan cepat. Orang-orang pun berkata, "Apakah shalat telah diqashar (diringkas)?" Padahal ditengah-tengah orang banyak tersebut ada Abu Bakar dan 'Umar, dan keduanya enggan membicarakannya. Sementara di tengah kerumunan tersebut ada seseorang yang tangannya panjang dan dipanggil dengan nama Dzul Yadain, dia berkata, "Wahai Rasulullah, apakah Tuan lupa atau shalat diqashar?" Beliau menjawab: "Aku tidak lupa dan shalat juga tidak diqashar." Beliau bertanya: "Apakah benar yang dikatakan Dzul Yadain?" Orang-orang menjawab, "Benar." Beliau kemudian maju ke depan dan mengerjakan shalat yang tertinggal kemudian salam. Setelah itu beliau takbir dan sujud seperti sujudnya yang dilakukannya atau lebih lama lagi. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan takbir, kemudian takbir dan sujud seperti sujudnya atau lebih lama lagi, kemudian mengangkat kepalanya dan takbir." Bisa jadi orang-orang bertanya kepadanya (Ibnu Sirin), apakah dalam hadis ada lafadz 'Kemudian beliau salam' lalu ia berkata; aku mendapat berita bahwa Imran bin Hushain berkata; kemudian beliau salam'." (HR. Bukhari no. 460)_
Download MP3

99. pertemuan 102 3 sebab disyariatkannya sujud sahwi

📅 11/04/17 📝 _Qaidah penting dalam permasalahan sujud Sahwi, Dan hendaknya agar diketahui bahwa yang menjadikan sebab-sebab disyariatkannya Sujud Sahwi itu ada Tiga macam,_ ♻️ YANG PERTAMA: Karena ada yang kurang dari shalatnya. ♻️ YANG KEDUA: Karena ada tambahan yang dilakukan oleh seseorang diluar apa yang disyariatkan. ♻️ YANG KETIGA: Keragu-raguan. ♻️ *YANG PERTAMA: Karena ada yang kurang dari kewajiban-kewajiban shalatnya* ▪️ _Apabila seseorang mengucapkan salam, sebelum sempurna shalatnya, dan dia menyengaja mengucapkannya, maka shalatnya tentulah batal._ ▪️ _Adapun jika ia lakukan karena lupa, kemudian baru dia ingat maka wajib bagi dia untuk menyempurnakannya, kemudian sujud sahwi (tidak perlu ia ulangi dari awal)._ _Contohnya: Seseorang yang mengerjakan shalat Zhuhur, ketika ia telah sampai pada Tasyahhud Awwal maka seharusnya ia membaca bacaan tasyahud awal, lalu berdiri. Tetapi karena lupa, ia membaca bacaan tasyahud hingga selesai seperti tasyahud akhir, kemudian salam. Disini tersisa baginya dia kurang dua rakaat. Maka kami katakan, "Datangkanlah dua rakaat yang engkau kurang kemudian ucapkanlah salam, kemudian sujudlah sahwi dua kali yakni setelah salam."_ ✏️ _Dalil dalam permasalahan ini, hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu,_ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِحْدَى صَلَاتَيْ الْعَشِيِّ قَالَ ابْنُ سِيرِينَ سَمَّاهَا أَبُو هُرَيْرَةَ وَلَكِنْ نَسِيتُ أَنَا قَالَ فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ فَقَامَ إِلَى خَشَبَةٍ مَعْرُوضَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَاتَّكَأَ عَلَيْهَا كَأَنَّه غَضْبَانُ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ وَوَضَعَ خَدَّهُ الْأَيْمَنَ عَلَى ظَهْرِ كَفِّهِ الْيُسْرَى وَخَرَجَتْ السَّرَعَانُ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ فَقَالُوا قَصُرَتْ الصَّلَاةُ وَفِي الْقَوْمِ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فَهَابَا أَنْ يُكَلِّمَاهُ وَفِي الْقَوْمِ رَجُلٌ فِي يَدَيْهِ طُولٌ يُقَالُ لَهُ ذُو الْيَدَيْنِ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَسِيتَ أَمْ قَصُرَتْ الصَّلَاةُ قَالَ لَمْ أَنْسَ وَلَمْ تُقْصَرْ فَقَالَ أَكَمَا يَقُولُ ذُو الْيَدَيْنِ فَقَالُوا نَعَمْ فَتَقَدَّمَ فَصَلَّى مَا تَرَكَ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَكَبَّرَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَكَبَّرَ فَرُبَّمَا سَأَلُوهُ ثُمَّ سَلَّمَ فَيَقُولُ نُبِّئْتُ أَنَّ عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ قَالَ ثُمَّ سَلَّمَ _"Rasulullah ﷺ bersama kami melaksanakan salah satu dari shalat yang berada di waktu malam." Ibnu Sirin berkata, "Abu Hurairah menyebutkan menyebutkan (nama) shalat tersebut, tetapi aku lupa." Abu Hurairah mengatakan, "Beliau shalat bersama kami dua rakaat kemudian salam, kemudian beliau mendatangi kayu yang tergeletak di masjid. Beliau lalu berbaring pada kayu tersebut seolah sedang marah dengan meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya serta menganyam jari jemarinya, sedangkan pipi kanannya diletakkan pada punggung telapak tangan kiri. Kemudian beliau keluar dari pintu masjid dengan cepat. Orang-orang pun berkata, "Apakah shalat telah diqashar (diringkas)?" Padahal ditengah-tengah orang banyak tersebut ada Abu Bakar dan 'Umar, dan keduanya enggan membicarakannya. Sementara di tengah kerumunan tersebut ada seseorang yang tangannya panjang dan dipanggil dengan nama Dzul Yadain, dia berkata, "Wahai Rasulullah, apakah Tuan lupa atau shalat diqashar?" Beliau menjawab: "Aku tidak lupa dan shalat juga tidak diqashar." Beliau bertanya: "Apakah benar yang dikatakan Dzul Yadain?" Orang-orang menjawab, "Benar." Beliau kemudian maju ke depan dan mengerjakan shalat yang tertinggal kemudian salam. Setelah itu beliau takbir dan sujud seperti sujudnya yang dilakukannya atau lebih lama lagi. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan takbir, kemudian takbir dan sujud seperti sujudnya atau lebih lama lagi, kemudian mengangkat kepalanya dan takbir." Bisa jadi orang-orang bertanya kepadanya (Ibnu Sirin), apakah dalam hadis ada lafadz 'Kemudian beliau salam' lalu ia berkata; aku mendapat berita bahwa Imran bin Hushain berkata; kemudian beliau salam'." (HR. Bukhari no. 460)_ _Contoh berikutnya, Seseorang melakukan shalat Shubuh kemudian dia mengucapkan salam pada awal rakaat yakni pada rakaat pertama, setelah selesai shalat baru dia ingat. Maka disini kami katakan dia perlu tambahkan cukup satu rakaat, dia ucapkan salam dan dia sujud dua kali sujud (sujud sahwi) dan kemudian dia salam. Dan dengan contoh seperti ini, maka berlakukanlah pada kasus lain yang semisal._ ♻️ *YANG KEDUA: Karena ada tambahan (kelebihan) yang dilakukan oleh seseorang dari apa yang disyariatkan.* ❓ _Seseorang menambahkan dalam shalatnya satu rakaat lebih atau bahkan dua rakaat, satu sujud atau bahkan dua kali sujud atau menambahkan berdiri. Maka bagaimana hukumnya?._ ▪️ _Keadaan pertama: Apabila dia sengaja melakukan hal tersebut maka batal shalatnya._ ✏️ Batal berdasarkan keumuman sabda Nabi ﷺ,_ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ _"Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak" (HR. Muslim no. 1718)_ ▪️ _Keadaan kedua: Apabila dia lakukan hal tersebut karena lupa, maka sesungguhnya tidak batal shalatnya, tetapi jika ia teringat ditengah-tengah tambahannya tersebut, maka wajib baginya untuk segera kembali kepada posisi semula yakni duduk dan membaca tasyahud akhir, kemudian ia ucapkan salam dan dia sujud dua kali sujud dan dia ucapkan salam._ _Contohnya, dia berdiri pada rakaat kelima pada shalat dhuhur ketika dia ruku' dan dia bangkit mengucapkan (سَمعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ), dia ingat ternyata rakaat ke lima, maka disini dia tidak selesaikan rakaatnya. Bila dia sengaja menyelesaikan rakaat ke lima maka batal shalatnya, tetapi hendaknya segera dia duduk, maka dia baca Tahiyyat, dia sempurnakan tasyahud akhirnya, dia ucapkan salam kemudian sujud dua kali, lalu salam._ _Sebagian saudara-saudara kita keliru dalam permasalahan ini, dia mengatakan jika seseorang sudah terlanjur masuk pada bacaan yang terlebihi, yang mana contohnya adalah rakaat ke-lima, sebagian saudara kita memahami bahwa dia tidak harus duduk tetapi selesaikan. Maka kita katakan "Ini salah", yang disebut tambahan, kalau sudah berlebih gerakannya didalam shalat maka tidak boleh diteruskan (tidak boleh dengan kesadaran/ingatan tanpa lupa). Kapan anda ingat, wajib anda menyudahi kelebihannya. Engkau hendaknya segera duduk, membaca tasyahud, lalu anda ucapkan salam, lalu anda lalukan sujud dua kali dan salam._ ✏️ _Dalil dalam permasalahan ini, dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu,_ أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الضُّهْرَ خَمْسًا، فَقِيْلَ لَهُ : أَزِيْدَ فِي الصَّلاَةِ؟ فَقَالَ (وَمَا ذَاكَ؟) قَالُوْا : صَلَيْتَ خَمسًا، فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَمَا سَلَّمَ. وَفِي رِوَايَةٍ : فَثَنَى رِجْلَيْهِ وَاسْتَقْبَلَ القِبْلَةَ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَز (رواه الجماعة) _"Sesungguhnya Nabi ﷺ pernah shalat Zhuhur lima rakaat. Maka ada yang bertanya kepada beliau : "Apakah shalat sengaja ditambah? Beliau menjawab: "Memangnya apa yang terjadi?" Kemudian mereka (para sahabat) menjawab: "Anda telah mengerjakan shalat (dhuhur) lima rakaat. "Maka beliau langsung sujud dua kali kemudian salam". (HR. Mutafaqun Alaih. Al-Bukhari meriwayatkannya dalam (kitab) As-Shalah, bab: Maa jaa’a fii al-qiblah, (404) dengan bentuk ringkas, dan pada hadits (401) dengan bentuk yang panjang, dalam (Kitab) As-Sahwi (1227) dan juga dalam pembahasan-pembahasan lainnya. Sedangkan Imam Muslim meriwayatkannya dalam kitab Al-Masajid, bab: As-Sahwi fii Ash-Shalah (91) dan (572))_ _Dalam riwayat lain disebutkan: "Maka beliau langsung melipat kedua kakinya dan menghadap kiblat, kemudian sujud dua kali dan salam" (HR. Al-Jama'ah: Abu Dawud meriwayatkannya dalam (kitab) Ash-Shalah, Bab: Idza shalla khamsan (2019) dan (1020), At-Tirmidzi meriwayatkannya dalam Bab: Maa ja'a fii sajdatain as-sahwi ba'da as-salam wa al-kalam (392). An-Nasaa'i meriwayatkannya dalam As-Sahwi, Bab: At-Taharry (III/33), (1242) dan 1243), dan Ibnu Majah dalam Iqamah ash-Shalah, Bab: Ma ja'a fiiman syakka fii shalatihi (1211))_ _Ketika Nabi ﷺ menghadap kepada kami dengan wajah beliau, beliau mengatakan: "Seandainya terjadi sesuatu di dalam shalat, pastilah sudah aku beritahukan kepada kalian, akan tetapi akupun juga manusia seperti kalian, aku bisa lupa seperti kalian lupa, maka jika aku lupa, ingatkanlah aku"._ _Kalau begitu, bila anda menambahkan sesuatu dalam shalat karena lupa, kemudian anda teringat di tengah tambahan tersebut, maka segeralah duduk, sempurnakan tasyahud dan salam, kemudian sujudlah dua kali sujud dan ucapkanlah salam kembali. Adapun jika anda tidak teringat shalat lima rakaat, kecuali saat di tasyahhud, maka kita katakan tasyahud dan salamlah, dan sujudlah dua kali sujud dan salam._ _Contoh yang lain tentang kekurangan. Seseorang shalat dhuhur misalnya, dan kemudian dia berdiri dari tasyahud awal tanpa ia duduk (tidak dia lakukan tasyahud awal)._ ▪ _Maka kita katakan, jika anda mengingatnya/diingatkan orang lain sebelum tegak berdiri, maka hendaknya ia rujuk, kembalilah ke tempat anda semula (duduk tasyahud awal) dan sempurnakan shalat anda tadi (sujud sahwi dilakukan setelah salam karena ada tambahan gerakan berdiri)._ ▪ _Namun bila anda mengingatnya/diingatkan orang lain setelah tegak berdiri, maka dalam keadaan seperti ini tidak perlu ada kembali ke tasyahud awal, teruskan shalat. Sama saja apakah anda sudah masuk dalam bacaan Al-Fatihah atau bahkan anda belum memulai membaca Al-fatihah tetapi sudah tegak berdiri. Maka lanjutkanlah dalam shalat anda dan dalam kondisi seperti ini, sujudlah dengan dua kali sujud sebelum salam (karena ada yang kurang, yaitu tasyahhud awal)._ ✏ _Dalil dalam permasalahan ini, dari Abdullah bin Buhainah Radhiyallahu a'nhu,_ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِمُ الظُّهْرَ فَقَامَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الأُو لَيَيْنِ وَلَم يَجْلِسْ (للِتَّشَهُدِ اْللأَوَّل) فَقَامَ النَّاسَ مَعَهُ حَتَّى إِذَا قَضَى الصَلاَةَ وَانْتَظَرَ النَّاسُ تَسْلِيمَهُ كَبَّرَ وَهُوَ جَالِسُ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ ثُمَّ سَلَّمَ _"Sesungguhnya Nabi ﷺ pernah shalat dhuhur bersama para sahabat, kemudian beliau langsung berdiri pada rakaat kedua yang pertama dan beliau tidak duduk (yakni tasyahud awal), maka orang-orang pun juga ikut berdiri bersama beliau hingga shalat usai. Kemudian semua orang menunggu-nunggu beliau salam, tetapi beliau bertakbir lagi padahal beliau sedang duduk, kemudian beliau bersujud dua kali sebelum salam, kemudian setelah itu baru beliau salam" (HR. Al-Bukhari: Al-Adzan, Bab: Man lam yara at-Tasyahud wajiban..(829), didalam: As-Sahwi (1223, 1225) dan didalam pembahasan-pembahasan lainnya. Imam Muslim meriwayatkannya dalam Al-Masajid, Bab: As-Sahwu fii ash-Shalah (85) dan (570))_ Para Ulama ketika membahas tentang rukun-rukun dan kewajiban shalat, maka yang shahih dalam hal ini tasyahud awal termasuk kewajiban shalat dan bukan rukun shalat. Artinya bila seseorang terlupa tasyahud awal, shalatnya tetap sah dan tidak perlu mengulangi shalatnya, namun diperbaiki dengan sujud sahwi. _Berkata para ulama ahli ilmu, begitu pula berlaku pada setiap kewajiban-kewajiban dalam shalat yang ditinggalkan seseorang karena lupa, maka dia tidak perlu kembali mengerjakan kewajiban-kewajiban shalat tadi jika sudah berpisah dengan tempatnya._ _Contoh kewajiban shalat -menurut tarjih Syaikh-; seseorang lupa dalam ruku'nya membaca (سبحان ربي العظيم) dan ketika dia sudah melanjutkan sampai i'tidal (سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ), dia baru teringat kalau dia tadi lupa membaca (سبحان ربي العظيم) maka disini, dia tidak perlu kembali ruku'. Mengapa?, karena dia telah terlewat pada tempatnya. Akan tetapi hendaknya dia sujud sahwi sebelum dia mengucapkan salam._ _Kalau begitu kaidahnya; sekarang apabila seseorang meninggalkan kewajiban diantara kewajiban shalat karena lupa sampai berpisah dengan tempatnya maka dia tidak perlu kembali ketempatnya semula, tetapi dia perbaiki dengan sujud sahwi dengan dua kali sujud sebelum salam (sesuai hadits Abdullah bin Buhainah Radhiyallahu a'nhu)_ ♻ *YANG KETIGA: Keragu-raguan* ▪ 1._Seseorang ragu dalam shalat Zhuhur pada tiga atau empat rakaat. Kami katakan kepadanya, bangunlah dan dirikan shalatmu di atas dasar yang rajih yang menjadi praduga terkuat di sisi anda. Sama saja apakah dugaan terkuat pada rakaat ketiga ataukah pada rakaat keempat, maka sempurnakan shalat berdasarkan praduga terkuat tersebut, dan sujudlah dua kali (sujud sahwi) setelah salam._ _Misalnya orang tadi yang ragu-ragu rakaat tiga atau empat, dia mengatakan praduga terkuat di sisi saya adalah rakaat ke-empat, kalau begitu yakini lalu sempurnakan shalat sampai dengan tasyahud ucapkan salam setelahnya, dan sujudlah sahwi setelah salam._ _Adapun dia mengatakan, praduga terkuat menurutnya masih rakaat ketiga, kalau begitu yakini bahwa ini masih rakaat ketiga, kemudian lakukan rakaat keempat lalu ucapkan salam dan setelahnya lalukanlah sujud sahwi dan salam kembali._ ✏ _Dalil dalam permasalahan ini, dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,_ إِذَا ثَكَّ أَحَدُكُمْ قِي صَلاَتِهِ فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ فَلْيُتِمَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ لِيُسَلِّمْ، ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ (هذا لَفظ البخاري) _"Apabila salah seorang di antara kalian merasa ragu dalam shalatnya, maka hendaklah dia menentukan sendiri yang menurutnya benar, lalu menyempurnakan dengan pilihannya tadi dan salam, kemudian sujud dua kali" (Ini adalah lafazh Al-Bukhari) (HR. Al-Bukhari dalam Ash-Shalah, Bab: At-Tawajjuh Nahwa Al-Qiblah (401) dan Muslim dalam Al-Masajid, Bab: As-Sahwu fii ash-Shalah (89) dan (572))_ ▪ 2._Seseorang ragu-ragu dalam shalat Zhuhur apakah ini rakaat ketiga ataukah keempat. Kita katakan, Apakah anda bisa menduga rakaat tersebut?. Namun ternyata tidak bisa (benar-benar ragu). Tidak bisa sama sekali teringat, semuanya samar. Kalau begitu bangunlah di atas mana yang anda yakini yang sudah anda kerjakan yaitu rakaat yang terkecil jadikanlah itu rakaat ketiga lalu sempurnakan rakaat keempat dan sujudlah dua kali sujud (sujud sahwi) sebelum anda salam._ ✏ _Dalil dalam permasalahan ini, dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda,_ إِذَا ثَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلاَتِهِ فَلَمِ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَمْ أََرْبَعًا؟فَلْيَطْرَحِ الشَّكَ وَلْيَبْنِ عَلَى مَااسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ، فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلاَتُهُ، وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لأَِرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيْمًا لِلشَّيْطَانِ _"Apabila salah seorang di antara kalian merasa ragu dalam shalatnya dan dia tidak tahu berapa rakaat dia shalat, tiga atau empat rakaat, maka hendaknya dia membuang keraguan tersebut dan hendaknya dia mengerjakan sesuai dengan apa yang diyakininya, kemudian sujud dua kali sebelum salam. Jika dia ternyata shalat lima rakaat, maka sujudnya tersebut akan mengembalikan kegenapan shalat baginya, sedangkan jika ternyata dia sudah shalat tepat empat rakaat, maka kedua sujudnya tadi untuk membuat marah syetan dan menghinakannya". (HR. Muslim dalam: Al-Masajid, Bab As-Sahwu fii ash-Shalah, (88) dan (571))_ _Kalau begitu, sujud sahwi dilakukan sebelum salam dan ada kalanya sujud sahwi dilakukan setelah salam. Diantara contoh sujud sahwi sebelum salam yakni apabila ada yang kurang, namun sujud sahwi dilakukan setelah salam apabila ada tambahan gerakan atau bacaan. Adapun di antara keragu-raguan, maka dilakukan sujud sahwi sebelum salam kalau tidak bisa mengambil praduga terkuat (diambil rakaat terkecil yang sudah dikerjakan). Tetapi jika ia bisa mengambil praduga terkuat, maka sempurnakan shalat dan besujud sahwi setelah salam. Maka sesungguhnya shalat yang agung ini seluruhnya secara hakekat seberapapun kita berusaha khusyu' tetap saja ada kekurangannya._
Download MP3

100. pertemuan 103 sebab-sebab untuk raih khusyuk dalam shalat

📅 18/04/17 📝 Di antara usaha untuk meraih khusyu' di dalam shalat adalah belajar bahasa arab. Di sepanjang sejarah, pengaruh Al-Quran telah terbukti membawa pengaruh yang luar biasa bukan hanya terhadap kaum muslimin, bahkan terhadap manusia secara umum dan tidak sedikit di antara mereka yang masuk Islam karenanya. Asy-Syuaraa', para penyair arab yang ulung terdahulu, tatkala mereka mendengar dakwah Rasulullah ﷺ dengan bacaan Al-Qur'an, merekapun terbungkam dan mengakui dari dalam lubuk hati mereka, bahwasanya itu bukan ucapan buatan manusia. Tidak ada kalam yang menyerupai dan seindah Kalamullah. Lebih-lebih mereka yang memahami bahasa arab. Berapa banyak orang yang menangis dan khusyu' karena memahami kandungannya. Bahkan, di antara mereka pertamakali mendapat hidayah dan iman masuk ke dalam jiwanya ketika mendengarkan bacaannya. Seperti yang dialami oleh shahabat Jubair bin Muth'im. Dalam Ash-Shahihain dari Jubair bin Muth'im ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah ﷺ membaca surat At-Thur dalam shalat Maghrib, dan aku belum pernah mendengar seseorang yang suara dan bacaannya lebih indah dari beliau. Dalam sebagian lafazhnya yang lain, Jubair bin Muth'im berkata, _"Tatkala aku mendengar beliau membaca ayat,_ أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَىْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ _"Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)." (QS. Ath-Thuur: 35)._ _"Seakan-akan hatiku terbang mendengarkannya."_ Ibnu Katsir rahimahullah Ta'ala berkata, "Jubair bin Muth'im tatkala mendengarkan ayat ini masih berstatus seorang musyrik penganut agama kaumnya. Namun beliau termasuk salah seorang utusan tawanan Badar yang datang menghadap Rasulullah ﷺ dan salah seorang diantara orang musyrik yang tergugah hatinya dengan bacaan Al-Qur'an yang dilantunkan oleh Rasulullah ﷺ. Dan ini merupakan salah satu penyebab masuknya beliau ke dalam Islam. Dan sebab selainnya agar mendapatkan kekhusyu'an di dalam shalat adalah dengan mengkondisikan dan mempersiapkan diri untuk bermunajat menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana dituntunkan dalam sebaik-baik bentuk, begitupula juga dalam kondisi bathin (bukan hanya lahiriyah saja) selain dipersyaratkan wudhu, bila hadats besar harus mandi sebelumnya, dan Allah juga memerintahkan, يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ _Hai anak Adam, pakailah "perhiasan" (pakaian)mu di setiap tempat shalatmu, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (QS. Al-Araf: 31)_ Pakaian adalah yang menutupi aurat, melindungi dan menambah kepantasan. Demikian ia sudah membenahi diri, berwudhu dengan baik dan ia siapkan pula kondisi bathinnya. Sehingga ketika ia bertakbir, sudah ia putuskan dan konsentrasikan akan kehadiran Allah Subhanahu wa Ta'ala dan disyariatkan pula untuk meninggalkan hal yang menyebabkan gangguan shalat. Sebagaimana disebutkan oleh Al Imam Abdul Ghani Al-Maqdisi dalam kitab Umdahtul Ahkam, bagaimana Rasulullah ﷺ yang dihadiahi sebuah khamishah oleh seorang shahabat, (Rasul seringnya memakai izar: kain bawah yang disarungkan dan rida': kain atas yang diselendangkan seperti pakaian orang berikhram haji maupun umroh), karena beliau menyukai jubah. Suatu ketika Rasulullah ﷺ dihadiahi jubah bermotif/bercorak, rasul ﷺ ketika ruku', duduk dan sujud terganggu dengan motif jubah ini. Maka rasul perintahkan untuk mengembalikan khamishah tersebut. ✏️ _Aisyah radhiyallahu 'anhu mengabarkan,_ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي خَمِيصَةٍ لَهَا أَعْلاَمٌ، فَنَظَرَ إِلَى أَعْلاَمِهَا نَظْرَةً، فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ: اذْهَبُوا بِخَمِيصَتِي هَذِهِ إِلَى أَبِي جَهْمٍ وَأْتُونِي بِأَنْبِجَانِيَّةِ أَبِي جَهْمٍ، فَإِنَّهَا أَلْهَتْنِي آنِفًا عَنْ صَلاَتِي، وَقَالَ هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُنْتُ أَنْظُرُ إِلَى عَلَمِهَا، وَأَنَا فِي الصَّلاَةِ فَأَخَافُ أَنْ تَفْتِنَنِي _"Nabi ﷺ shalat mengenakan khamishah [1] yang memiliki corak/gambar-gambar. Beliau memandang sekali ke arah gambar-gambarnya. Maka selesai dari shalatnya, beliau bersabda, "Bawalah khamishahku ini kepada Abu Jahm [2] dan datangkan untukku anbijaniyyah[3]-nya Abu Jahm [4], karena khamishah ini hampir menyibukkanku dari shalatku tadi [5]." Hisyam bin Urwah berkata dari bapaknya dari Aisyah, "Nabi ﷺ bersabda, 'Ketika sedang shalat tadi aku sempat melihat ke gambarnya, maka aku khawatir gambar ini akan melalaikan/menggodaku [6]." (HR. Al-Bukhari no. 373 dan Muslim no. 1239)_ ---------------------------- [1] Khamishah adalah pakaian tipis bersegi empat terbuat dari wol. (Syarhu Az-Zarqani ‘ala Muwaththa’ Al-Imam Malik, 1/289). Dalam At-Tahmid (3/306) disebutkan, khamishah adalah pakaian tipis terkadang bergambar dan terkadang tanpa gambar, bisa jadi warnanya putih bergambar, atau kuning, merah, dan hitam. Khamishah ini termasuk pakaian para pembesar/bangsawan Arab. [2] Namanya Ubaidullah. Adapula yang mengatakan namanya 'Amir bin Hudzaifah Al-Qurasyi Al-'Adawi, sahabat Rasulullah ﷺ yang masyhur. (Fathul Bari 1/626, Al Minhaj 5/69) [3] Anbajaniyyah adalah pakaian yang tebal tidak bergambar. [4] Rasulullah ﷺ menyuruh sahabatnya untuk mengirim khamishahnya kepada Abu Jahm radhiyallahu ‘anhu, karena Abu Jahm yang menghadiahkannya kepada beliau, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Al-Imam Malik rahimahullah dalam kitabnya Al-Muwaththa' (bab 58, hadits no. 216) dari jalan lain dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: "Abu Jahm bin Hudzaifah menghadiahkan kepada Rasulullah ﷺ sebuah khamishah Syamiyyah yang bergambar. Rasulullah pun mengenakannya dan mengerjakan shalat dalam keadaan memakai pakaian tersebut. Tatkala selesai dari shalatnya, beliau bersabda, "Kembalikanlah khamishah ini kepada Abu Jahm, karena ketika shalat aku sempat melihat gambarnya dan hampir-hampir gambarnya memfitnahku (menggodaku)." [5] Ibnu Baththal rahimahullah berkata, "Rasulullah ﷺ meminta pakaian yang lain kepada Abu Jahm agar Abu Jahm tahu bahwa beliau tidak menolak hadiahnya karena meremehkannya." (Fathul Bari, 1/626) [6] Dengan demikian Rasulullah ﷺ tidak sampai terlalaikan dari shalat beliau karena godaan yang beliau khawatirkan tidak terjadi namun hampir saja terjadi. (Syarhu Az-Zarqani 'ala Muwathth’ Al-Imam Malik, 1/289) ---------------------------- Jika dalam perkara pakaian yang bermotif yang tidak sampai pada tingkat gambar makhluk bernyawa ataupun tulisan itu mengganggu orang yang paling khusyu' shalatnya yaitu Rasulullah ﷺ, lalu bagaimana dengan selain beliau?. Kita yang lebih rentan dan lebih mungkin terganggu. Maka tentang hal ini disebutkan oleh Al Imam Abdul Ghani Al-Maqdisi didalam kitab Umdahtul Ahkam pada bab: Al-Khusyu' bis shalat. Dan bukan bermakna kita mengharamkan seluruhnya, ini merupakan salah satu usaha dan upaya kita agar beroleh khusyu'. Rasulullah ﷺ sangat memperhatikan khusyu'nya dalam shalat, seperti dalam hadits, ✏ _Dari 'Aisyah, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,_ لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ _"Tidak ada shalat ketika makanan telah dihidangkan, begitu pula tidak ada shalat bagi yang menahan (kencing atau buang air besar)." (HR. Muslim no. 560)._ Para ulama menyebutkan makna makanan adalah makanan yang sangat ia ingin memakannya, sehingga ia terpikir/terbayang tentangnya. Begitupula selainnya yang membuat tidak khusyu', misalnya: di arah kiblat ada tulisan-tulisan, ini tidak disukai dan tidak disetujui oleh para ulama. Kalau dikatakan: "di Masjidil Haram ada tulisan begini dan begini", itu bukanlah dalil. Para ulamapun telah mengingatkan, namun itu adalah kewenangan di antara pengurus dan penguasa. Namun mana yang lebih afdhol dan tidak mengganggu, bahkan sampai dengan tingkat Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu ketika dia memerintahkan pembangunan masjid. Beliau mengatakan, ”Lindungilah orang-orang dari tampias hujan. Janganlah kamu mewarnai (dinding masjid) dengan warna merah atau kuning sehingga dapat menimbulkan fitnah." Sehingga ketika shalat memandang di depannya ornamen dan ukirannya bagus sekali, apalagi di arah kiblat ada kolam, air mancur, ikan dan kura-kuranya. Maka tolak ukur kebaikan dan kemajuan masjid bukan pada hal-hal yang semacam ini, meski terlihat "wah" dan "maju". Lihatlah pada apa yang disebutkan oleh para ulama, seperti dalam kitab Fadhlu Ilmis Salaf alal Khalaf (Keutamaan ilmu pendahulu kita/salaf dibandingkan ilmu orang belakangan). Lihat juga kitab Ishlaahul Masaajid. Terlihat indah, megah, sebagian bahkan menjadi tempat wisata, orang datang cuma foto-foto karena disebabkan masjidnya bagus, namun ketika dikumandangkan adzan, mereka malah pergi. Apalagi sampai tingkat maksiat, yang bukan mahromnya foto pre weddings, foto disini, disitu... subhanallah... Ada sebagian ulama menulis khusus tentang bab khusyu' pada shalat, maka kami himbau untuk membaca sebuah Kutaib karya Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah Ta'ala tersebut, yang berjudul Al-Khusyu' fi As-Shalah. Seberapapun seseorang shalat dan berusaha khusyu' kita tidak akan bisa 100% khusyu'. Tetap saja godaan dari luar maupun dalam menggoda dan membuat kita kurang khusyu', dan ingatlah hal pertama yang akan dicabut dari umat ini adalah khusyu'nya. ✏ _Dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,_ أَوَّلُ شَيْئٍ يُرْفَعُ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ الْخُشُوْعُ حَتَّى لاَ تَرَى فِيْهَا خَاشِعاً _"Pertama kali yang akan dicabut pada umat ini adalah khusyu' sampai engkau tidak akan melihat lagi ada orang yang khusyu'. "(HR. Ath Thabrani dalam Al Kabir dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani)_ Sehingga orang shalat, alhamdulillah masih, namun tidak ada khusyu'nya. Orang membimbing haji dan umroh namun tidak ada khusyu'nya, riya/ingin dipuji, ingin ini dan itu. Betapa banyak seseorang memandikan, menggali kuburan, mengangkatkan, menghantarkan dan menguburkan jenazah sambil tertawa-tawa dan tidak mengambil ibrah. Oleh karena itu barangsiapa mempelajari dan mengusahakan khusyu' dalam shalat, semoga dalam ibadah selain shalat dan bahkan dalam hidupnya diberi taufik oleh Allah dan juga demikian diberikan khusyu' padanya. Seberapapun orang khusyu' pasti ada kekurangan dalam shalat kita, mungkin ragu-ragu dalam shalatnya, kelebihan atau kekurangan bacaan atau gerakan yang bukan tingkat rukun; maka masih bisa diperbaiki dengan sujud syahwi dan tetap sah shalatnya. _Shalat yang agung ini, kita memohon kepada Allah agar menyikapi kita dengan ampunannya. Shalat yang agung ini tiap kita pada pada shalatnya selalu terdapat kekurangan, maka adakah disana hal yang dapat memperbaiki dari luar?, beliau mengatakan: "ada". Yaitu Shalat-shalat sunnah rawatib, yang seluruhnya berjumlah 12 rakaat. 4 rakaat sebelum dhuhur, 2 rakaat setelah zhuhur, 2 rakaat setelah maghrib, 2 rakaat setelah isya' dan 2 rakaat sebelum fajar/shubuh._ ✏ *Dalil pertama,* _Hadits dari Ummu Habibah radhiyallahu Ta'ala 'anha, Rasulullah ﷺ bersabda,_ مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلَّا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ _Tidaklah seorang muslim shalat karena Allah setiap hari dua belas raka'at shalat sunnah, bukan wajib, kecuali akan Allah membangun untuknya sebuah rumah di surga. (HR. Muslim, kitab Shalat al-Musafir wa Qashruha, Bab: Fadhlus-Sunan ar-Ratibah Qablal-Fara-idh wa Ba'daha, no. 1199)_ ✏ *Dalil kedua,* _Dari Ummu Habibah radhiyallahu Ta'ala 'anha, Rasulullah ﷺ bersabda,_ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ _Rasulullah ﷺ bersabda, "Barangsiapa yang shalat dua belas raka'at maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di surga; empat raka'at sebelum Zhuhur dan dua raka'at setelahnya, dua raka'at setalah Maghrib, dua raka'at sesudah 'Isya, dan dua raka'at sebelum shalat Subuh'." (HR. Tirmidzi)_ Dalam riwayat lain disebutkan dengan lafazh, مَنْ ثَابَرَ عَلَى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بَنَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ _Barangsiapa yang terus-menerus melakukan shalat dua belas raka'at, maka Allah membangunkan baginya sebuah rumah di surga. (HR An-Nasa’i no. 1804 dan dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa'i (Lihat no. 1804, 261 dan 1696)_ _Dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhu,_ فِظْتُ مِنَ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم عَشْرَ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِى بَيْتِهِ ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ فِى بَيْتِهِ ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الصُّبْحِ _"Aku menghafal dari Nabi ﷺ sepuluh raka'at (sunnah rawatib), yaitu dua raka'at sebelum Zhuhur, dua raka'at sesudah Zhuhur, dua raka'at sesudah Maghrib, dua raka'at sesudah 'Isya, dan dua raka'at sebelum Shubuh." (HR. Bukhari no. 1180)_ ✏ *Dalil ketiga,* _Dari 'Amru bin Aus radhiyallahu 'anhu_ حَدَّثَنِي عَنْبَسَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ بِحَدِيثٍ يَتَسَارُّ إِلَيْهِ قَالَ سَمِعْتُ أُمَّ حَبِيبَةَ تَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ قَالَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ عَنْبَسَةُ فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ أُمِّ حَبِيبَةَ وَقَالَ عَمْرُو بْنُ أَوْسٍ مَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ عَنْبَسَةَ وَقَالَ النُّعْمَانُ بْنُ سَالِمٍ مَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ عَمْرِو بْنِ أَوْسٍ حَدَّثَنِي أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ حَدَّثَنَا دَاوُدُ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ سَالِمٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مَنْ صَلَّى فِي يَوْمٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ سَجْدَةً تَطَوُّعًا بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ _Telah menceritakan kepadaku Anbasah bin Abu Sufyan ketika sakitnya yang menyebabkan dia meninggal, dengan hadits yang membuatnya gembira. Beliau berkata; aku mendengar Ummu Habibah mengatakan; aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, "Barangsiapa shalat dua belas rakaat sehari semalam, maka akan dibangunkan baginya sebuah rumah di surga." Ummu Habibah berkata; Maka aku tidak akan meninggalkan dua belas rakaat itu semenjak aku mendengarnya dari Rasulullah ﷺ. Dan Anbasah juga berkata; "Maka aku tidak akan meninggalkannya semenjak aku mendengarnya dari Ummu Habibah. Dan 'Amru bin Aus juga berkata; "Aku tidak akan meninggalkannya semenjak aku mendengarnya dari Anbasah. Nu'man bin Salim juga berkata; "Aku tidak akan meninggalkannya semenjak aku mendengarnya dari 'Amru bin Aus. Telah menceritakan kepadaku Abu Ghassan Al Misma'i telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al Mufadldlal telah menceritakan kepada kami Dawud dari Nu'man bin Salim dengan sanad seperti ini; "Siapa yang shalat sunnah dua belas raka'at dalam sehari, maka akan dibangunkan baginya rumah di dalam surga." (HR. Muslim No.1198)._ Adapun shalat Ashar tidak ada shalat sunnah sebelumnya (rawatib). Disini Syaikh mengatakan "Tidak sebelumnya (tidak ada qabliyah ashr) dan tidak setelahnya (tidak ada ba'diyah ashr)", kecuali qadha'. Adapun shalat sunnah sebelum Ashar para ulama berbeda pendapat, ada yang merajihkannya dan ada yang tidak. Yang mengisyaratkan ada, dengan dalil sebagai berikut: ✏ _Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu,_ أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ رَحِمَ اللهُ امْرَأً صَلَى قَبْلَ الْعَصْرِ اَرْبَعًا _Sesungguhnya Nabi ﷺ, beliau bersabda, "Semoga Allah merahmati seseorang yang shalat sebelum Ashar empat rakaat ." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi, dihasankan oleh syaikh Al Albani)._ hadits ini sendiri dibicarakan sanadnya oleh para ulama dan diperselisihkan tentang kesahihannya. Ada yang mengatakan haditsnya tidak shahih, karena pada sanadnya ada rawi yang bernama Muhammad ibnu muslim ibnu Mihran, meskipun ia oleh Ibnu Hibban dimasukkan di dalam "as-tsiqat", tetap ia dinyatakan yukhti' (suka salah dalam periwayatan). Wallaahu a'lam. Ibnul Qayyim mengatakan bahwa tidak ada yang shahih dari perbuatan Nabi ﷺ bahwa beliau pernah melakukan empat rakaat sebelum Ashar. As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah Ta'ala berkata, "Tidak ada sunnah rawatib sebelum dan sesudah shalat Ashar, namun disunnahkan shalat mutlak sebelum shalat Ashar". (Majmu' Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/343) ✏ _Rasulullah ﷺ bersabda,_ بين كل أذانين صلاة ، بين كل أذانين صلاة” وقال في الثالثة : “لمن شاء _"Di setiap 2 adzan terdapat shalat, di setiap 2 adzan terdapat shalat, beliau berkata yang ketiga kalinya: bagi siapa yang menginginkan untuk melakukannya". (HR. Al-Bukhari no. 627, Muslim no. 828)._ _Apabila anda shalat (sunnah rawatib 12 raka'at) dalam sehari, bahwasanya Allah akan membangunkan untukmu sebuah rumah di jannah yang rumah tersebut tidak akan berubah, tidak akan rusak, tidak ada cacat dan kurangnya. Sebagaimana pula ketika engkau memasukinya tidak akan rusak, tidak akan mati, tidak akan engkau sakit, tidak akan engkau berpaling darinya. Kalau engkau sudah masuk kedalamnya. Kita mohon kepada Allah agar kita termasuk kedalam ahlinya maka engkau akan kekal didalamnya selama-lamanya. Allah Maha besar, maka sekarang jika anda ingin membangun rumah di dunia tidak akan sempurna dan selesai pembangunannya dalam sehari. Tidak akan sempurna mungkin setahun atau enam bulan sesuai dengan bangunan yang dikehendaki itupun setelah capek dan letih. Itupun disertai dengan problema/permasalahan dengan para pekerja, pegawai ataupun kontraktornya demikian pula dengan cacatnya bangunan, sampai dikatakan benahi yang ini dan yang itu, berikan ubinnya merk fulani, tempelkan yang ini dan yang itu dan kalau sudah terbangun rumahnya itupun rentan adanya kesalahan dan juga berpotensi adanya bahaya hancur/rubuh karena gempa/angin, mungkin terbakar dan semisalnya. Dan kalaupun sudah selesai terbangunnya bangunan sempurna maka bisa jadi orangnya yang pergi atau mati._ _Akan tetapi sangat disayangkan qalbu-qalbu kita lebih menyukai yang disegerakan daripada yang abadi, sebagaimana firman Allah,_ كَلَّا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ (٢٠) وَتَذَرُونَ الْآخِرَةَ (٢١) _Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia, dan meninggalkan (kehidupan) akhirat (QS. Al-Qiyamah 20-21)_ _Maka jagalah sunnah-sunnah rawatib yang dua belas raka'at ini wahai saudaraku, untuk engkau mendapatkan rumah di jannah. Jagalah wahai saudaraku dan jika engkau kehilangan dan terlewatkan shalat-shalat sunnah ini atau kehilangan shalat qabliyah maka lakukanlah shalatmu setelah shalat wajib, karena Nabi ﷺ pernah meng-qadha' shalat-shalat sunnah rawatib._ ✏ _Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,_ مَنْ لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ فَلْيُصَلِّهِمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ الشَّمْسُ _"Barangsiapa yang tidak shalat dua raka'at sebelum Shubuh, maka hendaklah ia shalat setelah terbitnya matahari." (HR. Tirmidzi no. 423, Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini)_ ✏ _Dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha,_ أن النبي صلى الله عليه وسلم قضى الركعتين اللتين بعد الظهر بعد صلاة العصر لما شغله ناس من بني عبد القيس _"Nabi ﷺ mengqadha' dua raka'at setelah Zhuhur dilakukan setelah 'Ashar. Beliau melakukan demikian karena beliau sibuk mengurus urusan Bani 'Abdil Qois" (HR. Al-Bukhari 2/260, bab 33 dan Muslim no. 1377)_ ✏ _Dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anha,_ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا لَمْ يُصَلِّ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ صَلاَّهُنَّ بَعْدَهُ _"Jika Nabi ﷺ tidak mengerjakan shalat rawatib 4 raka' at sebelum Zhuhur, beliau melakukannya setelah shalat Zhuhur." (HR. Tirmidzi no. 426. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)_ ✏ _Dari Abu Sa'id Al Khudri radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,_ مَنْ نَامَ عَنِ الْوِتْرِ أَوْ نَسِيَهُ فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَ وَإِذَا اسْتَيْقَظَ _"Barangsiapa yang ketiduran dan terlewat shalat witir atau lupa mengerjakannya, maka kerjakanlah shalat tersebut ketika ingat atau ketika terbangun." (HR. Tirmidzi no. 465 dan Ibnu Majah no. 1188. Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini)_ _Allah jadikan shalat sunnah rawatib dua belas raka'at ini mengiringi shalat-shalat fardhu, untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangannya. Karena shalat-shalat fardhu kita tersebut ada padanya cacat dan kekurangan. Shalat-shalat sunnah rawatib ini akan menyempurnakan shalat fardhu tersebut. Dan ini termasuk rahmat dan kasih sayang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan seandainya bukan karena Allah mensyariatkan shalat-shalat sunnah tersebut untuk kita dan kita mengerjakan shalat-shalat rawatib ini tanpa adanya syariat dari Allah, tentulah hal itu masuk dalam bab bid'ah._ _Dan di antara shalat-shalat sunnah rawatib muakkadah dari dua belas raka'at ini yang paling ditekankan adalah shalat sunnah fajr (sebelum shubuh), karena khusus shalat qabliyah sebelum shubuh Rasulullah ﷺ senantiasa menjaga dan tidak pernah meninggalkannya, baik dalam keadaan beliau muqim ataupun safar. Adapun shalat-shalat rawatib sunnah yang lainnya qabliyah-ba'diyah zhuhur, ba'diyah maghrib, ba'diyah 'isya, nabi tidak mengerjakan shalat tersebut pada saat safarnya, namun rasul ﷺ menjaganya di saat muqimnya._ _Catatan penting:_ _Dan yang lebih utama, anda mengerjakan shalat-shalat sunnah rawatib di tempat tinggal anda apabila anda memilikinya._ ✏ _Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,_ عَلَيْكُمْ بِالصَلَاةِ فِيْ بُيُوْتِكُمْ ، فَإِنَّ خَيْرَ صَلَاةِ المَرْءِ فِيْ بَيْتِهِ إلَّا الصَلَاةَ المَكْتُوْبَةَ _"Hendaknya kalian mengerjakan salat di rumah-rumah kalian, karena sesungguhnya sebaik-baik salat seseorang adalah di rumahnya, kecuali salat maktubah (Fardhu)" (HR. Al-Bukhari no.5672 dan Muslim no. 781)_ ✏ _Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi ﷺ bersabda,_ لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِى تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ _"Janganlah jadikan rumah kalian seperti kuburan karena setan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat Al Baqarah."(HR. Muslim no. 1860)_ ✏ _Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda,_ اجْعَلُوا فِى بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ ، وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا _"Jadikanlah rumah kalian sebagai tempat shalat kalian. Janganlah jadikan rumah kalian seperti kuburan." (HR. Al Bukhari no. 432, 1187, Muslim no. 777)_ _Bahkan itu bila anda kerjakan di rumah lebih utama daripada shalat di Masjidil Haram, meskipun tempat tinggal yang ia tinggali adalah sifatnya menyewa/kontrak, karena sabda Nabi ﷺ seutama-utama shalat seseorang di rumahnya kecuali shalat wajib. Dan yang bersabda adalah Nabi ﷺ dan yang beliau juga pernah bersabda,_ صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ _"Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih baik dari 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram." (HR. Bukhari no. 1190 dan Muslim no. 1394)_ _Nabi ﷺ tahu keutamaan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, namun ada keadaan tertentu yang lebih utama dalam perkara tersebut. Oleh karena itu Nabi menerapkan konsekwensi dari hadits-hadits ini dalam praktik amal beliau. Adalah dahulu Nabi ﷺ mengerjakan shalat-shalat sunnah di rumahnya, padahal rumah beliau sangat dekat dengan masjid, beliau tidak memberatkan diri untuk keluar dari kamarnya untuk menuju masjid dan shalat didalamnya. Namun beliau shalat dirumahnya. Kalau begitu, jika anda sedang berada di Makkah untuk menunaikan umrah ataupun Haji atau selainnya, dan anda menginginkan melaksanakan shalat sunnah, maka sesungguhnya melaksanakan shalat sunnah di rumah tempat tinggal anda meskipun menyewa/mengontrak adalah lebih utama dibandingkan anda mengerjakannya di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi. Tetapi boleh seandainya anda pergi ke Masjidil Haram atau Masjid Nabawi, shalat padanya Tahiyyatul Masjid sebelum ditegakkan iqamah andapun berbekal dari kebaikan karena shalat di Masjidil Haram lebih utama dari 100 ribu kali shalat pada masjid selainnya._ Pengecualian bagi makmum, sebagian ulama mengatakan lebih utama bagi makmum untuk datang ke masjid untuk shalat khusus qabliyah sambil menunggu imam datang. Karena yang Rasulullah ﷺ lakukan adalah beliau sebagai imam, sedangkan para sahabat selaku makmum melakukan shalat tersebut di masjid sembari menunggu ditegakkannya shalat berjama'ah. Wallaahu a'lam bis shawaab.
Download MP3

101. pertemuan 104 diantara hikmah shalat sunnah rawatib

📅 25/04/17 📝 Di antara hikmah dari shalat rawatib adalah memperbaiki kekurangan-kekurangan pada shalat fardhu, sebagaimana telah disebutkan didalam hadits, ✏️ _Rasulullah ﷺ bersabda,_ إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ _"Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab dari seorang hamba adalah shalatnya. Apabila bagus maka ia telah beruntung dan sukses. Bila rusak maka ia telah rugi dan menyesal. Apabila ada kekurangan sedikit dari shalat wajibnya maka Allah 'Azza wa Jalla berfirman: "Lihatlah, apakah hamba-Ku itu memiliki shalat tathawwu' (shalat sunnah)?" Lalu shalat wajibnya yang kurang tersebut disempurnakan dengannya, kemudian seluruh amalannya diberlakukan demikian." (HR. At-Tirmidzi no. 413 dan Ibnu Majah no. 1425. Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami' Ash-Shagir no. 2020)_ Sebelum kita masuk ke dalam permasalahan ini, kita mengingatkan... Dalam rangka menjaga kesempurnaan shalat-shalat kita, seseorang tidak hanya disyariatkan serta dituntut untuk melakukan shalat wajib, namun ia harus memperhatikan juga tentang baik/tidaknya serta sah/tidaknya shalat tersebut, maka ia harus memperhatikan rukun-rukun dan syarat-syaratnya karena barang siapa kehilangan satu rukun atau syarat maka tidaklah sah shalatnya. Seperti tidak sah wudhunya, maka tidak sah shalatnya, dia tidak membaca Takbiratul Ihram meskipun mengangkat tangan dan sedekap, maka shalatnyapun tidak sah. Maka seseorang mempelajari, ini semua dalam rangka menjaga kesempurnaan dan baiknya shalat kita khususnya shalat Fardhu. Begitupula tentang khusyu'nya. Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Syaikh Utsaimin, tidaklah beliau ketahui sesuatu yang lebih penting setelah mengamalkan sifat shalat secara lahiriyah (gerakan dan bacaannya) sesuai dengan sifat shalat Nabi ﷺ selain daripada khusyu' di dalam shalat. Hal ini mencontoh Rasul ﷺ dari sisi shifat shalat secara bathin. ✏️ _Secara global hendaknya kita memperhatikan akan adanya hal-hal yang dapat mengganggu dan mengurangi kesempurnaan shalat-shalat kita sebelum memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Sehingga kita dapat menjaga dan mencegah terjadinya ketidak-khusyu'an._ Seperti ketika kita berjamaah haruslah meluruskan dan merapatkan shaff, demikian pula dengan melakukan hal-hal yang dapat mendorong kekhusyu'an, seperti mempelajari bahasa Arab agar bisa memahami bacaan Imam sehingga lebih khusyu' dan tidak capek. Begitupula sebaliknya. Berusaha menjauhkan dan menghindarkan hal-hal yang dapat mengganggu kekhusyu'an. Seperti ketika makanan sudah dihidangkan, Rasulullah ﷺ perintahkan, لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ _"Tidak ada shalat ketika makanan telah dihidangkan, begitu pula tidak ada shalat bagi yang menahan (kencing atau buang air besar)."_ Begitupula Rasulullah ﷺ pernah mengembalikan khamishah bermotif. Nabi ﷺ shalat mengenakan khamishah yang memiliki corak/gambar-gambar. Beliau memandang sekali ke arah gambar-gambarnya. Maka selesai dari shalatnya, beliau bersabda, "Bawalah khamishahku ini kepada Abu Jahm dan datangkan untukku anbijaniyyahnya Abu Jahm, karena khamishah ini hampir menyibukkanku dari shalatku tadi, Ketika sedang shalat tadi aku sempat melihat ke gambarnya, maka aku khawatir gambar ini akan melalaikan/menggodaku." Begitupula kami ingatkan untuk menjaga dari hal-hal yang dapat mengganggu kekhusyu'an shalat kita maupun shalat orang-orang di samping kita atau jama'ah di masjid. Seperti bunyi Telephon Seluler/HP, ini bukan hanya mengganggu, kalau seseorang Tafrith/meremehkan dan menggampangkan dalam hal tersebut, rutin sering kali berbunyi apalagi dengan nada lagu di dalam masjid, banyak para ulama mengatakan bahwa hal ini teranggap maksiat dan melanggar larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menelantarkan hak-hak masjid dan adab-adabnya. Begitupula dalam shalat, tidak hanya mengganggu dirinya tetapi juga orang lain. Begitupula membawa anak kecil. Di dalam islam, membawa anak kecil ini bukan mutlak dilarang, bahkan tidak dilarang selama tidak mengganggu jama'ah. Namun Islam menuntunkan yang terbaik, paling sempurna dan sikap pertengahan/washatiyah. Dimana sebagian melihat/mengambil sebagian dalil namun tidak melihat/membuang yang lainnya. Namun semestinya dijamak, dikompromikan. ✏ Sebagian orang tidak mau sama sekali membawa anak kecil ke masjid dengan berpegang pada hadits, جَنِّبُوْا مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ وَمَجَانِيْنِكُمْ… _Jauhkanlah masjid-masjid kalian (dari) anak-anak kecil dan orang-orang gila… (HR. Ibnu Majah, at-Thabarani, dinyatakan oleh al-Munawy bahwa hadits tersebut dhaif jiddan/sangat lemah dalam atTaysiir bi syarhil Jaami’is shaghiir (1/990))_ ✏ Sebagian yang lain, bermudah-mudahan membawa anak kecil, "Siapa bilang tidak boleh?, bukankah ketika Rasulullah ﷺ ketika sujud pernah dinaiki cucunya?" ✍ _Abdullah bin Syaddad radhiyallahu 'anhu meriwayatkan dari ayahnya,_ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ إِحْدَى صَلاَتَيِ الْعِشَاءِ وَهُوَ حَامِل حَسَناً أَوْ حسَيْناً فَتَقَدَّمَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَهُ ثُمَّ كَبَّرَ لِلصَّلاَةِ فَصَلَّى فَسَجَدَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلاَتِهِ سَجْدَةً أَطَالَهَا قَالَ أَبِيْ فَرَفَعْتُ رَأْسِيْ وَإِذَا الصَّبِيُّ عَلَى ظَهْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ سَاجِد فَرَجَعْتُ إِلَى سُجُوْدِيْ فَلَمَّا قَضَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلاَةَ قَالَ النَّاسُ يَا رسول الله إِنَكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلاَتِكَ سَجْدَة أَطَّلْتَهَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْر أَوْ أَنَّهُ يُوْحَى إِلَيْكَ قَالَ كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِن ابْنِي ارْتَحَلَنِيْ فَكَرَهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ "Rasulullah ﷺ menemui kami saat hendak mengerjakan salah satu shalat malam (yaitu maghrib atau 'isya) sambil membawa Hasan atau Husain. Rasulullah ﷺ maju dan meletakkan cucunya tersebut lalu mengucapkan takbiratul-ihram dan memulai shalat. Di tengah shalat, beliau sujud cukup lama". Ayahku berkata: "Maka aku mengangkat kepala, lalu tampaklah cucu beliau yang masih kecil itu sedang bermain di atas punggung beliau, sedangkan beliau tetap sujud. Maka akupun sujud kembali. Setelah selesai shalat, para shahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, engkau sujud terlalu lama di tengah-tengah shalat tadi, sehingga kami mengira telah terjadi sesuatu, atau engkau sedang menerima wahyu". Rasulullah ﷺ: "Semua dugaan kalian tidaklah terjadi. Akan tetapi cucuku ini sedang naik ke punggungku seperti sedang menunggang kendaraan. Aku tidak ingin menyudahinya sampai ia benar-benar berhenti sendiri" (HR. An-Nasa'i dalam Ash-Shughraa no. 1141; shahih)_ ✍ _Dari Abu Qotadah al-Anshari radhiyallahu 'anhu,_ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِي الْعَاصِ وَهِيَ ابْنَةُ زَيْنَبَ بِنْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَاتِقِهِ فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا وَإِذَا رَفَعَ مِنْ السُّجُودِ أَعَادَهَا _"Aku melihat Nabi ﷺ sedang mengimami manusia dan Umamah binti Zainab binti Rasulillah ﷺ, putri dari Abul 'Ash bin Rabi'ah (digendong) di atas pundaknya. Apabila beliau rukuk, maka beliau meletakkannya, dan apabila beliau akan berdiri dari sujud, maka beliau kembali (menggendongnya)" (HR. Bukhari no. 494 dan Muslim no. 543; Lafadh Muslim)._ ✍ _Dari Buraidah radhiyallahu 'anhu,_ خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَقْبَلَ الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَلَيْهِمَا قَمِيصَانِ أَحْمَرَانِ يَعْثُرَانِ وَيَقُومَانِ. فَنَزَلَ فَأَخَذَهُمَا فَصَعِدَ بِهِمَا الْمِنْبَرَ ثُمَّ قَالَ: صَدَقَ اللَّهُ: { إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ }. رَأَيْتُ هَذَيْنِ فَلَمْ أَصْبِرْ ثُمَّ أَخَذَ فِي الْخُطْبَةِ _"Rasulullah ﷺ pernah berkhutbah di tengah-tengah kami, lalu tiba-tiba Hasan dan Husain radhiyallahu 'anhuma datang dengan mengenakan baju berwarna merah. Keduanya terjatuh lalu berdiri kembali. Melihat hal itu, Rasulullah ﷺ turun dari mimbar lalu menggendong keduanya lalu membawa keduanya ke atas mimbar. Kemudian beliau bersabda, "Maha benar Allah atas firman-Nya, "Sesungguhnya harta-harta kalian dan anak-anak kalian hanyalah ujian." (QS. At-Taghabun: 15). Aku melihat lucunya kedua anak ini sampai aku tidak sabar untuk segera menggendongnya." Setelah itu beliau ﷺ baru memulai khutbahnya.” (HR. Abu Daud no. 109, Ibnu Majah no. 3590, dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami' no. 3757)_ Yang benar di dalam bab ini ada perincian dan sikap pertengahan, boleh-boleh saja ketika ada hajat dan keperluan mendesak untuk membawa anak di bawah tujuh tahun atau belum mumayyiz, asal jangan sampai anaknya mengganggu jama'ah masjid dan jangan dia jadikan kebiasaan. Berbeda dengan kejadian ar-Rasul ﷺ menggendong cucunya, sujud dinaiki cucunya, khutbah menggendong cucunya dan ini bukan menunjukkan rutinitas. Wallaahu a'lam. Terlebih lagi rumah Rasulullah ﷺ ada di dekat masjid. Terkadang yang namanya anak-anak, sudah dijaga namun lari dan ikut masuk ke dalam masjid, sedangkan kamar Rasul ﷺ ada disamping masjid, jendela kamar 'Aisyah bisa dibuka dan melihat ke dalam masjid, menempel dengan masjid. Maka bukan bermakna seseorang menggampang-gampangkan anaknya dibawa terus, lebih-lebih yang dapat mengganggu jama'ah lain. Syaikh melanjutkan, _Ada permasalahan disini, "apakah shalat-shalat sunnah rawatib memiliki surat-surat tertentu yang dibaca padanya?", jawabnya: "Adapun shalat sunnah Fajr/Qabla shubuh ini memiliki bacaan tertentu, pada raka'at pertama surat Al-Kafirun dan pada raka'at kedua adalah surat Al-Ikhlas atau diganti dengan cuplikan sebagian ayat, yaitu ayat 136 dari surat Al-Baqarah dan rakaat kedua ayat ke 64 dari surat Ali Imran."_ Raka'at pertama surat Al-Baqarah ayat 136, قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ _Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (QS. Al-Baqarah: 136)_ Raka'at kedua surat Ali Imran ayat 64, قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ فَإِن تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ _Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. Ali Imran: 64)_ _"Apakah yang ini (Surat Al-Kafirun dan Surat Al-Ikhlas) ataukah yang itu (Al-Baqarah: 136 dan Ali Imran: 64)?". Ini sunnah, untuk dibaca dishalat sunnah sebelum shubuh. Maka sunnahnya engkau terkadang membaca surat Al-Kafirun pada raka'at pertama dan surat Al-Ikhlas pada raka'at kedua; dan terkadang engkau membaca surat Al-Baqarah ayat 136 pada raka'at pertama dan surat Ali Imran ayat 64 pada raka'at kedua. Inilah yang paling utama untuk anda baca, Ini dibangun diatas qaidah yang telah kami isyaratkan sebelumnya yaitu: "bahwasanya segala bentuk ibadah yang beragam, maka sunnahnya seseorang melakukan semua dari berbagai macam bentuk-bentuk yang shahih dari Rasulullah ﷺ."_ _Adapun shalat-shalat sunnah rawatib yang lain (selain shalat sunnah Fajr/qabla shubuh), maka tidak memiliki bacaan surat tertentu kecuali shalat rawatib maghrib (shalat sunnah ba'da maghrib). Disebutkan, disunnahkan membaca pada raka'at pertama surat Al-Kafirun dan pada raka'at kedua adalah surat Al-Ikhlas._ _Faedah: Sesungguhnya shalat sunnah Qabliyah Shubuh ini teristimewakan dibandingkan dengan shalat-shalat rawatib atau shalat-shalat sunnah selainnya dengan beberapa perkara._ _Kekhususan yang pertama, bahwasanya mempunyai bacaan khusus surat tertentu_ _Kekhususan yang kedua, disyariatkan untuk diringankan dan tidak diberatkan (diperpanjang) sampai-sampai 'Aisyah radhiyallahu 'anha mengatakan,_ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ فَيُخَفِّفُ حَتَّى إِنِّى أَقُولُ هَلْ قَرَأَ فِيهِمَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ _"Rasulullah ﷺ dahulu shalat sunnah fajar (qabliyah shubuh) dengan diperingan. Sampai aku mengatakan apakah beliau di dua raka'at tersebut membaca Al-Fatihah?" (HR. Muslim no. 724)."_ _Oleh karenanya ketika ada seseorang yang bertanya, "Apakah kalian lebih menyukai jika aku shalat sunnah fajr?, untuk aku perpanjang tasbihnya di saat ruku' maupun sujud, aku perpanjang membaca doanya dan aku perpanjang bacaan suratku?". Maka kami jawab: orang yang melakukan shalat sunnah tersebut dengan ringan adalah masih lebih utama dibandingkan yang membaca panjang, karena Rasulullah ﷺ melakukan hal itu. (وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad ﷺ._ _Saya menyaksikan diantara saudara-saudara kita yang mereka suka kebaikan, beramal shalih, shalat-shalat sunnah. Aku dapati mereka memberat-beratkan dirinya atau memperberat pada shalat sunnah Fajr, dan tidak diragukan mereka menginginkan tambahan kebaikan, akan tetapi yang lebih baik dari itu semua adalah mencocoki sunnah meskipun lebih sedikit_ ✍ _Sebagaimana ucapan shahabat Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu,_ الْإِقْتِصَادُ فِي السُّنَّةِ أَحْسَنُ مِنَ الْاِجْتِهَادِ فِي الْبِدْعَةِ _Sederhana di dalam sunnah adalah lebih baik dibandingkan bersungguh-sungguh di dalam bid’ah (riwayat al-Hakim)._ _Kekhususan yang ketiga, bahwasanya shalat yang satu ini dilakukan baik di saat muqim ataupun di saat safar._ ✍ _'Aisyah radhiyallahu 'anha menceritakan sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari,_ ..... وَلَمْ يَكُنْ يَدَعْهُمَا أَبَدًا _..... Nabi ﷺ tidak pernah meninggalkan dua rakaat tersebut selamanya (HR. Bukhari no. 1159)_ ✍ _dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha,_ لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَيْءٍ مِنْ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى رَكْعَتَيْ الْفَجْر _Nabi ﷺ tidaklah melakukan satu shalat sunnah pun yang lebih beliau jaga dalam melaksanakannya melebihi dua rakaat shalat sunnah subuh." (HR. Al-Bukhari no. 1093 dan Muslim no. 1191)_ Baik di saat muqim di Madinah, maupun saat beliau safar keluar dari Madinah, Rasul ﷺ tidak pernah meninggalkannya. _Adapun shalat-shalat sunnah rawatib selain shalat sunnah fajr ini, tidak dilakukan/dikerjakan disaat safar yaitu shalat rawatib zhuhur (ba'diyah ataupun qabliyah), rawatib maghrib (ba'diyah), maupun rawatib 'Isya (ba'diyah). Maka tiga rawatib ini tidak engkau kerjakan saat engkau safar._ _Adapun shalat-shalat SUNNAH/ Nafilah yang lain seperti shalat Witir, shalat Tahajud atau Qiyamul Lail, shalat Dhuha, shalat Tahiyatul masjid, shalat Istikharah, shalat Istisqa', shalat Khusuf/Kusuf -kalau kita katakan itu sunnah-, maka dikerjakan saat safar_ _Kekhususan yang keempat, bahwasanya shalat Fajar/qabliyah Shubuh ini adalah yang paling besar pahalanya._ ✍ _Nabi ﷺ bersabda,_ رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا _"Dua rakaat shalat sunnah Subuh lebih baik daripada dunia dan seluruh isinya." (HR. Muslim no. 725)._ _Dunia sejak dahulu diciptakan sampai dengan hari kiamat kelak dengan semua yang pernah ada di dalamnya dengan segala macam perhiasannya yang indah padanya masih kalah dibandingkan dengan shalat dua rakaat sebelum Shubuh. Karena balasan yang dipersiapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala itu abadi di jannah nanti. Sementara dunia seberapapun besar keindahan dan kenikmatannya adalah fana, akan rusak dan tidak abadi._ Dan kalaupun yang kita miliki belum rusak mungkin kita yang bosan padanya. Orang lainpun dengki dan iri. Adapun dijannah, وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَىٰ سُرُرٍ مُّتَقَابِلِينَ _Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan (QS. Al-Hijr: 47)_ _Dan ini mengharuskan kita untuk selalu bersemangat mengerjakan dua rakaat sebelum shubuh ini semampu kita. (bukan bermakna rawatib yang lain kita sepelekan). Hendaknya kita mengerjakan shalat sunnah qabliyah ini yakni sebelum shalat shubuh. Adapun ketika kita masuk masjid sementara imam sudah mulai masuk pada shalat fardhu Shubuh berjama'ah, maka janganlah kita melakukan shalat qabliyah shubuh._ ✍ _dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,_ إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَلَا صَلَاةَ إِلَّا الْمَكْتُوبَةُ _"Apabila sudah dikumandangkan iqamah, maka tidak ada lagi shalat selain shalat wajib." (HR. Muslim no. 710)_ Di sana ada perincian dari para ulama seberapa batasnya, ada yang mengatakan yaitu saat iqamah dikumandangkan maka berhenti, ada yang mengatakan selama masih mendapatkan Takbiratul Ihramnya imam maka silahkan ia lanjutkan dengan waktu yang sedikit tersisa. Adapun ia baru memulai atau masih banyak kurangnya atau jauh berakhirnya, sementara sudah di-iqamati dan Imam sudah akan memulai shalat shubuh, maka kita tidak meneruskannya. _Namun hendaknya kita kerjakan ba'da shalat fardhu Shubuh. Tidak boleh menyengaja menunaikan shalat sunnah Fajar ini setelah Shubuh dalam keadaan mampu untuk mengerjakannya sebelum shalat Shubuh. Hanya saja, bila ternyata dia ketiduran atau tiba-tiba terbangun sudah menjelang iqamah maka ia lakukan shalat Fajarnya ba'da shalat shubuh dalam rangka qadha' dan bukan ada'._ ✍ _Dari Qais bin Qahd radhiyallahu 'anhu,_ أَنَّهُ صَلَّى مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ الصُّبْحَ ، وَلَمْ يَكُنْ رَكَعَ رَكْعَتَي الْفَجْرِ ، فَلَمَّا سَلَّمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ؛ سَلَّمَ مَعَهُ ، ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَي الْفَجْرِ ، وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ ، فَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ عَلَيْهِ _Bahwasanya ia shalat Shubuh bersama Rasulullah ﷺ dan belum melakukan shalat sunnah dua rakaat qabliyah Shubuh. Ketika Rasulullah ﷺ telah salam maka ia pun salam bersama beliau, kemudian ia bangkit dan melakukan shalat dua rakaat qabliyah Shubuh dan Rasulullah ﷺ melihat perbuatan tersebut dan tidak mengingkarinya. (HR. At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi: 1/133)_ _Atau mengqadha'nya setelah matahari meninggi setinggi tombak (dan ini yang lebih baik)_ ✍ _dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,_ مَنْ لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَي الْفَجْرِ ؛ فَلْيُصَلِّهُمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ الشَّمْسُ _"Barangsiapa yang belum shalat sunnah dua rakaat Subuh maka hendaknya melakukannya setelah terbit matahari". (HR. At-Tirmidzi no. 424, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi: 1/133)_ _Kekhususan yang kelima; bahwasanya banyak dari kalangan para ulama ahli ilmu mengatakan, "Semestinya disunnahkan ketika seseorang sudah menyelesaikan shalat sunnah sebelum Shubuh hendaknya ia membaringkan badannya ringan sejenak di atas sisi badan samping sebelah kanannya, "Mengapa?". Karena dahulu Rasulullah ﷺ melakukannya._ ✍ _dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha,_ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا سَكَتَ اْلمُؤَذّنُ بِاْلأُوْلَى مِنْ صَلاَةِ اْلفَجْرِ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيْفَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ اْلفَجْرِ بَعْدَ اَنْ يَسْتَبِيْنَ اْلفَجْرُ ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقّهِ اْلاَيْمَنِ حَتَّى يَأْتِيَهُ اْلمُؤَذّنُ لِلإِقَامَةِ _"Apabila muadzin telah selesai adzan untuk shalat subuh, maka Rasulullah ﷺ sebelum shalat subuh, beliau shalat ringan lebih dahulu dua rakaat sesudah terbit fajar. Setelah itu beliau berbaring pada sisi lambung kanan beliau sampai datang muadzin kepada beliau untuk iqamat shalat subuh." (HR. Bukhari no. 590)_
Download MP3

1 komentar untuk "🎧 Sifat Shalat - Ustadz Muhammad Higa (101 audio)"

بسم الله الرحمن الرحيم ِ