🎧 Dharuratul Ihtimam bis Sunanin Nabawiyyah - Ustadz Muhammad Higa (15 audio)
Daftar Isi [Lihat]
Download Kitab Dharuratul Ihtimam bis Sunanin Nabawiyyah
Karya: Syaikh Abdussalam bin Barjas rahimahullahDownload PDF Kitab
Simak Audio Kajian Kitab Dharuratul Ihtimam bis Sunanin Nabawiyyah
Download Audio Kajian Kitab Dharuratul Ihtimam bis Sunanin Nabawiyyah
Pemateri: al Ustadz Muhammad Higa hafizhahullahLokasi: Masjid Nurul Hujjaj, Jl. Imogiri Barat, Wojo, Bangunharjo, Bantul
Sumber: t.me/taklim
Download seluruh file sekaligus (15 MP3-Kapasitas 130,60 MB)
Download Kumpulan MP3 (ZIP)
1. pertemuan ke 1: pentingnya aqidah
📅 16/01/17 📝 Banyak sekali dalil yang menunjukkan pentingnya perkara aqidah selain dari perkara fiqh. ☝️ Bahkan Aqidah itu sendiri termasuk dari Fiqh, dimana para ulama terdahulu menyebut Aqidah sebagai Al Fiqh Al Akbar, fiqih besar. Sekian banyak hadits Rasul sahallallaah alaihi wa sallam juga menunjukkan urgensi aqidah, baik dari sikap beliau maupun ucapan beliau; di antaranya yaitu bahwa perkara yang akan ditanya di alam barzah, kemudian di alam kebangkitan pada Hari Kiamat di hadapan Allaah. Iman dengan keenam rukunnya pun berkaitan dengan aqidah, bahkan rukun islam yg berupa amalan dzahir diawali dengan aqidah yaitu syahadatain. ضرورة الاهتمام بالسنن النبوية Dharuratul Ihtimam Bissunanin Nabawiyyah atau Penting/mendesaknya urgensi mementingkan dan memperhatikan sunah-sunah nabi. Di masa kini, kita sangat butuh bimbingan kitab para ulama terdahulu, dan juga yang semasa dengan kita, dari situ diharapkan kita bisa terbimbing oleh para ulama, tentang apa yang kita hadapi dan yang menimpa saat ini Sudah menjadi perkara yang tidak tersembunyi lagi bagi setiap muslim yang berjalan di atas muka bumi di masa ini, mengenai apa yg dihadapi oleh kaum muslimin berupa kelemahan yang menyusup masuk ke semua bidang dari sisi-sisi kehidupan kaum muslimin, baik bidang politik, ekonomi atau yang selainnya. Dan sungguh banyak orang yang berusaha memperbaiki perkara, maka mereka melakukan penelitian, terlebih lagi untuk memberikan solusi dan membersihkan dari kemungkaran yang merasuk ke tengah kaum, mereka pun berusaha memurnikan kembali agama Islam. Hanya saja untuk mengatasi fenomena permasalahan ini banyak jalan berbeda, sehingga mereka terpecah-pecah, (mengikuti manhaj mereka dan firqoh-firqoh mereka) dan bukan perkara yang diragukan, bahwasannya yang menimpa kaum muslimin akibat dua perkara yaitu: jauh dari agama (jahil) dan terjerumusnya mereka dalam syahwat yang diharamkan Lalu bagaimanakah solusi yang semestinya kita tempuh? Simak pembahasan berikutnya... Catatan pada rekaman pertama ada ayat yg keliru; فإنهم لا يعلمون الحق فهم معرضون yang benar: بل أكثرهم لا يعلمون الحق فهم معرضون "Bahkan disebabkan karena kebanyakan mereka tidak mengetahui kebenaran, maka mereka pun berpaling..".Download MP3
2. pertemuan ke 2: kelemahan yang menimpa kaum muslimin karena sebab jauhnya mereka dari agama
📅 23/01/17 📝 Pertemuan lalu sudah disebutkan sebagian dari muqaddimah beliau, kemudian beliau menyebutkan yang maknanya bahwasannya tidak tersembunyi lagi bagi setiap muslim akan adanya fenomena kelemahan dari banyak sisi dari umat islam yg sangat disayangkan. Mengapa disebut seperti ini?, Karena Rasulullah ﷺ pernah menyebutkan dalam sebuah hadits: Dari AbuHurairah Radhiyallaahu anhu, bahwasanya Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jika ada seseorang berkata, “orang banyak (sekarang ini) sudah rusak, maka orang yang berkata itu sendiri yang paling rusak di antara mereka.” (HR. Muslim). Kecuali disebutkan: maka sungguh sangat disayangkan keadaan yang demikian. Oleh karena itu para ulama sering menyebutkan, maka kelemahan yang sering menimpa umat islam sangat disayangkan yaitu menjadikan termasukinya, tersusupinya pemikiran atau berbagai macam pengaruh dari luar dari segala sisi-sisi kehidupan mereka, politiknya, ekonominya, sehingga tidak lagi dikenali dibidang syar'i, ekonomi yang sesuai syariah, begitu pula dalam perkara yang lain. Sementara dalam masalah ibadahpun tidak jarang dijumpai amaliyah-amaliyah yang tuntunannya tidak datang tuntunannya dari al Islam, tidak disebutkan oleh Al Qur'an tidak pula disebutkan dari as sunnah, lebih-lebih dari perkara selain ibadah. Demikian pula berkaitan dengan aqidah, masuk ideologi-ideologi, pemikiran - pemikiran yang katanya ideologi berawal/berasal dari ide - ide, sementara islam sesungguhnya merupakan wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, bukan pemikiran, bukan ide dari Nabi Muhammad ﷺ. Maka menyikapi berbagai macam kelemahan tersebut, banyak orang yang telah berniat baik memperhati untuk berusaha memperbaiki, namun disisi yang lain ketika hendak memperbaiki keadaan kelemahan tersebut : "Sesungguhnya jalan-jalan mereka dan metode merekapun beraneka ragam, sehingga mereka terbenamkan ketika hendak mengobati kelemahan tersebut. Ketika mereka hendak mencabut atau mengobati penyakitnya berbeda-beda cara mereka hendak mengobati dan itu merupakan rentetan konsekuensi dari perbedaan manhaj mereka, perbedaan ideologi kelompok-kelompok dan golongan mereka. Bahwasannya tidak diragukan lagi apa yang menimpa kaum muslimin ini adalah dengan sebab jauhnya mereka dari agama mereka (sangat disayangkan), ataupun karena banyak tenggelam dalam syahwat yang diharomkan. Apakah karena jahil (belum tahu) sehingga melakukannya, karena: tidak tahu ilmu agama, tidak tahu hukumnya, sehingga dilanggar yang menurutnya bukan pelanggaran, karena jauh dari kajian dan pelajaran agama, banyak yang ia tidak ketahui kalau itu haram. Sehingga terjatuh dalam banyak pelanggaran yang terjadi adalah hal biasa. Bahkan ketika ada yang mengingkarinya justru itu yang dianggap aneh (dulu sudah biasa seperti ini) jauh dari perkara agama. Sehingga karena kejahilan tersebut terkadang menjadikan seseorang tidak memegangi kebenaran bahkan memusuhi kebenaran. Sebab diantara penyimpangan, menjauh dari kebenaran itu banyak. Salahsatu sebab terbesarnya adalah al jahl (karena kejahilan), karena ketidaktahuan dan بل أكثرهم لا يعلمون الكق فهم معرضون "Bahkan kebanyakan mereka tidak mengetahui kebenaran, sehingga akhirnyapun mereka berpaling". Bahkan karena kebanyakan mereka disebabkan karena kebanyakan orang, tidak mengilmui, tidak mengetahui kebenaran itu maka akhirnyapun mereka berpaling. Mereka tidak suka, mereka meninggalkannya bahkan mereka memusuhinya karena tidak tahu. Rasulullah ﷺ ketika beliau ditentang, ditolak dakwahnya oleh kaumnya, bahkan sampai pernah beliau ditawari malaikat penjaga gunung untuk ditimpakan kepada mereka segera adzab. Ketika dakwah dithaif pulang, diejek anak-anak kecil dilempari batu, maka Allah mengijinkan malaikat penjaga gunung untuk menawari Rasulullah ﷺ, untuk menimpakan dua gunung yang besar/dua bukit yang didekat makah. Namun Rasulullah ﷺ menolaknya, "Tidak, bahkan aku berharap Allah kelak akan keluarkan diantara tulang sulbi mereka, keturunan yang mereka mau beribadah kepada Allah (nanti... , kalau tidak sekarang bapak-bapaknya, anak keturunannya ada yang beribadah kepada Allah). Ibnul Qayyim pernah menyebutkan bahwa setiap orang yang mengikuti dakwah nabi dan rasul, pasti mereka akan mengalami rintangan, pasti mengalami cacian, cemoohan dan semisalnya. Karena kebanyakan mereka tidak mengetahui/belum mengetahui kebenaran maka merekapun berpaling memusuhi, tidak suka karena tidak tahu. Tabiat manusia, apa yang sama, mirip maka dia cocok dan apa yang berbeda dengannya maka ia tidak suka. Kita dilarang tasyabbuh, menyerupai kuffar (ciri-ciri pada kuffar) karena itu ada keterkaitan dengan hati, kesamaan dalam hal dzahir yang menjadi ciri "mereka" akan menimbulkan sedikit atau banyak simpati, kecocokan, sehingga dikhawatirkan akan menyeret kepada hal yang tadi. Sebaliknya, orang yang tidak cocok, tidak sama, menjadikan tidak merespon, tidak suka (ini kok beda) itu wajar. Terkadang ini semua disebabkan oleh kejahilan. Nabi shallallahu alaihi wa sallam mendoakan kaumnya "Ya Allah ampunilah kaumku, sebab mereka sesungguhnya hanyalah belum tahu". Banyak tenggelam dalam syahwat yang diharamkan. Terkadang seseorang sudah tahu hukum tetapi terlampau dalam dia berkutat dengan syahwat yang diharamkan, terkadang sebagian tau ini haram tetapi tetap ia lakukan. Sebagian tahu ini dan itu tidak boleh, tetapi karena itu sudah menjadi kebiasaan tabi'atnya, hawa nafsunya, kepentingannya, ambisinya, maka diapun tidak mau mengikuti Al Haq. Maka dua sebab ini merupakan sebab besar yang menjadikan kelemahan pada umat ini. Sekalipun keadaannya demikian, dan memang demikian, maka Rasulullah ﷺ telah menjelaskan kepada kita apa penyakitnya. Dan nabipun mensifati kepada kita apa obatnya yang tidak lagi menyisakan celah dan tempat bagi setiap orang yang berakal untuk berbeda ataupun masih berselisih ketika rasul telah menyebutkan jalan keluarnya. Ada penyakitnya (kelemahan tersebut) dan rasul telah menyebutkan obatnya. Maka bagi orang yang berakal, wajibnya untuk mengikuti bimbingan dari Rasulullah ﷺ. Rasul sampai dengan mengajarkan adab buang hajat, apalagi bab-bab yang lebih besar, maka sesuai dengan hadits ini, rasul telah mensifati bahwasannya nanti umat ini akan mengalami kelemahan, tetapi disisi lain Rasulullahpun telah menyebutkan obat dan solusinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُـمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَيَنْزِعُهُ شَيْئٌ حَتَّى تَرْجِعُواْ إِلَى دِيْنِكُمْ. “Apabila kalian melakukan jual beli dengan cara ‘inah, berpegang pada ekor sapi, kalian ridha dengan hasil tanaman dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan membuat kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak ada sesuatu pun yang mampu mencabut kehinaan tersebut (dari kalian) sampai kalian kembali kepada agama kalian.” [HR. Abu Dawud dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma]. Yahudi dahulu dilarang memancing dihari sabtu (hari raya mereka), dikitab terdahulu, dihari raya mereka, diharuskan meliburkan semua amalan tidak boleh ada kegiatan kecuali ibadah. Yahudi hari sabtu dan nashara hari ahad tidak boleh melakukan kerja. Di negara Israil (ulama mengingatkan, tidak sepantasnya kita menyebut negara mereka dengan negara israil, karena israil adalah nama nabi Ya'kub A'laihissalam. Yang bermasalah sekarang adalah Bani Israil/anak keturunan israil) pada hari sabtu bila masih ada yang bekerja maka dilempari batu dan harus sepi dan orang tidak boleh bekerja. Dan dulu Allah sebutkan dalam Al Qur'an tentang kaum yang Allah kutuk menjadi kera-kera yang hina sebabnya mereka dulu dilarang bekerja dihari raya mereka dan dilarang menangkap ikan. Maka mereka memasang jaring mereka dimalam sabtu dan mereka panen dihari ahad, sehingga ketika diingatkan, mereka berkata: kami tidak bekerja, kami dirumah hari sabtu, tetapi mereka telah memasang jala. Mereka mencari cara/'inah untuk menentang syariat. Mereka dikutuk dan dilaknat menjadi kera-kera hina. 'Inah merupakan contoh jual beli menuju riba. Bahkan sebagian ulama tegas mengatakannya sebagai salah satu jenis riba. Dinamakan jual beli dengan ‘inah karena orang yang membeli barang dengan cara menangguhkan pembayarannya, mengambil uang dari si penjual dengan kontan (‘iinan), tetapi uang yang ia terima lebih sedikit dari apa yang ia beli sebelumnya. Dengan demikian, ia harus melunasi harga barang (yang ia beli dengan cara ditangguhkan) apabila telah sampai waktunya. Jual beli ini hukumnya haram menurut jumhur ulama. Contoh jual beli ‘Inah: seseorang membeli sebuah mobil dengan maksud ingin menjual kembali mobil tersebut kepada si penjual agar ia bisa memanfaatkan harga yang didapat. Lalu si penjual membeli kembali mobil tersebut darinya dengan harga yang lebih sedikit, namun dibayar dengan cara kontan, dan hal itu dilakukan atas dasar kesepakatan dengannya. Gambaran jelasnya seperti contoh berikut: Ia membeli mobil dengan harga 120 juta dengan cara pembayarannya ditangguhkan (dihutang), kemudian si penjual membeli kembali mobil tersebut darinya dengan harga yang lebih sedikit, namun pembayarannya dilakukan di tempat transaksi (dengan membayar kontan). Si penjual menyerahkan harga mobil kepada si pembeli dengan kesepakatan bersama. Jual beli seperti ini adalah jual beli ‘inah yang diharamkan. Namun, pada hakikatnya si pembeli berhak menjual kembali mobil tersebut kepada si penjual ataupun kepada yang lainnya walaupun dengan harga yang lebih rendah, dengan syarat ia tidak melakukan kesepakatan dengannya untuk melakukan hal tersebut. Tentang jual beli ‘inah, Imam Ahmad, Imam Malik dan Imam Abu Hanifah mengharamkannya, apalagi yang riba terang-terangan. Sementara Imam Syafi'i dinukilkan beliau menganggapnya makruh. Hanya saja, apakah makruh di sini "karahiyah tahrim (haram)" atau "karahiyah tanziih (makruh)", butuh dirujuk kembali. Qaidah penting: -Setiap yang Allah syariatkan pasti ada mashlahat bagi kita, dan yang setiap Allah larang dan haramkan, itu pasti ada mafsadatnya. -Maka setiap yang Allah syariatkan pasti terkandung hikmah di dalamnya, hanya saja kadang kita tidak tahu apa hikmah di baliknya. Kadang orang menakut-nakuti dari maksiat dengan akibat di dunia, padahal semestinya yang lebih layak dikawatirkan adalah adzab akhirat. Seringkali orang ditakut-takuti dari zina dengan terjangkitnya penyakit AIDS/HIV dan sebagainya, padahal seberat-berat siksa dunia tak sebanding dengan siksaan di akhirat, wal'iyaadzu billaah. Dan apabila kalian telah menghalalkan riba dan kalian telah mengambil ekor-ekor sapi dan kalian ridho dengan pertanian kalian namun kalian tinggalkan jihad. Jihad dalam bentuknya: a. Jihad umum: Jihad melawan hawa nafsu (setiap yang masih hidup berusaha melawan godaan setiap hari syahwat dan syubhat), jihad melawan syaitan, jihad melawan munafiqin, jihad melawan kuffar. b. Jihad khusus: Jihad dengan senjata, Jihad dengan hujjah/penjelasan/ilmu. Perang pemikiran dan pemikiran-pemikiran yang muncul dari ide dilawan dengan wahyu. Jika demikian keadaan kalian kata Rasulullah ﷺ niscaya Allah akan timpakan kepada kalian kehinaan (disepelekan/diinjak-injak/dipermainkan/digiring kesana kemari/diadu domba), Allah tidak akan mencabut kehinaan tadi sampai kalian kembali pada agama kalian. Imam Malik berkata: لا يَصْلُحُ آخِرُ هَذِهِ اْلأمَّةِ إِلا بِمَا صَلُحَ بِهِ أَوَّلُهَا "Tidaklah baik umat akhir ini melainkan dengan apa yang telah menjadi baik pada awal umat ini". Tidak ada seorangpun yang menanam tanaman atau ia menanam satu bibit kemudian dia tumbuh dan dimakan tanaman tersebut oleh hewan ataupun manusia kecuali ia dapat sedekahnya, pahalanya mengalir terus dari tap daun dan buahnya. Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: "Kami pernah bersama Rasulullah ﷺ dalam suatu perjalanan, kemudian beliau beranjak menunaikan hajatnya. Lalu kami melihat seekor burung dengan dua anaknya, kemudian kami mengambil dua anak burung tersebut. Induk burung tersebut datang sambil mengepak-ngepakkan sayapnya kemudian Nabi ﷺ datang sambil bertanya: "Siapa yang telah membuat sedih burung ini dengan mengambil anaknya?" Kembalikan lagi anaknya" (HR. Abu Dawud 2675, Shohih Abi Dawud 2329). Dari abu Ayyub, ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: مَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الْوَالِدَةِ وَوَلَدِهَا فَرَّقَ اللَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَحِبَّتِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ Barangsiapa yang memisahkan antara induk dengan anaknya maka Allah akan memisahkan antara dia dengan orang-orang yang dicintainya pada hari kiamat (HR. At Tirmidzi 1283, tahqiq syaikh Albani: hasan). بدأ الإسلام غريباً وسيعود غريباً كما بدأ فطوبى للغرباء “Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing” Ulama menjamak dalam perkara pertanian: Pertanian kalau diharapkan untuk diambil manfaatnya maka itu akan menjadi ibadah, disisi lain kalau orang ridha dengan pertaniannya sibuk dengan sawahnya datang adzan cuek, sibuk dengan ladangnya maka ini yang mendapat ancaman. حدثنا عبد الرحمن بن إبراهيم الدمشقي حدثنا بشر بن بكر حدثنا ابن جابر حدثني أبو عبد السلام عن ثوبان قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يوشك الأمم أن تداعى عليكم كما تداعى الأكلة إلى قصعتها فقال قائل ومن قلة نحن يومئذ قال بل أنتم يومئذ كثير ولكنكم غثاء كغثاء السيل ولينزعن الله من صدور عدوكم المهابة منكم وليقذفن الله في قلوبكم الوهن فقال قائل يا رسول الله وما الوهن قال حب الدنيا وكراهية الموت Rasulullah ﷺ bersabda: Akan tiba suatu masa nanti umat Islam ini akan diperebutkan seperti makanan yang ada di meja makan, sehingga sahabat yang mendengar menjadi kaget dan bertanya ya Rasulullah Apakah nanti kita merupakan umat yang sedikit wahai Rasulullah sampai diperebutkan seperti itu? Kemudian Rasulullah mengatakan tidak, justru kalian nanti mayoritas, tetapi kalian itu tidak ubahnya seperti buih di lautan. Allah cabut dari dada musuh musuh kalian rasa takut kepada kalian dan ditimpakan ke dalam dada-dada kalian, kemudian di dalam dada-dada kalian akan ada satu penyakit yaitu Al-wahhan, kemudian sahabat bertanya apakah Al-Wahhan itu? Rasulullah mengatakan Wahhan adalah cinta dunia dan takut mati. Rasul shallallaah alaihi wa sallam menyampaikan wahyu Allah apa yang terjadi dan apa obatnya juga, maka jalan keluar yaitu kembali pada syariat Allah, mempelajari dan mengamalkannya dan akan dicabut kehinaan tersebut. Dan sungguh ini telah dipersaksikan dalam Al Qur'an dalam banyak tempat. Dan seandainya ahlul kitab yahudi dan nashara mau beriman dan bertaqwa pastilah akan dihapus dosa-dosa mereka, dan kami akan masukkan ke surganya Allah jannah yang penuh dengan kenikmatan dan seandainya mereka mau menegakkan taurat dengan injil sebenar-benarnya dan mau mengikuti apa yang diturunkan oleh Rabb mereka pastilah mereka akan diberi makan dari arah atas (buah-buahan) ataupun dari bawah (minyak) mereka.Download MP3
3. pertemuan ke 3: kehinaan yang menimpa kaum muslimin karena sebab meninggalkan agama dan mendahulukan akal mereka dalam mencari solusinya
📅 30/01/17 📝 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُـمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَيَنْزِعُهُ شَيْئٌ حَتَّى تَرْجِعُواْ إِلَى دِيْنِكُمْ. “Apabila kalian melakukan jual beli dengan cara ‘inah, berpegang pada ekor sapi, kalian ridha dengan hasil tanaman dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan membuat kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak ada sesuatu pun yang mampu mencabut kehinaan tersebut (dari kalian) sampai kalian kembali kepada agama kalian.” [HR. Abu Dawud dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma]. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Jihad sebagaimana ibadah lainnya, ada aturannya, ada syarat dan ketentuannya. Sebagian yang terlalu bersemangat tanpa ilmu sehingga ia menganggap suatu perbuatan sebagai jihad, tetapi itu bukan jihad. Sebagian lagi tanpa ilmu kemudian menolak dan antipati dengan Al jihad. Islam sebenarnya tidaklah melarang pertanian, bahkan dalam sebuah hadits; Rasulullah ﷺ mendorong untuk seseorang mau bertanam dan bercocok tanam yang pahalanya akan mengalir kepadanya. ما من مسلم يغرس غرسا أو يزرع زرعا فيأكل منه طير أو إنسان أو بهيمة إلا كان له به صدقة "Tidaklah seorang muslim menanam satu tanaman, lalu dimakan dari tanamannya itu oleh burung atau orang ataupun hewan ternak, kecuali setiap tanamannya yang dimakannya bernilai sedekah baginya". Muttafaqun 'alaih. Umar bin khattab Radliyallaahu anhu mengatakan yang maknanya; seandainya besok aku mati dan ada bibit tanaman yang belum aku tanam, aku pasti akan menanamnya. Hanya saja syahidnya; jangan sampai pertanian dan bercocok-tanamnya itu melalaikan pelakunya dari menjalankan agama Allah. Sehingga ia dengar adzan namun tak peduli, tetap sibuk di ladangnya, sawahnya. Maka ini yang tercela, begitu pula pada setiap perkara dunia lainnya. Ia olahraga, namun melewatkan waktu shalat. Demikian seterusnya. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Syaikh -penulis kitab- mengatakan: "Bersamaan dengan jelasnya perkara ini, namun sangat disayangkan ada sebagian orang yang bahkan menisbatkan diri kepada dakwah berpaling dari memecahkan solusi yang jelas ini. Mereka justru ridha dengan apa yang dituntun oleh akal/ide mereka yang pendek. Mereka kembali kepada pemikiran-pemikiran mereka yang merugi..". Mereka justru mendahulukan ra'yu (pemikiran) mereka, daripada mengikuti bimbingan Rasul alaihis shalaatu wa sallam. Mereka ingin mencari solusi menurut cara mereka masing-masing. *Padahal, Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah telah membuat permisalan tentang akal dan wahyu itu seperti; matahari dan mata kita. Kita butuh keduanya, seberapapun keadaan mata kita: sehat, jelas dan bisa melihat, tajam pandangan mata kita, tetapi bila tidak ada sinar matahari yang menerangi maka tidak bisa melihat, sebaliknya; jika matahari itu jelas atau sinar lampu sangat terangnya akan tetapi bila mata kita buta maka juga kita tidak akan bisa melihat. Maka kita butuh dua-duanya. Jika janganlah kita menyandarkan diri kepada akal-akal kita, pemikiran-pemikiran thariqat/tokoh masing-masing, tidak mau kembali kepada Al Qur'an dan hadits dengan pemahaman para shahabat dan yang mengikuti jalan mereka, yang selalu kita minta: اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ "Tunjukilah kami jalan yang lurus". -Jalan siapa? صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ "(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka". -Siapakah mereka? Allah sebutkan di dalam ayat yang lain: وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا "Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya". Jalan para Nabi, shiddiiqiin, syuhada dan jalannya orang shalih: -termasuk pertama-tama di sini yaitu: jalannya sahabat Abu Bakr as-Shiddiiq, juga sahabat 'Umar, 'Utsman dan 'Ali yang mereka bertiga syahid terbunuh. -juga jalannya para ulama robbaniyun yang mengamalkan ilmu mereka, ulama yang melandasi fatwa mereka dengan Qur'an dan hadits (mereka sangat perhatian dengan shahih bukhari, muslim, kutubush sittah, bahkan lebih dari itu). Dari ‘Ali bin Abi Tholib, Rasulullah ﷺ bersabda, لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ. “Seandainya agama itu dengan logika semata, maka tentu bagian bawah khuf lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya. Namun sungguh aku sendiri telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas khufnya.” (HR. Abu Daud no. 162. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih) -Kita yakin, setiap yang Allah syariatkan kepada rasulNya, pastilah mengandung hikmah. Dan tidak bisa disamakan dengan yang lain, sebab ini wahyu, bukan ide (pemikiran orang). Diriwayatkan dari Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu: “Hati-hati kalian dari pemuja akal karena mereka adalah musuh-musuh As Sunnah. Amat berat bagi mereka untuk menghafal hadits sehingga mereka berkata dengan apa yang dihasilkan oleh akalnya, akhirnya mereka tersesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Lalikai 1/23, Al-Faqih wal Mutafaqqih karya Al-Baghdadi 1/180, dan Ibnu Abdul Bar di dalam kitab Al Jami’, 274) Al-Imam Ahmad rahimahullahu berkata kepada sebagian muridnya: “Hati-hati engkau, (jangan) mengucapkan satu masalah pun (dalam agama) yang engkau tidak memiliki imam (salaf) dalam masalah tersebut". Berkata Al Imam Al Barbahari Rahimahullahu Ta’ala dalam kitab beliau "Syarhus Sunnah": واعلم رحمك الله أن الدين إنما جاء من قبل الله تبارك وتعالى لم يوضع على عقول الرجال وآرائهم وعلمه عند الله وعند رسوله فلا تتبع شيئا بهواك فتمرق من الدين فتخرج من الإسلام فإنه لا حجة لك فقد بين رسول الله صلى الله عليه وسلم لأمته السنة وأوضحها لأصحابه وهم الجماعة وهم السواد الأعظم والسواد الأعظم الحق وأهله فمن خالف أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم في شيء من أمر الدين فقد كفر "Dan ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya agama ini datang dari sisi Allah tabaaraka wa ta'aala, tidak diletakkan di atas akal maupun pemikiran seseorang. Ilmunya di sisi Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu’alaihi wasallam, maka janganlah sekali-kali kamu mengikuti sesuatu dengan hawa nafsumu...". ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Penulis mengatakan: "Maka merekapun (karena beralih kepada akal-akal dan pemikiran mereka) ingin membenahi kaum muslimin dengan cara yang tidak Allah Subhanahu wa ta’ala syariatkan, dan tidak pula Rasulullah ﷺ mengajarkannya". Bid'ah kadang-kadang niatnya baik, tetapi agama kita mensyaratkan: -ikhlas beribadah hanya untuk Allah dan; -mengikuti tata cara rasulullah ﷺ. "..maka akibat kesudahan urusan mereka hanyalah penyesalan dan kerugian, akhir dari perjalanan mereka adalah kekecewaan, dan Allah tidak akan memperbaiki suatu keadaan, dengan amal dan cara-cara perbuatan yang rusak". Niat baik, maka caranya juga harus baik. Jangan kebathilan dilawan dengan kebathilan yang lain, kezhaliman dihadapi dengan kezhaliman lain. Penulis mengatakan: "Dan termasuk dari apa yang diada-adakan oleh mereka-mereka yang menisbatkan diri kepada dakwah -namun enggan membenahi kaum muslimin dengan cara dan tuntunan Rasulullah ﷺ-, diantara mereka: kelompok-kelompok pergerakan yang kacau, sementara mereka membawa dan menampakkan bendera sunnah yang suci". Membawa, seakan petunjuk Nabi ﷺ, namun mereka membuat-buat perkara baru dan ingin mencari solusi dengan cara-cara mereka sendiri (baik dalam buletin-buletin, koran maupun pergerakan mereka). Penulis melanjutkan: "Dimana.... , mereka menganggap sikap perhatian terhadap ajaran Nabi ﷺ pada semua sisi-sisinya, justru menjadi penghalang di antara penghalang-penghalang pembenahan kaum muslimin, menjadi penghalang untuk mengeluarkan umat dari kubangan kelemahan. Maka datang dari kitab mereka, muhadoroh dan buku pelajaran mereka, menetapkan pemikiran yang aneh (menganggap kurang pentingnya belajar shifat shalat, berwudhu, hukum2 haid dan nifas, dll), terkadang mereka sebut dengan cara terang-terangan dan terkadang dengan isyarat. Tungku yang ketiga, mereka lakukan atas nama cemburu, membela sunnah, membela agama dan menjaga waktu kaum muslimin". Ini faktanya, mereka menjuluki ulama hadits, ulama kita, dengan julukan-julukan buruk seperti; "ulama pemerintah", "intelejen", ulama seputar sarung, ulama haid dan nifas, dsb. Akhirnya umat menjauh dari ulamanya dan justru beralih kepada mereka. Suatu saat mereka akan mencaci maki dan menjelek-jelekkan orang yang: perhatian, mempelajari, mengamalkan serta menjaga sunnah. Dengan alasan itu membuat memecah belah kaum muslimin. Mereka berlebih-lebihan dalam menanggapi fiqih nyata yang teraktual dan terkini. Mereka menganggap hal tersebut yang paling urgent untuk muslimin dan sadar atau tidak, mereka palingkan masyarakat dari ilmu syar'i dan sunnah. Padahal istrinya butuh tahu masalah "darah"nya, apalagi itu terkait dengan hukum shalat dan puasanya juga. Namun mereka mengalihkan perhatian umat dengan majalah-majalah, koran-koran dan berita politik. Yang terpuji menurut mereka adalah orang yang paling mengikuti berita umat terkini, dan orang yang paling tercela di sisi mereka adalah orang yang tekun mempelajari as-Sunnah. Bukan berarti mempelajari sunnah kemudian tak peduli dengan kondisi umat terkini dsb, para ulama kita pun menyediakan sebagian waktu telponnya untuk menjawab dan memberikan fatwa-fatwa untuk umat seluruh penjuru negeri. Tapi apa perlu tenggelam dalam berita-berita dan yang ada di koran-koran yang penulisnya saja tak jelas,dibuat inisial, sementara Allah memperingatkan: يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقُُ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti”. [Al Hujurat : 6]. Sementara mereka menyandarkan hanya kepada berita-berita tersebut, yang belum tentu benar, sebagian ingin melariskan koran dan majalahnya dengan membuat berita-berita yang fantastis (menarik dan memprovokasi). Syaikh mengatakan: "Maka ketika keluar dan muncul kelompok-kelompok seperti ini tadi menghadang sunnah (meskipun membawa nama sunnah), dan banyak dari orang yang kami pandang termasuk "yang paling pencemburu" terhadap agama dan sunnah, merekapun tak tahu hakekat kepalsuannya, maka aku mohon pertolongan Allah dan aku tulis kitab ini...". Syaikh menyampaikan keprihatinan beliau, ketika terjadi fenomena ini (pergerakan "perbaikan" atas nama agama), namun tidak dipahami hakekatnya bahkan oleh sebagian saudara kita ahlussunnah,karena dasyatnya pencitraan, maka beliau dan para ulama memperingatkan akan penyimpangan ahli bid'ah. Inilah mengapa kita jumpai kitab2 bantahan para ulama terhadap ahli bid'ah lebih banyak dibandingkan bantahan terhadap orang kafir asli dan ahli kitab, karena hal itu lebih samar di keumuman orang. Bahkan, di antara bermacam ahli bid'ah pun berbeda-beda tingkat kesamarannya. Al Khawarij terang-terangan dalam dakwah mereka, sehingga dalam hal ini terkadang lebih jelas hakekat penyimpangannya. Namun ketika "gerakan" mereka dibungkus dengan syiar-syiar Islam dan pembelaan terhadap agama Allah, sehingga banyak para pemuda terbawa... maka ulama pun juga bangkit menjelaskan penyimpangannya. Itupun, mereka dengan kejelasannya, masih membuat kesamaran dengan bungkusnya. Apalagi, sebagian kelompok seperti Syiah, lebih samar lagi bagi orang, karena mereka punya sandiwara dalam dakwah/taqiyyah. Namun disayangkan, tatkala peringatan para ulama ini tak lagi didengar dan diperhatikan, bahkan dituduh yang tidak-tidak. Padahal ketika orang diperingatkan dalam urusan dunia saja; agar hati-hati dari bengkel A, atau dari penjual tomat B, atau dari dokter C, mereka berterimakasih & memaklumi, tetapi ketika diingatkan agar hati-hati dari dai A, dari khatib B atau tokoh kelompok C, maka mereka langsung menolak dan menuduhnya sebagai pemecah-belah umat. Syaikh mengatakan: "Aku tulis risalahku ini, dengan mengharap dari Allah Subhanahu wa ta’aalaa agar menjadikannya ikhlas dan menjadikan manfaatnya merata. Dan ringkasan dari apa yang aku inginkan untuk aku sampaikan kepada pembaca yang budiman dalam risalahku ini yaitu peringatan tentang pentingnya memperhatikan sunnah-sunnah nabi ﷺ, baik dengan mempelajarinya, mengamalkannya, mengajari dan membimbing umat. Karena sesungguhnya tempat bersembunyinya kelemahan umat, tidak lain datang kecuali karena kelancangan menjauh dari agama Allah, wajib maupun sunnahnya. Maka jalan yang benar untuk mencabut masalah ini adalah dengan kita kembali kepada agama kita. Semangat untuk mengamalkan dan mendakwahkan seluruhnya, sebagaimana Allah berfirman: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan” (QS. Al Baqarah: 208).Download MP3
4. pertemuan ke 4: tidak ada cara dan jalan untuk mengembalikan kejayaan umat kecuali dengan kembali kepada tuntunan agama ini
📅 06/02/17 📝 Beliau menyebutkan, "Tidak ada cara dan jalan yang dapat menghantarkan perkara ini (mengembalikan kejayaan umat), membimbing umat untuk mendapatkan kebahagiaan dunia maupun diakhirat, kecuali dengan hanya melalui jalan ini (kembali kepada Agama Allah secara kaffah)". ) Sebagaimana firman-Nya: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh. ) Begitupula dalam hadits yg lampau pernah kita sebutkan: لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُم "... tidak akan dicabut/dihilangkan kehinaan tersebut hingga kalian kembali kepada agama kalian". "Dengannya (memperhatikan, mengamalkan dan mendakwahkannya) akan tumbuh generasi diatas sunnah", ) Dan untuk mencapainya butuh perjuangan, janganlah kita semata-mata mempunyai keinginan dan tidak mau menjalani sebabnya. Kita berharap mempunyai generasi yang baik, tangguh, islami, kuat, berkomitmen berpegang teguh dan menjalankan sunnah Rasulullah ﷺ, sementara kita tidak mau menjalani sebab dan memperjuangkannya. ) Namun, semuanya dimulai dari diri kita, kembali kepada agama Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Kemudian kita amalkan, terapkan, dakwahkan dan berlakukan kepada yang mampu untuk menerapkannya, meskipun dalam ruang lingkup kecil keluarga, seorang pimpinan keluarga terhadap istri dan anak-anaknya, begitupula seorang pimpinan masyarakat kepada warganya, demikian pula seorang pimpinan perusahaan kepada anak buahnya dan seterusnya. "Akan tumbuh dalam qalbu-qalbu mereka kecintaan terhadap agamanya. Bahkan kecintaan terhadap agamanya, dapat melemahkan kecintaan disisinya (terhadap jiwa, harta dan anak). Maka, ketika itu jiwa-jiwa akan siap untuk menerima setiap kebaikan. Dan akan bertambah baik pula dengan setiap apa yang ia miliki dan berikan, demi membela agama ini". ) Ketika ada satu atau dua hadits, baik dalam hal aqidah maupun fiqh akan mudah menerima, seberapapun tadinya dia merasa berat karena belum tahu, namun ketika dia tahu: ini merupakan hadits shahih (sabda Rasulullah ﷺ), ini merupakan firman Allah maka, akan mudah dirinya menerima setiap kebaikan yang datang. ) Telah disebutkan oleh para ulama terdahulu: "Kebaikan diatas semua kebaikan adalah dengan mengikuti para pendahulu kita yang shalih, sementara kejelekan diatas semua kejelekan adalah dengan menyelisihi jalan pendahulu kita yang shalih" . Maka dengan seseorang kembali kepada agamanya, mengamalkan, dan memperhatikan padanya, maka dengan itu akan dipermudah, dilunakkan jiwanya oleh Allah untuk menerima Al Haq (kebaikan dan kebenaran) dari firman Allah dan sabda Rasulullah ﷺ. Sehingga dia mengatakan: "aku mendengar dan aku taat". Sebagaimana Allah firmankan dalam salah satu ayatnya: وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِم Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (QS. Al-Ahzab: 36) Dan juga, di ayat yang lain disebutkan: إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. An-Nur: 51) *) Dan yang utama adalah seseorang bersungguh-sungguh untuk mengetahui dan mengilmui apa ajaran Allah dan Rasul-Nya. Jika sudah ada pada dirinya niat baik, semangat untuk mempelajari, membela, menerapkan dan mendakwahkan sunnah ajaran rasulullah ﷺ dan yang tidak kalah penting adalah mengetahui ilmunya. Oleh karena itu Al-Imam Bukhari dalam salah satu bab kitab shahihnya (Shahih Bukhari), beliau memberi judul bab, yaitu bab: Al-‘Ilmu Qablal Qauli wal ‘Amal (bab: berilmu sebelum berkata dan berucap). Jangan sampai seseorang dengan semangatnya, telah mengerahkan, memperjuangkan, menerapkan dan bahkan memberlakukan kepada anak buah ataupun anggota keluarganya ini dan itu, tetapi tidak sesuai dengan syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala dan ajaran Rasulullah ﷺ. Kemudian syaikh mengatakan, "Sungguh aku telah jelaskan, sebagian faedah-faedah, baik yang umum maupun khusus yang memberikan konsekwensi untuk mengamalkan sunnah (berupa faedah-faedah yang dihasilkan dengan mengamalkan dan menerapkan sunnah secara umum/meluas ataupun khusus). Untuk apa syaikh menjelaskan faedah amalan sunnah?, Agar mampu memotivasi seseorang untuk mengamalkan sunnah dengan maksud sebagai hasungan agar orang memperhatikan sunnah Rasulullah ﷺ ". Disisi lain syaikh mengatakan, "Aku sertakan dan cantumkan sebagian syubhat-syubhat kerancuan pemikiran yang diteriakkan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai bagian dalam sunnah Rasulullah ﷺ, sehingga membuat orang tidak butuh dengan sunnah, membuat orang meremehkan tentang pentingnya kembali mempelajari dari sunnah rasul. Dan aku bantah (syubhat tersebut) secara ringkas. Semua Taufik dari Allah Subhanahu wa Ta'ala". ) Terkadang sebagian tidak mengetahui ilmunya, tidak membaca kitab atau bimbingan ulama, namun terkadang sebagian: mengira-ira, mengikuti perasaan, mengikuti kebanyakan orang dan mengikuti akalnya. ) Kemudian merekapun berpendapat, mengeluarkan ide dan ideologinya dan setelahnya, mereka melemparkan syubhat-syubhat, sehingga membuat orang tidak butuh dengan sunnah dan meremehkannya. ) Beliau sebutkan faedah (fadhail) beramal dengan sunnah dan keutamaan-keutamaannya, dengan maksud mendorong (at-Targhib) agar seseorang mau mengamalkan dan memperhatikan sunnah. ) Beliau juga menyebutkan sebagian syubhat (kerancuan pemikiran) yang dihembuskan oleh sebagian pihak yang tidak mengetahui ilmu sunnah, namun mereka lontarkan syubhat tersebut. ) Hadits Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiyallahu anhu إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. ) Selamat agamanya, karena ia tidak berbuat dosa (diam karena tidak tahu hukumnya dan berhati-hati dari perkara syubhat) dan selamat kehormatannya, (misal: karena ternyata yang syubhat tadi adalah hal yang haram hukumnya). ) Terlebih dijaman belakangan, yang terkadang sadar atau tidak, masyarakat dihasung untuk berani mengutarakan aspirasinya (berbicara dimedia sosial), bahkan yang bukan pada kapasitas maupun bidangnya. ) Yang belum mempelajari ilmu agama, berkata tentang agama dan mengomentari tentang hukum yang besar (halal dan haram) dan disejajarkan bahkan didudukkan, dibuat dialog bahkan diperdebatkan antara seorang ahli agama dengan yang tidak, lalu dijadikan ajang debat kusir dan dimunculkannya pemikiran dan syubhat-syubhat yang kebanyakan orang tidak mengetahui. ) Sedangkan untuk munaqasyah (perdebatan dengan cara yang baik atau diskusi ilmiyah antara pakarnya) telah dilakukan sejak dahulu dengan batasan Syar'iyah. Imam Ahmad berdialog dengan Imam Syafi'i. ) Sebelumnya seseorang belum tahu tentang salah satu hukum, kemudian dia menyepelekannya. Disisi lainnya, ketika dia sudah tahu sekilas (sebagian dari hukumnya) kemudian karena semangatnya, dia menggebu-gebu memperjuangkannya dan serta merta langsung menyalahkan yang sebaliknya. Tanpa tahu ini ranah khilaf diantara para ulama Ahlussunnah (tekadang dalam bab fiqh, ibadah atau terkadang dalam aqidah). *) Contoh dalam perkara shifat shalat: Seseorang memegangi perkara shalat dan dia baru tahu satu hadits, dan tidak tahu yang lain. a. Dia tahu sebuah hadits, Rasulullah ﷺ tentang shalat 4 rakaat ba'da jum'at. Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda, إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعًا “Jika salah seorang di antara kalian shalat Jum’at, maka lakukanlah shalat setelahnya empat raka’at.” (HR. Muslim no. 881) Kemudian dia pegangi hadits ini, ketika dia melihat seseorang shalat ba'da jum'at 2 rakaat, dia salahkan. b. Kemudian ada lagi seseorang yang hanya mengetahui hadits rasulullah ﷺ, tentang shalat ba'da jum'at 2 rakaat Dalam hadits riwayat Muslim disebutkan dari Ibnu ‘Umar, أَنَّهُ كَانَ إِذَا صَلَّى الْجُمُعَةَ انْصَرَفَ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ فِى بَيْتِهِ ثُمَّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصْنَعُ ذَلِكَ “Jika Ibnu ‘Umar melaksanakan shalat Jum’at, setelahnya ia melaksanakan shalat dua raka’at di rumahnya. Lalu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan seperti itu.” (HR. Muslim no. 882) Dan dia menyalahkan yang shalat 4 rakaat. c. Ada seseorang yang tahu hadits keduanya, rasul shalat 4 rakaat dan 2 rakaat ba'da jum'ah keduanya boleh. d. Kemudian ada yang mengetahui kedua hadits tersebut serta mengetahui rincian dari ahlul ilmu, bahwa: 2 rakaat ba'da jum'at dilakukan rasulullah ﷺ dirumah sedangkan yang shalat 4 rakaat ba'da jum'at dilakukan rasulullah ﷺ dimasjid. Ini menunjukkan seseorang tahu satu dengan dua hadits sudah berbeda. lalu bagaimana orang yang baru tahu satu-dua hadits dengan yang hafal shahih bukhari dan kutubus sittah? ) Siapa tidak mengenali khilaf perbedaan pendapat diantara para ulama, maka dia belum mengendus atau mencium fiqh. Begitu pula seorang muslim dalam aqidah diperintahkan untuk kembali pada agama Allah, kembali pada Qur'an dan hadits, sehingga dia dengan semangat, namun termasuk didalam penerapan sunnah rasulullah ﷺ tidak seperti yang dia terapkan. Terkadang demikian, niatnya sudah benar namun ketika menerapkannya tidak sesuai dengan tuntunan rasulullah ﷺ. Dan apabila yang seperti ini menahan dirinya akan lebih baik, namun apabila yg baru tahu ini tidak mengikuti bimbingan dan fatwa ulama kibar terlebih dalam masalah besar namun dia berkomentar, memposting, membicarakan dengan ucapannya dan pemikirannya sendiri maka akan menimbulkan syubhat. Selanjutnya didalam muqaddimahnya, beliau mengatakan*, "Segala puji bagi Allah yang telah memerintahkan kita untuk masuk kedalam agamanya secara totalitas (kaffah) baik fardhu maupun sunnahnya". Allah Ta'ala memerintahkan, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh. Dan beliau juga menyebutkan, "Semoga shalawat dan selamat yang tersempurna, Allah curahkan kepada Rasulullah ﷺ, agar beliau menjadi suri tauladan kita pada setiap urusan beliau ﷺ (pada berdiri dan duduknya, bergerak dan diamnya). Beliau berpesan: "Wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku, ajaranku dan ajaran khulafaur rasyidin, gigit erat-erat dengan gigi geraham kalian". Kemudian syaikh mengatakan, "Semoga Allah melimpahkan salam dan shalawat kepada beliau Rasulullah ﷺ, keluarga, pengikut dan sahabat beliau yang dimuliakan dengan kemuliaan karena mengikuti sunnah. Balasan bagi mereka sesuai dengan amalan mereka, mereka golongan yang mengatakan: "Berpegang teguh dengan sunnah rasul adalah keselamatan". Semoga Allah meridhai mereka dan yang mengikuti jalannya mereka dengan baik, meneladani dan mengikuti jejak mereka, sampai tegaknya hari kiamat". "Sesungguhnya perkara yang paling berhak untuk diperhatikan, dan yang paling utama diluangkan waktunya oleh seorang muslim yaitu amalan yang terus-menerus berkesinambungan untuk senantiasa berusaha mengikuti setiap atsar jejak-jejak peninggalan nabi ﷺ, membentuknya dalam kehidupannya sehari-hari dan semampunya. Dan Allah janjikan kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertaqwa".Download MP3
5. pertemuan ke 5: hidayah akan didapat dengan mengikuti sunnah nabi
📅 13/02/17 📝 *Beliau mengatakan*, "Bahwasannya termasuk perkara yang paling berat untuk diperhatikan seorang mukmin, dan paling utama untuk diluangkan waktu-waktunya padanya adalah amalan yang berkesinambungan/terus-menerus, dan ia biasakan untuk ia terus mengikuti jejak peninggalan nabi ﷺ, dan membentuknya pada kehidupan sehari-hari semampunya dari kemampuan yang ia miliki". *Mengapa demikian?*, Kata Syaikh rahimahullah Ta'ala, beliau menyebutkan, "Dikarenakan tujuan utama seorang mukmin adalah mendapatkan hidayah, yang akan menghantarkan kepada negeri penuh kebahagiaan (jannahnya Allah Subhaanahu wa Ta'ala)". Bahkan dalam dua kehidupan: kebahagiaan didunia dan akhirat. Tidak akan seorang mendapatkan kebahagiaan, keberuntungan dan keberhasilan kecuali dengan hidayah tersebut, maka sudah semestinya seorang mukmin untuk berusaha maksimal mencari dan mengusahakan hidayah tersebut, karena hidayah tersebut yang akan mengantarkannya (dengan izin Allah Subhaanahu wa Ta'ala) kepada negeri kebahagiaan. *Beliau melanjutkan*, Dan sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman: وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk (QS. An Nur: 54) Dan apabila kalian mentaatinya (Rasulullah ﷺ), niscaya kalian akan mendapatkan hidayah dan petunjuk dari Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Hidayah yang senantiasa kita minta: اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ Tunjukilah kami jalan yang lurus (QS. Al-Fatihah: 6) Berikan kami hidayah, tunjukkan kami kejalan yang lurus disetiap rakaat-rakaat shalat kita. Akan tetapi bukan hanya doa dan permintaan tanpa usaha dan sebab yang kita jalani, namun setelah kita berdoa, bersandar dan tawakal kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala kitapun kemudian menempuh sebab-sebabnya. Apa usaha dan upaya kita untuk mendapatkan hidayah yang kita minta? Allah sebutkan didalam ayat ini, "Dan jika kamu mentaati ar-rasul ﷺ, niscaya kalian akan mendapatkan hidayah dan petunjuk. Ini menunjukkan kepada kita bahwasannya mendapatkan hidayah kepada (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ) dan hidayah taufik, semata hanya Allah Subhaanahu wa Ta'ala semata yang menentukan. Dan kita berdoa, memohon dan meminta setiap saat (kepada yang memilikiNya, menguasaiNya dan mentakdirkanNya kepada hamba-hambaNya), paling tidaknya pada setiap rokaat shalat kita. Hidayah akan Allah berikan (dengan izin Allah Subhaanahu wa Ta'ala) bila kita melakukan sebabnya (jika kalian mentaati Rasulullah ﷺ). Selain doa memohon dan meminta kita mentaati, meneladani nabi. Dan hal itu tidak mungkin kita tahu, kalau tidak belajar dan mempelajari sunnah-sunnah ajaran nabi ﷺ. Setelah kita tahu dan mengilmui tentang sunnah nabi maka kitapun mentaati, mengikutinya, mengamalkan dan mendakwahkannya. Dengan itu Allah janjikan "kalian akan mendapatkan hidayah dan petunjuk". *Beliau melanjutkan*, Demikian pula diayat yang lain, Allah Subhaanahu wa Ta'ala sebutkan: وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ "dan ikutilah dia supaya kamu mendapat petunjuk" (QS. Al-Araf: 158) Dan ikuti dia (i'tiba dan teladanilah beliau Rasulullah ﷺ). Ini Fi'il amar (fi'il perintah), Kata perintah dari Allah Subhaanahu wa Ta'ala, memerintahkan kepada kita semua, sanadnya: "jika kalian mentaati nabi ﷺ, kalian akan mendapatkan hidayah (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ) *Beliau melanjutkan*, Dan diayat lain Allah Subhaanahu wa Ta' ala menyebutkan: لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah". (QS. Al-Ahzab: 21) _"Kalimat diatas, sebagaimana disebutkan oleh Al Imam al hafizh Ibnu Katsir rahimahullah Ta'ala (ulama syafi'iyah), "(ayat ini) merupakan pokok besar, prinsip agung didalam meneladani dan mencontoh Rasulullah ﷺ (dari setiap ucapan, sabda, perbuatan, gerak gerik, maupun keadaan-keadaan beliau Rasulullah ﷺ)" ._ Para ulama tidak pernah mengajarkan kita untuk taqlid (mengikuti keseluruhan dari seorang tokoh tertentu). Imam Syafi'i, Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Abu hanifah tidak pernah mengajarkan taqlid. Imam Asy Syafi'i rahimahullah: إذا وجدتم في كتابي خلاف سنة رسول اللّٰه صلى اللّٰه عليه و سلم، فقولوا بسنة رسول اللّٰه، ودعوا ما قلت _Jika kalian Mendapatkan dalam kitabku menyelisihi sunnah Rasulullah ﷺ , maka katakanlah dengan sunnah Rasulullah ﷺ maka tinggalkanlah ucapanku._ إذا رأيتموني أقول قولا، وقَدْ صح عن النبي صلى اللّٰه عليه وسلم خلافه، فاعلموا أن عقلي قد ذهب _Jika kalian melihatku berpendapat, sementara telah datang hadits shahih dari Nabi ﷺ yang menyelisihinya, maka ketahuilah oleh kalian sesungguhnya pendapatku telah salah._ اِذَا وَجَدْتُمْ قَوْلـِى يُخَالِفُ قَوْلَ رَسُوْلِ اللهِ ص فَاضْرِبُـوْا بِقَوْلــِى عُرْضَ اْلحَائِطِ. _Apabila kalian mendapati pendapatku menyalahi perkataan Rasulullahﷺ , maka lemparkanlah pendapatku ketepi dinding._ Maka jika ada dari kalangan syafi'iyah, pengikut yang mengaku mengikuti Imam Syafi'i, mengambil fatwa beliau yang misalnya keliru dan meninggalkan hadits rasulullah ﷺ hakekatnya dia sendiri menyelisihi dan tidak memegangi pesan wasiat Imam Syafi'i. Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah: من رد حديث رسول اللّٰه صلى اللّٰه عليه وسلم، فهو على شفا هلكة _Barangsiapa menolak Hadits Rasulullah ﷺ, maka dia ditepi jurang kehancuran._ Imam Malik bin Anas Rahimahullah: إنما أنا بشر أخطئ وأصيب، فانظروا في رأيي، فكل ما وافق الكتاب والسنة فخذوه، وكل ما لم يوافق الكتاب والسنة فاتركوه _Sesungguhnya aku manusia biasa kadang salah kadang benar, maka lihatlah pendapatku, apabila mencocoki Al Qur an dan As Sunnah maka ambilah pendapatku, dan setiap pendapatku yang tidak mencocoki Al Qur an dan As Sunnah maka tinggalkanlah pendapatku._ كُلُّ اَحَدٍ يُؤْخَذُ مِنْ كَلاَمِهِ وَيـُرَدُّ عَلَـيْهِ اِلاَّ صَاحِبَ هذَا اْلقَبْرِ. وَ يُشِيْرُ اِلَى الرَّوْضَةِ الشَّرِيْفَةِ. وَ فِى رِوَايَةٍ: كُلُّ كَلاَمٍ مِنْهُ مَقْبُوْلٌ وَ مَرْدُوْدٌ اِلاَّ كَلاَمَ صَاحِبِ هذَا اْلقَبْرِ. _Setiap orang boleh diambil perkataannya dan boleh pula ditolak, kecuali perkataan penghuni qubur ini (beliau sambil menunjuk kearah makam yang mulia (makam Nabi ﷺ). Dan dalam riwayat lain : "Semua perkataan orang itu boleh diterima dan boleh ditolak, kecuali perkataan penghuni qubur ini"_ _Syaikh menjelaskan*,_ "Al Imam al hafizh ibnu katsir rahimahullah Ta'ala, menyebutkan bahwa "ayat ini merupakan pokok besar, prinsip agung didalam meneladani dan mencontoh Rasulullah ﷺ". Dan meskipun kita tidak akan mampu menyamai sebagaimana nabi ﷺ, jangankan beliau, menyamai sahabat nabipun kita tidak bisa, namun kita memang dituntut dan dituntunkan untuk mencontoh dan meneladani mereka, sekuat dan semampu kita. Mencontoh Rasulullah ﷺ, meneladani para sahabat khususnya ijma mereka. Kita ikuti jalan mereka. Dan sikap meneladani nabi ﷺ ini, hanya akan ditempuh dan diberi taufik untuk bisa menempuhnya yaitu orang-orang yang mengharap dan yakin akan adanya: perjumpaan, pertanggung jawaban dengan Allah Subhaanahu wa Ta'ala dan mengimani hari akhir (adanya kehidupan setelah mati, pertanggung jawaban masing-masing setelah mati). Dikarenakan apa yang ada padanya berupa iman dan takut kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala, mengharap pahala dari Allah (balasan dan ganjaran dari Allah), takut akan siksa dan balasan Allah nanti, inilah yang akan mendorongnya untuk mau meneladani Rasulullah ﷺ. Seorang yang yakin Allah Subhaanahu wa Ta'ala ada, dan Allah Maha melihat dan Maha mendengar, dan Allah akan menghidupkan dan mematikan kita, kemudian Allah akan meminta pertanggung jawaban kita masing-masingnya, begitu pula seorang yang yakin akan adanya alam barzah (alam kubur), hari berakhirnya dunia (kiamat), adanya yaumul hisab (hari penghisaban), dan ia yakin mengimani hari akhir dan tahu akan adanya perjumpaan dengan hari akhir maka diapun mengharapkan balasan yang baik dari sisi Allah Subhaanahu wa Ta'ala, sehingga diapun terdorong untuk beramal shalih dan diapun takut akan siksa dan hukuman dari Allah Subhaanahu wa Ta'ala maka diapun akan berusaha untuk menghindari larangan-larangannya. Dan siapa yang mencontohkan amalan-amalan baik dan shalih, dan siapa yang mengingatkan keharaman-keharaman yang Allah larang? kalau bukan Rasulullah ﷺ. Maka ini akan mendorongnya untuk meneladani Rasulullah ﷺ. Imannya terhadap Allah dan hari akhir, karena iman kepada Allah, konsekwensinya mengimani utusan Allah Subhaanahu wa Ta'ala dan betapa banyak sebagian pihak mengaku nabi namun telah terbongkar kepalsuannya dan kedustaannya. Nabi Muhammad adalah penutup para nabi yang sebelumnya telah datang nabi-nabi dengan mu'zizatnya dan telah banyak hal yang menunjukkan bahwa beliau adalah nabi dengan tanda-tanda kenabian dan beliaupun membawa tanda-tanda kekuasaan Allah sehingga menunjukkan kebenaran apa yang didakwahkannya, kebenaran bahwa beliau adalah utusan Allah yang tentunya juga menunjukkan yaitu jalan Allah Subhaanahu wa Ta'ala berupa larangan dan perintahNya. Maka rukun islam yang pertama, tidak terpisah antara (لَااِلَهَ اِلَّااللهُ) dengan (مُحَمَّدًا رَسٌؤلُ اللهِ) saling terkait. Barangsiapa mentaati rasul, sungguh ia telah mentaati Allah, dan siapa mau taat kepada Allah maka taatilah Rasulullah ﷺ. Iman kepada Allah, iman kepada kitabnya mendorong dia untuk menuruti dan meneladani keputusanNya Subhaanahu wa Ta'ala. Karena seorang utusan tidak membuat ajaran sendiri, membawa dan menyampaikan risalah dari yang mengutusnya. Rasul yang diutus dari sisi Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Yang menyampaikan pesan dari Allah. Maka beliau menyampaikan, memerintahkan dan menyuruh seluruh umat ataupun manusia untuk menjalankan pesan dan perintah beliau. Tetapi beliaupun terkena dan menjadi orang pertama yang melaksanakan perintah tersebut. *Syaikh kemudian mengatakan*, "Dan kedudukan seorang mu'min (mulia dan derajat kedudukannya) hanyalah akan dinilai dengan seberapa i'tiba dan sikap dia dalam meneladani rasul ﷺ. Maka setiap usaha dan upaya mengikuti sunnah yang lebih banyak, lebih bersungguh-sungguh, maka diapun lebih berhak dan lebih pantas mendapatkan derajat-derajat yang tinggi". "Oleh karenanya, adalah dahulu para ulama yang telah mendahului kita dari para pendahulu yang shalih, ia jadikan tolak ukur/barometer mereka untuk menilai orang yang akan mereka ambil ilmunya (sebaik-baik perkara yang diambil yaitu ilmu) adalah berpegang teguh dan mencocokinya mereka dengan sunnah ar-rasul ﷺ". "Sebagaimana disebutkan oleh Ibrahim bin an-Nakha'i (Abu 'Ammar Ibrahim bin Yazid bin al-Aswad bin Amr bin Rabiah bin Haritsah bin Sa'ad bin Malik bin an-Nakha'i) pernah berkata, (menceritakan para ulama terdahulu dimasa beliau bahkan sebelumnya) Sejak dulu para ulama, jika mereka mendatangi seseorang (guru/tokoh agama) yang mereka akan ambil ilmunya, mereka akan melihat shalatnya, dan kepada ajarannya dan kepada bentuk/penampilannya, kemudian setelah itu, baru mereka mengambil ilmunya". "Berkata Abu Al 'Aliyah (Rufai bin Mihraan) Ketika kami mendatangi seseorang, maka kami melihatnya ketika ia shalat, ketika ia baik dalam shalatnya, kami duduk kepadanya, kemudian kami berkata: dia pada perkara lain selain shalat, in syaa Allah-pun baik. Namun, jika ia jelek dalam shalatnya, kamipun berdiri darinya, kami tinggalkan dia dan kami berkata: dia pasti dalam bab selainnya lebih jelek". Perintah rasul kepada Muadz bin Jabal: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ بَعَثَ ِمُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ إِلَى الْيَمَنِ قَالَ إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ _"Sesungguhnya ketika Rasulullah ﷺ mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, (beliau ﷺ ) berkata, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab. Karena itu, jika engkau menjumpai mereka, serulah mereka kepada syahadat, tidak ada yang berhak disembah dengan haq, kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka mentaati engkau dalam hal itu, maka ajarilah mereka, bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam"._ Jika dalam perkara shalat saja belum benar, bagaimana dengan perkara fiqh yang lainnya? Muhammad bin sirin rahimahullah Ta'ala (Abu Bakr Muhammad bin Sirin al-Anshari) إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم “Sesungguhnya ilmu itu agama, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu.” Bukan berarti kita mencari seseorang yang sempurna (tidak mungkin, karena manusia bukan malaikat), akan tetapi kita lihat: shalat, aqidah dan ajaran benar, bukan mengajarkan sesuatu yang bid'ah, dia berguru kemana, pelajarannya tentang kitab apa?. Karena apa yang seseorang dengar, lihat dan pelajari selama ini akan mempengaruhi dirinya dalam menyampaikan dan mengajarkan ilmu. Muhammad bin sirin rahimahullah Ta'ala juga pernah berkata: لم يكونوا يسألون عن الإسناد فلما وقعت الفتنة قالوا سموا لنا رجالكم فينظر إلى أهل السنة فيؤخذ حديثهم وينظر إلى أهل البدع فلا يؤخذ حديثهم “Dahulu mereka tidak pernah bertanya tentang sanad. Namun setelah terjadi fitnah (kedustaan) mereka seleksi, "Sebutkanlah pada kami rijal (para perawi) kalian, apabila dari kalangan Ahlussunnah maka diterima haditsnya, namun jika dari kalangan ahlul bid’ah maka tidak diterima." (Shahih Muslim) Pada masa fitnah, tidak semuanya benar dalam menyampaikan, sehingga dengan adanya perawi akan diketahui apakah dia pendusta (كذاب), pemalsu hadits (وضاع), pembohong besar (دجال), lemah hafalannya (سيئُ الحفظ). Pesan Rasulullah ﷺ kepada Ibnu ’Umar radhiyallahu ’anhuma: يا بن عمر دينك دينك انما هو لحمك ودمك فانظر عمن تأخذ خذ عن الذين استقاموا ولا تأخذ عن الذين مالوا ”Wahai Ibnu ’Umar, agamamu ! agamamu ! Ia adalah darah dan dagingmu. Maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambilnya. Ambillah dari orang-orang yang istiqamah (terhadap sunnah), dan jangan ambil dari orang-orang yang melenceng (dari sunnah)” Sangat penting mempelajari kitab-kitab dan keterangan para ulama, dan ini lebih meminimalisir kita dari ketergelinciran, dibandingkan seseorang berkata dari ide dan pemikiran sendiri (menurut saya...., menurut saya....). Adapun kitab khusus yang mensyarah ucapan ibnu sirin: إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم adalah Syarh Qaul Ibni Sirin, dan diterangkan oleh asy-Syaikh Ahmad Bazmul. Seorang mukmin bertujuan mencari dan mendapatkan hidayah, selain doa dan kemudian usaha setelahnya. Karena hidayah berkaitan dengan kebahagiaannya kelak. Pentingnya al Haq/kebenaran ini, sampai-sampai kehormatan seorang muslim (hukum asalnya) yang harusnya dijaga dan dihormati. Namun ketika ada penyimpangan dalam mendakwahkan, menyuarakan kebatilan, menyelisihi kebenaran dan setelah dinasehati tetap tidak rujuk, serta umat terpengaruh, meninggalkan sunnah rasul dan jalan yang lurus karena orang tadi, maka harus disebutkan: "hati-hati dari fulan" (dan bisa dilihat dari mukhadimah shahih muslim tentang perkara ini). Mengkritik seseorang, untuk menjaga perkara agama termasuk syariat dan bukan termasuk ghibah (bukan termasuk ghibah pada 6 perkara, salahsatunya dalam rangka memberi peringatan). *Dan perkara ini (memberikan peringatan) dilakukan oleh Rasulullah ﷺ, para sahabat dan para ulama setelahnya*. Ibnu Al Munkadir berkata: 'Urwah bin Zubair mendengar Aisyah radhiyallahu anha mengabarkan kepadanya, “Seorang laki-laki meminta izin menemui Nabi ﷺ , maka beliau bersabda, ‘Izinkanlah dia masuk. Sungguh dia seburuk-buruk teman bergaul.’ Ketika lelaki itu masuk, Nabi ﷺ melemah lembutkan perkataan kepadanya. Maka aku berkata, ‘Wahai Rasulullah engkau mengatakan apa yang engkau katakan, kemudian engkau melemah lembutkan perkataan kepadanya?. Beliau bersabda, ‘Wahai Aisyah, sesungguhnya seburuk-buruk manusia adalah orang yang ditinggalkan manusia (dihindari manusia) karena takut akan kejahatannya.” _Ketika Nabi ﷺ sedang membagi (harta rampasan), tiba-tiba ‘Abdullah bin Dzil-Khuwaishirah datang, lalu berkata : “Berbuat adillah wahai Muhammad !”. Beliau ﷺ bersabda : "Celaka engkau. Siapakah yang akan berbuat adil jika aku tak berbuat adil ?". Mendengar itu ‘Umar bin Al-Khaththaab berkata : “Ijinkanlah aku untuk memenggal lehernya !”. Beliau ﷺ bersabda : "Biarkan saja ia, sebab ia mempunyai beberapa teman yang salah seorang diantara kalian akan menganggap remeh shalatnya dibanding dengan shalat orang itu, menganggap remeh puasanya dengan puasa orang itu. (Akan tetapi) mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya....”_ Ketika dalam perkara dunia, kita sangat selektif memilih. Bengkel mana yang bagus, yang akan kita percaya membongkar mesin kendaraan kita, dokter atau bidan mana yang akan menangani kita atau istri kita didalam permasalahan medis dan begitupula masalah bangunan, masalah pedagang (mana yang jujur, pebisnis mana yang bisa kita ajak kerjasama)... sangat selektif. Namun, bagaimana dengan perkara akhirat kita (agama)?. Maka apakah seseorang yang berpenampilan dengan berpeci/bersorban kemudian selesai perkaranya? (diambil ilmunya). Tidaklah demikian! Imam Syafi’i rahimahullah Ta'ala pernah berkata: “Jika kalian melihat seseorang berjalan di atas air dan terbang di atas udara, maka janganlah terpedaya olehnya hingga kalian menimbang perkaranya di atas Al-Qur’an dan As-Sunnah.” (Perhatikan amalannya, seberapa dia mencocoki sunnah Rasulullah ﷺ). *Syaikh menjelaskan*, "Dari risalah al qusyiiriyah dinukilkan oleh Dzunnuun al-Misri, beliau berkata: termasuk diantara tanda seorang mencintai Allah Subhaanahu wa Ta'ala adalah dia mengikuti kekasih Allah yaitu Rasulullah ﷺ, (dalam akhlak, perbuatan, perintah-perintah dan sunnah-sunnahnya). Semakin dekat dan berpegang teguh, semakin mengamalkan, mencocoki dan membela sunnah rasul ﷺ, maka semakin besar pula potensi tanda-tanda dia didalam kebenaran". Dan ini diambil dari suatu kebenaran dari firman Allah Ta'ala: قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (rasulullah ﷺ) , niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Ali Imran: 31) Ayat ini adalah ayat ujian, seberapa orang mengaku cinta kepada Allah dilihat seberapa dekat dengan sunnah rasul ﷺ. Bukan dengan pengakuan, namun dilihat seberapa mencocoki dan meneladani Rasulullah ﷺ. Berkata Al Imam Hasan al Basri, Maka termasuk tanda kecintaan mereka kepada Allah adalah seberapa mereka meneladani sunnah rasulNya (meneladani rasul, in syaa Allah semakin besar kecintaan mereka kepada Allah). (_Al Imam ibnu Abi Hatim (Al ‘Allamah Abdurrahman Bin Muhammad bin Idris bin Mudzir bin Daud bin Mahran (Abu Muhammad) bin Abi Hatim Al Hanzholi Ar Rozi) meriwayatkan dengan sanadnya) dari Abu Darda' ; "Maka ikutilah Nabi dalam dua amalan: kebaikan dan taqwa dalam tawadhu dan rendah hati"._ Sungguh para ulama rabbani terdahulu sepanjang masa, dari masa ke masa, mereka memiliki usaha yang nyata bagaimana mereka mendorong menghasung umat, untuk mau mengamalkan ajaran rasul ﷺ, dengan maknanya yang asli baik dalam bimbingan, pengajaran dan karya tulis mereka. Dan dengan keutamaan dari Allah, kemudian dengan keutamaan usaha yang telah mereka kerahkan. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ ✍ Koreksi PENTING: Dalam rekaman disebutkan bahwa Kitab Syarh Qaul Ibnu Siriiin "Inna Haadzal Ilm Diin" adalah karya Syaikh Muhammad bin Umar Baazmuul, yang benar: Ahmad bin Umar Baazmuul. Bersaudara, tetapi lain orang.Download MP3
6. pertemuan ke 6: semangat ulama salaf dalam mencari hadits dan mendakwahkannya
📅 20/02/17 📝 *Berkata asy Asy Syaikh Abdussalam bin Barjas rahimahullah Ta'ala*, _Sesungguhnya para ulama rabbani di sepanjang masa, mereka telah memiliki usaha yang nyata didalam menghasung (mendorong) umat untuk mau mengamalkan sunnah (ajaran Rasul ﷺ) dengan maknanya yang sebenarnya, sebagai bimbingan dan pengajaran dari mereka ataupun dalam bentuk karya tulis dari mereka._ Para ulama, sebagaimana sabda Rasul ﷺ adalah pewaris para nabi, yang para nabi tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham. Dan kita sangat butuh bimbingan mereka, karya-karya tulis mereka, yang mengikuti jalan rasul dan para shahabatnya sepanjang masa. Baik yang sudah wafat maupun yang masih ada, mengikuti tulisan-tulisan, bimbingan dan fatwa-fatwa mereka. Terlebih dimasa-masa banyak fitnah baik berupa syahwat maupun syubhat. Syahwat berupa kedudukan, harta dan wanita, maupun syubhat berupa kerancuan pemikiran, penyimpangan, ajaran sesat dan berbagai macamnya. *Kemudian beliau mengatakan*, _Dan dengan keutamaan dari Allah, kemudian dengan keutamaan usaha dan jerih payah yang telah mereka (para ulama) kerahkan, mereka habiskan umur-umur mereka dengan meneliti dan mencari hadits._ Shahabat Jabir bin Abdillah (Jabir bin 'Abdullah bin 'Hamran al-Anshari), satu bulan untuk meneliti mencari kebenaran satu hadits dari Rasulullaah ﷺ, sepeninggal Rasul. Shahabat Jabir mendengar sebuah hadits baru yang belum pernah didengar semasa hidup dimasa nabi, beliau mengecek dari siapa... dari siapa... sampai beliau kepada sahabat fulan, didatangi, dipersiapkan tunggangannya sampai sebulan sampai ditempat tujuan, dan menanyakan kebenaran shahabat yang lain mendengar dari Rasulullah ﷺ dan benar, alhamdulillah. Kemudian datang masa berikutnya sampai dengan masa berikutnya, sampai masa-masa tadwin As Sunnah (تدوين السنة), masa-masa penulisan hadits, dijaman Imam Bukhari dan muridnya Imam Muslim, demikian pula Imam Malik dan muridnya yaitu Imam Syafi'i, kemudian Imam Syafi'i dan muridnya sekaligus temannya yaitu imam ahmad, begitu pula muridnya Imam Ahmad yaitu Abu Dawud dan yang semasanya: An-Nasa'i, Tirmidzi (yang mereka menulis: Sunan Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan Ibnu Majah dengan sanad yang mereka miliki dari fulan-fulan-fulan sampai ke rasul ﷺ). _Mereka habiskan umur mereka, demikian pula ditempuh perjalanan jauh karenanya (dengan menjaga sunnah rasul). Mereka utamakan kesulitan diatas kemudahan dalam menempuh perjalanan mendapatkannya._ Mereka bisa tenang-tenang dirumah, bisa enak-enak dengan keluarga (istri dan anak), namun mereka mengadakan rihlah (perjalanan menuntut ilmu), terkadang sebagian mereka hanya mencari beberapa hadits. Dan mereka menganggap hal itu sebagai salah satu bentuk qurbah (taqarrub ilallah). Termasuk ilmu hadits Rasulullah ﷺ. Pondasi dasar ilmu agama kita: qolallah qola rasul (al kitab was sunnah - al qur'an dan hadits). Lebih-lebih al qur'an sifatnya mutawatir dan banyak dihafal, ada yang mencoba memalsu sedikit terbongkar, namun hadits, mereka teliti sanadnya engkau dengar dari siapa... dari siapa... dari siapa, memastikan kebenaran ini memang shahih dari sabda rasul ﷺ, kemudian ada yang ketahuan ini pendusta (كذاب), pemalsu hadits (وضاع), pembohong besar (دجال), jujur (صدوق), lemah hafalannya (سيئُ الحفظ). Dan kita tahu dalam hadits sampai ketika datang para penuntut ilmu, dan hukum asal menuntut ilmu: ilmu itu dicari. ✍️ _Ilmu itu didatangi dan bukan diminta datang, seperti disebutkan dalam pepatah (العلم يؤتى و لا يأتي)._ Dulu sebelum Rasulullah ﷺ berada di Madinah, orang-orang dari berbagai penjuru datang. Beliau yang mendatangi dari rumah-kerumah, bahkan beliau seru orang di pasar, dan bahkan Nabi ﷺ datang ke Thaif (bukan dengan jemputan, suguhan air minum, dengan semua telah siap), bahkan beliau disambut dengan lemparan batu dan beliaupun diteriaki dan diejek oleh anak-anak kecil di Thaif, beliau bersedih sambil melihat jari kakinya berdarah, tersandung batu dan dilempari, dan beliau sambil menghibur diri mengatakan: "Tidaklah engkau kecuali hanya jari, yang terluka di jalan Allah". Beliaupun ditawari oleh malaikat penjaga gunung yang telah diijinkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala untuk memberi tawaran kepada nabi ﷺ, kalau nabi berkeinginan dan ingin untuk membalas penentangan, penolakan dan penghinaan mereka kepada Rasulullah ﷺ, maka mereka (مَلَكُ الْجِبَالِ) telah diijinkan untuk menimpakan gunung kepada mereka, namun Rasul ﷺ menolaknya: بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلاَبِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا _"Tidak, bahkan aku berharap Allah kelak akan mengeluarkan anak keturunan dari tulang sulbi mereka yang kelak akan beribadah kepada Allah semata tanpa mempersekutukannya dengan sesuatu apapun"._ Dakwah Rasul tetap berjalan, dan sampai akhirnya pada amul wufud (tahun para utusan, 9 hijriyah). Perjalanan panjang, yang tadinya diperiode Makkah diteror, diancam, dikejar-kejar, terlebih setelah paman beliau Abu Thalib wafat, sampai diancam untuk dibunuh, sampai beliau harus berhijrah dalam keadaan beliau diincar hidup atau mati dan beliau bersembunyi dengan abu bakar di gua Tsur, dan demikian, singkatnya baru dimadinah adzan berkumandang dengan lantangnya, shalat berjamaah ditegakkan, syiar islam terlihat dengan adzan, adzan Ied, Hari Raya dan kurban. Beliaupun mengirim surat kesana kemari termasuk dari tempat beliau, beliau mengirim juru dakwah: Abu Musa al-Asy'ari (Abdullah bin Qais bin Sulaim al-Asy'ari), Ali bin Abi Thalib, Muadz bin Jabal. Dan di tahun utusan/Amul Wufud (9 hijriyah) datang utusan-utusan ke Madinah, datang suatu kaum yang melihat tata cara cara shalat rasul, belajar shifat shalat rasul langsung, menghafalkan hafalan-hafalan al qur'an dari rasul dan para sahabat, bertanya-tanya tentang islam, dakwah, mereka berislam dan merekapun menyampaikan kepada kaumnya di belakang. Rasul sudah diam ditempatnya dan orang berdatangan. Hukum asal: Al-Ilmu yu’taa wa laa ya’tii (ilmu itu didatangi bukan diminta datang), namun ketika mereka belum mau datang maka kita yang berusaha, maka butuh banyak diantara mereka yang bukan tidak mau, namun in syaa Allah karena belum mau. Kalau mereka tahu betapa beratnya kehidupan akhirat, betapa butuhnya kita bekal untuk menyongsong hari esok dan ada kehidupan setelah mati yang harus kita persiapkan, maka didakwahi dan akan datang waktunya mereka yang datang dan mencari. Dan mereka para ulama mencari, bertanya bahkan sebagian mereka dan mereka menunggu di depan pintu rumah shahabat yang lain atau tabi'in, demikian pula banyak sekali. Ketika datang rombongan ini, kepada rombongan tersebut Rasulullah ﷺ berkata: "Selamat datang wahai penuntut ilmu" (مرْحبًـا بطالـب العلْم). ✍ Hadits tentang thalabul ilmu, عَنْ زِرِّ بْنِ حُبَيْشٍ قَالَ غَدَوْتُ عَلَى صَفْوَانَ بْنِ عَسَّالٍ الْمُرَادِيِّ أَسْأَلُهُ عَنْ الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ فَقَالَ مَا جَاءَ بِكَ قُلْتُ ابْتِغَاءَ الْعِلْمِ قَالَ أَلَا أُبَشِّرُكَ وَرَفَعَ الْحَدِيثَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَطْلُبُ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ _Zir bin Hubaisy ia berkata, "Di waktu pagi aku pergi ke tempat Shafwan bin 'Assal Al Muradi untuk bertanya kepadanya tentang mengusap kedua khuf (sepatu). Maka ia bertanya kepadaku, "Apa yang menyebabkanmu datang kemari?" Aku menjawab, "Untuk mencari ilmu." Ia berkata lagi, "Maukah kamu kuberi kabar gembira?" Lalu ia menyebutkan sebuah hadits yang di sandarkan pada Rasulullah ﷺ, "Sesungguhnya para Malaikat menaungi penuntut ilmu dengan sayap-sayap mereka karena ridha dengan apa yang dicarinya." Lalu ia menyebutkan hadits tersebut. (HR. Ahmad)._ _(Hadits ini diriwayatkan an-Nasaa-i, Ibnu Maajah, Ahmad, dan dihasankan oleh asy-Syaikh Muqbil al-Waadi'i rahimahullaah)._ Keutamaan belajar ilmu syar'i banyak, apalagi belajarnya di masjid, namun tentunya bukan kemudian menyepelekan: "cuma belajar kok, ... gampang...." bukan seperti itu, karena fadhilahnya besar. Tetapi juga bukan berlebihan, sehingga seseorang teperdaya, tertipu sehingga mengatakan: "berarti amal saya sudah banyak ya, setiap hari ngaji ini dan itu...." bukan seperti itu. Seseorang yang sudah beribadah 80 tahun-pun bisa menyimpang/su'ul khatimah... wa iyya dzubillah. Namun seorang terus berharap, berdoa dan husnudzon kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Kalau ia berusaha, in syaa Allah, Allah akan membantu. _Maka dengan jerih payah usaha mereka, waktu umur yang mereka luangkan, jarak tempuh yang mereka lalui, kesulitan-kesulitan/resiko yang mereka ambil diatas kemudahan._ Sebagian mereka ketika sampai perjalanan ini ada yang sampai minum air kencingnya sendiri (hukum asalnya haram, namun karena dharurat dikarenakan bisa mati dipadang pasir dan tidak ada air minum yang lainnya, maka islam memperbolehkan, "adh-dharurat tubihu al-mahzhurat" (dalam kondisi darurat, hal-hal yang terlarang dibolehkan). Dan sebagian mereka menyimpan roti sisanya, makan roti gandum empuk, kemudian kenyang, sisanya disimpan didalam kantong/tasnya, kemudian perjalanan jauh hingga roti gandum tersebut mengeras, mereka celupkan lagi ke air hingga empuk lalu dimakan lagi. Dan banyak kisah-kisah mereka, yang menunjukkan kita bukan apa-apanya. _Dengan sebab usaha mereka, sampai kepada kita sunnah ini (shahih bukhari, muslim, sunan abu dawud, sunan tirmidzi, sunan ibnu majah, kini dihadapan kita), sudah siap, sudah terjaga, dan sudah dikhidmat (disusun), dituliskan, disebutkan sanadnya dan dikumpulkan jadi satu dengan pengorbanan mereka sekian banyak. Agar mengingatkan kita untuk lebih meneguhkan kesungguhan diri, mau mempelajari, tunduk dan terikat dengan sunnah dan mendakwahkannya._ Barangsiapa yang pernah menyusun sebuah tulisan, maka dia akan mengetahui, betapa tidak mudahnya menyusun suatu karya tulis. Mereka betul-betul selektif dalam memilih dan menyaringnya. Apalagi Imam bukhari, tidak satu haditspun ketika beliau hendak cantumkan dalam shahih bukhari kecuali beliau shalat meminta kemantapan hati kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Secara umum seperti firman Allah "jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu" (وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ). Banyak sekali kisah-kisah mereka, setidaknya mengingatkan kita, karena jasa dan pengorbanan mereka luar biasa. Bukan seperti sekarang, ketika mau menulis hadits ada fasilitas syamilah, sebagian disitus-situs sunnah, ada mesin pencarinya, tinggal ketik dan tunjuk kitabnya sudah keluar semua. _Dan senantiasa alhamdulillah, segala puji dan taufik serta pertolongan dari Allah disetiap masa akan ada sekelompok umat ini, yang meluangkan perhatiannya, mendidik atau menumbuhkan anak-anaknya (generasi berikutnya) untuk mau mencurahkan perhatiannya yang besar terhadap sunnah nabi ﷺ._ Apakah dengan menghafalkan (dimulai dari hadits-hadits yang pendek arbain), menulis, mempelajari, membaca syarahnya dan seterusnya. _Tidak dibedakan sedikitpun dari hal tersebut (yang datang dari rasul mereka pelajari), semuanya didatangi, dibahas, diperhatikan, sebagaimana diriwayatkan, dinukilkan, diambil dan diwariskan (ditinggalkan jejak) dari nabi ﷺ._ ✍ Dengan ketentuannya yang syar'i yang datang dari hadits shahih: إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ _Apabila aku memerintahkan kalian dengan satu perintah maka kerjakanlah semampu kalian._ Maka dahulu para sahabat ketika rasul memerintahkan tidak bertanya dulu, ya rasul... apakah ini wajib atau sunnah. ✍ Suatu kali rasulullah ﷺ pernah bersabda, أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا . فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ – ثُمَّ قَالَ – ذَرُونِى مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَىْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَىْء ٍ فَدَعُوه. _“Wahai manusia, telah diwajibkan atas kalian berhaji maka berhajilah”, kemudian ada seorang bertanya: “Apakah setiap tahun Wahai Rasulullah?”, Nabi Muhammad ﷺ tidak menjawab sampai ditanya tiga kali, barulah setelah itu beliau menjawab: “Jika aku katakan: “Iya”, maka niscaya akan diwajibkan setiap tahun belum tentu kalian sanggup, maka biarkanlah apa yang sudah aku tinggalkan untuk kalian, karena sesungguhnya telah binasa orang-orang sebelum kalian, akibat banyaknya pertanyaan dan penyelisihan mereka terhadap nabi mereka, maka jika aku perintahkan kalian dengan sesuatu, kerjakanlah darinya sesuai dengan kemampuan kalian dan jika aku telah melarang kalian akan sesuatu maka tinggalkanlah”_ Contoh: Banyaknya pertanyaan dan penyelisihan mereka terhadap Nabi Musa, وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تَذْبَحُوا بَقَرَةً قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ _Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina". Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil". (QS. Al Baqarah: 67)_ قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا هِيَ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا فَارِضٌ وَلَا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَٰلِكَ فَافْعَلُوا مَا تُؤْمَرُونَ _Mereka menjawab: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". (QS. Al Baqarah: 68)_ قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا لَوْنُهَا قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَّوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ _Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya". (QS. Al Baqarah: 69)_ قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا هِيَ إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِن شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ _Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)". (QS. Al Baqarah: 70)_ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا ذَلُولٌ تُثِيرُ الْأَرْضَ وَلَا تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَّا شِيَةَ فِيهَا قَالُوا الْآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ _Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya". Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. (QS. Al Baqarah: 71)_ Maka tidaklah demikian as-shahabah. Rasulullah ﷺ perintahkan, maka mereka kerjakan, "kami dengar dan kami taat" (سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا). Dan nanti mereka ketahui sendiri, ketika rasul memerintahkan sesuatu, namun suatu waktu-waktu rasul tidak mengerjakannya, kadang mungkin karena udzur (karena udzur berarti ini tidak wajib, atau ini hukumnya sunnah). _Maka ahlus sunnah dari masa ke masa, senantiasa mengajak mendakwahkan umat untuk mau perhatian, mengambil dan mengikuti sunnah ajaran rasulullah ﷺ. Semangat padanya baik secara global maupun terperinci dan mereka mengingkari terhadap pihak mana saja yang menyimpang dari jalan ini dengan berbagai macam bentuk penyimpangannya._ Bila menyimpang dari sunnah sebutkanlah dan ingkari, karena itu sifat rasulullah ﷺ, tidak mendiamkan terhadap kebatilan. ✍ Ini sesuai dalam hadits, إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِيٌّ قَبْلِي إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُم _“Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun sebelumku melainkan wajib atasnya untuk menunjuki umatnya kepada kebaikan yang diketahuinya, dan memperingatkan mereka dari kejahatan yang diketahuinya.” (Sahih, HR. Ahmad dan Muslim dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma)_ ✍ Dan hal itu mencontoh firman Allah dan sabda Rasulullah ﷺ, فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ (٤) الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (٥) _Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya (QS. Al-Maun: 4-5)._ Shalat..., tetapi menunggu waktunya hampir habis, kemudian ambil air wudhu dan shalatnya cepat sekali. Rasul ﷺ mengatakan: "Ini shalatnya orang munafik" (تِلْكَ صَلاَةُ الْمُنَافِقِ). Dan itu rahmah.. , supaya umatnya tidak mencontoh yang demikian, ketika disebutkan ancaman bagi orang yang membaca dan mengetahui tentang tata cara shalat, tetapi tidak mau shalat, didalam hadits bukhari disebutkan, dipecah kepalanya, hingga menggelinding batunya, kemudian diambil kembali batu tersebut dan kembali... kemudian kepalanya utuh lagi. Dan ini adalah rahmah, supaya mereka tidak mengalami siksa itu, supaya mereka mau mengerjakan shalat dan tidak meninggalkannya. Maka rahmah tidak selalu bersikap lemah lembut. Ketika memang dibutuhkan, lembut bisa... ya sudah, itu hukum asal, ketika tidak bisa... maka seperti tadi yang dicontohkan. Kadang kotoran diusap bersih, kadang digosok dengan batu apung dan harus kuat, begitu pula ketika ada salah seorang sahabat yang wudhu tidak terkena air diatas tumitnya sebesar koin, rasul mengatakan, وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنْ النَّارِ أَسْبِغُوا الْوُضُوءَ _Celakalah tumit-tumit (yang tak terkena air wudhu, akan terkena oleh) api neraka, hendaklah kalian menyempurnakan wudhu._ Semua itu rahmah... , dan nabi ﷺ diutus untuk memberi kabar gembira dan pemberi peringatan وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا _“Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.” (QS. Al-Furqan: 56)._ Amar ma'ruf nahi munkar, tanaman tidak hanya butuh dipupuk, disirami, dipagari, tetapi juga butuh dijaga anti hama, jangan sampai cuma hanya tumbuh subur keatas, tetapi habis diinjak-injak kambing, dimakan ayam atau yang lain. Meskipun semua hal telah diterapkan (dipupuk, disirami, dipagari, dijaga dari hama) tetapi tidak disirami, bagaimana akan subur tumbuh keatas?. Dan hal ini yang mendorong sebagian ulama, seperti syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menulis kutaib At Tashfiyah Wat Tarbiyah (pendidikan dan pembersihan), pendidikan dengan yang baik-baik dan dijaga, dibersihkan, dibentengi, dilindungi dari yang jelek-jelek. Begitupula generasi muda dan umat ini, bukan hanya diajari yang baik-baik dan dibiarkan mencari yang jelek-jelek, dilindungi juga dan dijaga. Syahwat begitu gencarnya (entah narkoba, perjudian, lotre dan undian dengan berbagai macam jenisnya). Jika mereka salah memasukkan kendaraan ke bengkelnya, kedokternya, orangtua mereka khawatir, anaknya berbisnis dan kerjasama menaruh saham berjuta-juta kepada orang yang tidak amanah saja orangtuanya khawatir, lalu bagaimana dengan urusan surga dan nerakanya? (anaknya berteman dengan seseorang yang berpemikiran menyimpang). Maka mereka memperingatkan, mengajak, mengikuti jalan Rasulullah ﷺ. Sekaligus mereka mengingkari setiap penyimpangan yang menyimpang dari jalannya (dengan menunjukkan bukti/hujjah, bukan dengan tuduhan dan fitnah). ✍ Seperti firman Allah Subhaanahu wa Ta'ala: قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ _Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar". (QS. Al Baqarah: 111)_ _Mereka ini golongan ahlus sunnah (ahlul hadits) sepanjang masa, mereka yang disebutkan oleh Al Imam al-hakim (Abi Abdillah Muhammad bin Abdullah al-Hakim an-Naisaburi (pengarang kitab al-Mustadrak ala ash-Shahihain)). Beliau mengatakan tentang ahlus sunnah (ahlul hadits): "Mereka adalah suatu kaum, yang mereka menempuh dan mengikuti jalannya orang-orang shalih. Mereka mengikuti jejak para salaf pendahulu mereka yang sudah berlalu, dan merekapun menolak ahlul bid'ah yang menyelisihi setiap sunnah-sunnah ajaran Rasulullah ﷺ seluruhnya"._ Sudah ada: jalannya, aturannya, telah Allah sebutkan hukum-hukumnya, serta sudah ada orang-orang yang melewatinya. Oleh karena itu mengapa nabi diutus dari kalangan manusia, diantara hikmahnya: karena jin bisa melihat kita, sedang kita tidak melihat jin, Sehingga shalatnya nabi (manusia) bisa dilihat jin, ucapan manusia bisa didengar oleh jin. Namun bagaimana jika nabi itu dari kalangan jin?. Dan Ibnul Qoyyim diawal kitabnya Zaadul Ma'ad, mengingatkan tentang landasan pokok ini, bahwasannya semua yang Allah pilih itu berdasarkan pilihan Allah yang baik, yang Allah Maha Mengetahui dari segala sesuatunya. Mengapa Allah pilih nabi dari golongan manusia?, Mengapa Allah pilih nabi terakhir dari bani ismail?, Mengapa Allah pilih bahasa nabi terakhir adalah bahasa arab?. Allah itu paling tahu. Mengapa kiblat ditengah?, Mengapa ada perubahan kiblat (mengalami perubahan 2 kiblat)?, Mengapa dahulu negerinya para nabi kering kerontang?. Semua itu banyak hikmahnya, hanya saja manusia itu kadang tahu hikmahnya, kadang tidak. Kadang disebutkan oleh ulama, kadang tidak. Namun kita yakin, setiap ketentuan Allah pasti mengandung hikmah, karena diantara nama Allah adalah al Hakim (Yang Maha Bijaksana). Menempuh jalan mereka, bukan membuat jalur baru dan ajaran baru. Lihat dan ikuti jalan Rasulullah ﷺ, shahabat, Imam Syafi'i, Imam Ahmad, Imam Malik, mereka tidak berbeda dalam hal prinsip mendasar (aqidah), mereka hanya berbeda pada hal-hal (fiqh) yang ijtihadnya diperbolehkan dan diberikan kelonggaran kepada masing-masingnya. Mereka sepakat: Al qur'an adalah kalamullah, adanya adzab dan nikmat kubur, adanya shirat, adanya mizan/timbangan amal, adanya malaikat. ✍ Hadits ‘Auf bin Malik Radhiyallahu ‘anhu. عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِيْ الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِيْ النَّارِ، قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ هُمْ؟ قَالَ: الْجَمَاعَةُ. _Dari ‘Auf bin Malik, ia berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Yahudi terpecah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan, satu (golongan) masuk Surga dan yang 70 (tujuh puluh) di Neraka. Dan Nasrani terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan, yang 71 (tujuh puluh satu) golongan di Neraka dan yang satu di Surga. Dan demi Yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, ummatku benar-benar akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, yang satu di Surga, dan yang 72 (tujuh puluh dua) golongan di Neraka,’ Ditanyakan kepada beliau, ‘Siapakah mereka (satu golongan yang masuk Surga itu) wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Al-Jama’ah._ Para sahabat semangat untuk mencari tahu, siapakah golongan yang satu ini, dan bukan semata langsung berputus asa, ataupun sebaliknya terlampau percaya diri. Namun para shahabat mencari tahu, sifatnya ahlus sunnah seperti apa?, supaya bisa mengikuti, memperbaiki diri dan berusaha untuk bisa masuk menjadi satu golongan yang masuk surga tersebut. *Kemudian Al Imam al-hakim (Abi Abdillah Muhammad bin Abdullah al-Hakim an-Naisaburi) mengatakan*, _Maka akal-akal mereka dipenuhi dengan kelezatan merasakan sunnah, dan qalbu mereka dimakmurkan dengan keridhaan dalam setiap kondisi. Mempelajari sunah adalah kebahagiaan mereka, dan majelis ilmu adalah kesukaan mereka. Ahlus sunnah secara keseluruhan adalah ikhwan (saudara mereka) sementara orang yang menyimpang dan pengikut bid'ah keseluruhannya adalah lawan mereka._ *Syaikh mengatakan*, _Hanya saja, kelompok ini (yang tertolong dan selamat) tidak akan terlepas disetiap masanya dari adanya sikap orang jahil dan shahibu hawa._ Orang jahil adalah orang yang tidak tahu ilmu, sehingga mengomentari, mensikapi, memvonis dan menuduh tanpa ilmu. Shahibu hawa adalah pengikut hawa nafsu, pengikut pemikiran tertentu yang ambisinya, kepentingannya, dia sebenarnya tahu kalau golongan ahlus sunnah itu yang benar, karena hanya mengikuti ajaran rasulullah ﷺ , tetapi bagi mereka ini membahayakan kedudukan dan usahanya. Maka mereka mengatakan: tidak, ahlus sunnah-lah yang salah. _Menipu dan membuat rencana-rencana tipuan untuk mereka, memancangkan permusuhan terhadap mereka (ahlus sunnah) dan menyematkan atau menuduh sebesar-besar kedustaan terhadap mereka. Dan apa yang didapati dan dijumpai oleh firqotun najiyyah terlebih di jaman ini, adalah lebih dasyat dan bahkan lebih buruk dari pada mereka-mereka yang sebelumnya menghalangi dari sunnah rasul._ _Firqotun najiyyah mendapati diantara mereka yang ingin menghadang, merintangi ajaran rasulullah ﷺ, mereka ingin memadamkan cahayanya, membuat kaum muslimin merasa tidak butuh terhadap ajaran tersebut dengan berbagai macam metode, cara dan perantara (wasilah) yang samar dan tidak terang-terangan langsung, yang disangka oleh orang yang kehausan seakan air dan apabila ia mendatanginya ternyata tidak ada apapun yang ia jumpai (fatamorgana). Dan sungguh, telah terbentuk sikap ini dalam menghadang sunnah, dalam beberapa bentuk. Setiap bentuknya menyesuaikan dengan tempat yang sudah dibuat, disusun agar tepat masuk dan turun ditempat yang ditentukan. Terkadang mereka menjelek-jelekan pelaku sunnah yang mengikuti sunnah rasul dengan sebutan: perbuatannya memecah-belah persatuan kaum muslimin._ Ketika para ulama menyebutkan firqah-firqah yang menyimpang tadi, tidak segan mereka menjuluki hal ini (perbuatannya memecah-belah persatuan kaum muslimin). Jika terhadap para ulama hadits mereka tidak segan dan malu mengucapkan seperti ini, lalu bagaimana lagi sikap mereka dengan ahlus sunnah yang lebih kecil dan bawah ?. Tuduhan yang disematkan mereka karena: imma jahil (karena belum tahu) atau shahib hawa. _Dan mereka telah salah, sungguh demi Allah._ Al-Imam asy syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam salah satu pilar dalam kitabnya ushul sittah menyebutkan yaitu mempersatukan, namun yang perlu diingat bahwa persatuan harus ada aturannya. Dan bukan semua yang berbeda aqidah, kemudian saling dipersatukan.Download MP3
7. pertemuan ke 7: ahlul ahwa menghendaki untuk memadamkan cahaya sunnah dan mengajak kaum muslimin untuk tidak merasa butuh dengannya
📅 27/02/17 📝 Di pertemuan yang lalu, telah kita sebutkan bagaimana ucapan Abu Abdillah al Hakim rahimahullah Ta'ala tentang suatu kaum ahlus sunnah wal jama'ah ahlul hadits, tentang sifat-sifat dan karakter mereka, diantaranya mereka mengikuti jejak peninggalan (ajaran) pendahulu mereka yang telah berlalu dan merekapun membantah, menolak, menghadapi ahlul bid'ah dan setiap pihak yang menyelisihi sunnah-sunnah Rasulillah ﷺ. Kemudian diantara sifat mereka yang penting adalah dan mereka senantiasa diliputi atau membiasakan diri untuk mempelajari sunnah-sunnah Rasulillah ﷺ. Menghadiri majelis ilmu dan demikian pula teman-teman mereka, pergaulan mereka. Sementara ahlul bid'ah mereka tinggalkan karena Allah Subhaanahu wa Ta'ala, karena bermadharat. Kemudian telah disebutkan pula, bahwasannya di setiap zaman dan masa, tidak pernah lepas dari ujian, baik dari kalangan ahlul jahl (orang yang tidak tahu-menahu tentang syariat) maupun dari kalangan shahibu hawa (yang mengikuti ideologi atau pemahaman, pemikiran firqah tertentu yang bertentangan dengan jalan dan manhaj rasulullah ﷺ). Maka sengaja atau tidak, sadar atau tidak, pihak-pihak ini menghadang sunnah Rasul ﷺ. Karena kejahilan, terkadang seseorang memusuhi, membenci sunnah, perilaku, perbuatan, amaliyah dan ajarannya, bahkan membenci pelakunya, karena ketidaktahuan. Atau karena hawa, ia tahu ini yang benar, namun bertentangan dengan kepentingan, hawa nafsu, dunia, uang dan kedudukannya, maka diapun tidak senang terhadapnya. Dan tentang dua perkara ini, telah kita sebutkan beberapa ayat-ayat dan hadits. ✍️ _Firman Allah Subhaanahu wa Ta'ala,_ بَلْ جَاءَهُم بِالْحَقِّ وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ _Sebenarnya dia (rasulullah ﷺ) telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran itu (QS. Al Mukminun: 70)_ ✍️ _Terkadang karena sebab ketidaktahuan,_ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ الْحَقَّ فَهُم مُّعْرِضُونَ _Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, karena itu mereka berpaling (QS. Al Anbiya: 24)_ _Ibnul Qayyim rahimahullah Ta'ala, berkata: "Sebab tertolaknya kebenaran banyak sekali. Di antaranya adalah kejahilan, dan inilah sebab yang mendominasi pada kebanyakan orang. Karena barangsiapa jahil terhadap sesuatu niscaya dia akan menentangnya dan menentang pemeluknya" (Hidayatul Hayara Fi Ajwibati Al-Yahudi wan Nashara hal. 18)_ Tidak suka, tidak cocok, tidak sama, maka diapun memusuhinya dan memusuhi pengikutnya (pemeluknya). Padahal ternyata itu yang dilakukan dan diajarkan oleh rasulullah ﷺ. Jenis yang ini (jahl): diajari, disabari..., karena belum tahu saja. Dimintakan ampunan atau didakwahi dengan hikmah. Adapun jenis yang kedua (ahlul hawa): ia sudah tahu dan jelas, namun ada penentangan, bersikukuh di atas kebatilan, bahkan menyuarakannya menghadapi al Haq dan as-sunnah. Maka berbeda sikap antara yang pertama dengan yang kedua. _Kemudian disebutkan oleh beliau, apa yang dijumpai oleh Firqotun Naajiyah lebih dahsyat, beragam dan jahat, dari orang-orang terdahulu dari pada pihak-pihak yang pernah menghalangi sunnah Rasul ﷺ. Mereka menghendaki untuk memadamkan cahaya sunnah dan mengajak kaum muslimin untuk merasa tak butuh dengan sunnah._ Syubhat mereka: Untuk apa belajar agama?, Mau jadi apa?, Untuk apa belajar mendalami agama?, Nanti engkau hidup memakai apa?, Nanti bagaimana masa depanmu?, Nanti bagaimana keluargamu?, Mau jadi apa?, Mau jadi teroris???. Syubhat ini terkadang dari jahil, terkadang dari shahibu hawa. Bermacam-macam. Padahal, mencari ilmu dan berusaha memahami ilmu agama itu merupakan perkara mendasar,sebagaimana dalam sebuah hadits yang dishahihkan dan diterima sejumlah ulama hadits, yaitu: ✍️ _Rasulullah ﷺ bersabda:_ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ على كل مُسْلِمٍ _"Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim."_ Kita ambil contoh; belajar Al-Qur’an. Hal itu telah dimudahkan oleh Allah, sebuah dorongan supaya mau mempelajarinya. ✍ _Allah telah katakan:_ وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ _Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (QS. Al-Qomar: 17)_ Sudah kami mudahkan, bukan kami persulit, "tetapi 30 juz,.. bagaimana kalau 60 juz, 100 juz?". Lebih berat lagi, dan Al-Qur’an adalah kitab yang menjelaskan segala sesuatu, bukan maknanya detail sampai perkara keduniaan (mesin isinya ini dan itu, cara membuat helikopter, motor), namun secara global (mana yang halal, haram dan yang dibutuhkan, -tanya ahlinya-) ada padanya. Dan ada sebagiannya terperinci, namun sebagian lainnya sifatnya global. Dan yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an, Allah perintahkan untuk mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ (dalam hadits). Kita butuh kedua-duanya. Tidak akan kita dapati dalam 30 juz Al-Qur’an tentang shalat Maghrib 3 rakaat ataupun sholat Isya 4 rakaat (dicari dari Al-Fatihah sampai dengan An-Nas tidak akan ditemui). _Tetapi Allah telah perintahkan, untuk mengikuti tuntunan sunnah rasulullah ﷺ_ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ _Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) (QS. An-Nisa: 59)_ فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ _Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih (QS. An-Nur: 63)_ وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ _Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka (QS. Al-Ahzab: 36)_ وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا _Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk (QS. An-Nur: 54)_ Mengikuti petunjuk Rasul telah disebutkan banyak dalam ayat, salah satunya: وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا _"Dan apa saja yang datang dari Rasulullah ﷺ kepada kalian, maka ambillah dan apa saja yang kalian dilarang untuk mengerjakannya, maka tinggalkanlah" (QS. Al-Hasyr: 7)_ Bagaimana petunjuk Rasul ﷺ dalam shalat, beliau praktikan, perintahkan dan bimbing), maka ikuti. ✍ _Dan dari kisah yang masyhur dan ma'ruf,_ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُستَوشِمَاتِ وَ النامصات والْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ فَبَلَغَ ذَلِكَ امْرَأَةً مِنْ بَنِي أَسَدٍ يُقَالُ لَهَا أُمُّ يَعْقُوبَ فَجَاءَتْ فَقَالَتْ إِنَّهُ بَلَغَنِي عَنْكَ أَنَّكَ لَعَنْتَ كَيْتَ وَكَيْتَ فَقَالَ وَمَا لِي أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ هُوَ فِي كِتَابِ اللَّهِ فَقَالَتْ لَقَدْ قَرَأْتُ مَا بَيْنَ اللَّوْحَيْنِ فَمَا وَجَدْتُ فِيهِ مَا تَقُولُ قَالَ لَئِنْ كُنْتِ قَرَأْتِيهِ لَقَدْ وَجَدْتِيهِ أَمَا قَرَأْتِ { وَمَا آتَاكُمْ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا } قَالَتْ بَلَى قَالَ فَإِنَّهُ قَدْ نَهَى عَنْهُ _Dari 'Alqamah dari Abdullah ibnu Mas'ud, ia berkata, "Semoga Allah melaknati Al Waasyimaat (wanita yang mentato) dan Al Mustawsyimaat (wanita yang meminta untuk ditato), Al Mutanammishaat (wanita yang mencukur alisnya), serta Al Mutafallijaat (merenggangkan gigi) untuk keindahan, yang mereka merubah-rubah ciptaan Allah." Kemudian ungkapan itu sampai kepada salah seorang wanita dari Bani Asad yang biasa dipanggil Ummu Ya'qub. Lalu wanita itu pun datang dan berkata, "Telah sampai kepadaku berita tentang Anda. Bahwa Anda telah melaknat yang ini dan itu." Abdullah ibnu mas'ud berkata, "Mengapakah aku tidak melaknat mereka yang telah dilaknat oleh Rasulullah ﷺ dan mereka yang terdapat di dalam Kitabullah?." Kemudian wanita berkata, "Sungguh, aku telah membaca diantara kedua lembarannya, namun di dalamnya aku tidaklah mendapatkan apa yang telah Anda katakan." Abdullah ibnu mas'ud menjelaskan, "Sekiranya engkau membacanya secara keseluruhan, maka niscaya saudari akan menemukannya. Bukankah Allah telah berfirman: Apa yang dibawa Rasul untuk kalian, maka ambillah, sedangkan apa yang dilarangnya, maka tingalkanlah?" (QS. Al-Hasyr 7). Wanita itu menjawab, "Ya, benar." Abdullah ibnu Mas'ud melanjutkan, "Sesungguhnya beliau telah melarang hal itu."_ Dan perkaramu ini (Al wasyimaat, Al mutawatasyimaat, Al mutanammishaat dan Al mutafallijaat untuk keindahan) termasuk dahulu yang dilarang oleh Rasulullah ﷺ. Apa yang disebutkan didalam Kitab, terkadang bentuknya global, terkadang bentuknya umum dan tetap diperintahkan melihat kepada sunnah rasulullah ﷺ. _Bahwasannya telah Kami mudahkan kitab (Al-Qur’an) ini, adakah yang mau mengingat? (perhatian, mempelajari dan menghafalnya). Tetapi disisi lain jangan sampai ada pihak yang menggampangkan (belajar sendiri secara otodidak, tafsir baca sendiri). Hati-hati, tidak sedikit orang yang menghafal, membaca dan mempelajari tafsir Al-Qur’an, tetapi kalau tidak benar sumber tafsirnya maka dia akan menyimpang karenanya._ ✍ _Oleh karena itu Allah katakan:_ إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا _Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat (QS. Muzzammil: 5)_ Al-Qur’an berat dan telah Allah mudahkan, akan tetapi disisi lain jangan disepelekan, butuh usaha dan kesungguhan. Masyhur bagi kita, kisahnya Abdurrahman bin muljam, bagaimana ia sampai membunuh Ali bin Abi Thalib, dalam keadaan dulunya ia seorang ahli Qur'an, dan dipuji oleh Umar bin Khattab dimasa hidupnya. Dan Umar menunjuk untuk dia menjadi juru dakwah di Mesir (atas permintaan gubernur Mesir ‘Amr bin al-‘Aash), ketika orang-orang mesir masuk islam dan meminta seorang mubaligh disana. Umar sendiri yang mengirimnya dan mengatakan: "Ini untuk kalian Abdurrahman bin Muljam, meskipun kami sendiri butuh kepada dia". Namun jaman terus silih berganti datang sepeninggal Umar bin Khattab, datang masa-masa dimana mulai Utsman bin Affan dituduh begini dan begitu (kolusi dan nepotisme), kemudian setelah Utsman, kemudian Ali bin Abi Thalib, sampai muncul kalangan al-khawarij. Dan dia sudah tidak sering ikut musyawarah bersama para shahabat, mengikuti bimbingan para sahabat, sendiri di Mesir, menafsirkan Al-Qur’an sendiri, bergerak sendiri, memahami sendiri, ditambah lagi dia menikahi seorang wanita haruriyah (bernama Fitham). Dan dia terfitnah dengannya. Dengan percaya diri, dia berkata: "nanti akan saya rubah istri saya". Namun yang terjadi, dia yang dirubah oleh istrinya. Dan sampai maharnya: "kalau engkau hendak menikah denganku, bunuhlah Ali bin abi Thalib", dan dia mengkafirkan Ali bin Abi Thalib tanpa bertobat sampai matinya. Inilah bahayanya Ahlul Bid'ah. ✍ _Sufyan At-Tsauri berkata :_ البدعة أحب إلى إبليس من المعصية المعصية يتاب منها والبدعة لا يتاب منها _"Bid’ah itu lebih disukai Iblis dibandingkan dengan maksiat biasa. Karena pelaku maksiat itu lebih mudah bertaubat. Sedangkan pelaku bid’ah itu sulit bertaubat" (Diriwayatkan oleh Ibnu Ja’d dalam Musnadnya no 1809 dan Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis hal 22)._ Bila melakukan maksiat, orang tahu kalau itu salah dan tidak ingin anak serta keluarganya seperti dia. Seorang pencuri, suatu saat dia ingin bertaubat, tidak ingin anaknya seperti bapaknya, ia sadar kalau dirinya salah dan suatu saat, bila dia bersungguh-sungguh maka akan ia dapatkan. Sedang ahlul bid'ah, sulit untuk kembali. _Dengan banyak cara, ahlul jahl dan shahibu hawa, menghadang sunnah, merintangi jalan as-sunnah yang tersebar, sadar atau tidak mereka sadari, sengaja atau tanpa mereka sengaja. Sehingga muncul pernyataan-pernyataan, cemoohan dan ejekan terhadap sunnah (karena tidak tahu atau salah faham). Atau mereka mencela pengikutnya (ahlus sunnah). Terkadang dijelekkan pelaku sunnah dengan tuduhan: memecah belah persatuan kaum muslimin._ Ketika seorang menjalankan sunnah/mengikuti sunnah rasulullah ﷺ menyuarakan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar, setiap yang baik dia bela dan suarakan dan yang bathil ia ingkari. Maka ketika ia mengingkari maka dikatakan ini memecah belah umat. Ketika ia mengingkari kebatilan secara umum ataupun khusus dari jenis perbuatan, pelaku ataupun kelompoknya dalam rangka amanah untuk menjaga kemurnian agama ("Ini salah", "Ini bukan ajaran rasul", "Ini menyelisihi firman Allah", "Ini menyelisihi ajaran rasul", "Ini bid'ah", "Ini munkar"). Dan yang seperti ini, bagi mereka (ahlul jahl dan shahibu hawa), mereka katakan sebagai pemecah belah umat. _Dan sungguh mereka dusta, demi Allah..._ Karena sesungguhnya keumuman ahlus sunnah ketika membantah (mengatakan kelompok ini salah/menyimpang, salahnya A, B, C yaitu dengan data-data dan bukti akurat), dalam kitab mereka disebutkan halaman sekian dan bukan dzon (atas dasar perasangka), namun betul-betul bukti akurat dan bukan sekedar tuduhan. Namun mereka (ahlul jahl dan shahibu hawa) mengikuti dzon (perasangka), perasaan ("ini kan main tuduh", "ini kan mereka merasa selamat sendiri"). Padahal mereka para ulama juga khawatir dirinya su'ul khatimah, minta keteguhan dan kekokohan, tetapi ini kewajiban agama: yang mungkar sampaikan ini mungkar, yang batil sampaikan itu bathil. Dan ketika mereka mengingkari, diatas ilmu. Ini ke-umuman, adapun perorangan kita tidak menganggap semua orang maksum (terjaga dari kesalahan). Setiap orang bisa terjatuh kedalam kesalahan. _Terkadang dengan celaan atau umpatan kepada orang-orang yang perhatian kepada sunnah Nabi ﷺ. Bahkan yang sibuk mempelajari sunnah dengan membahas, meneliti, mengamalkan dan mendakwahkannya terkadang dicela dan dicemooh_ Cuma belajar terus, kapan praktiknya, kapan aksinya, kapan gerakannya (padahal setiap hari bergerak, namun gerakan tersebut dengan ilmu). Gerakan dan amal itu dengan ilmu: "ini yang syar'i... maka lakukan...", "ini tidak syar'i atau belum waktunya... maka tidak dilakukan". Atau sesuatu yang semestinya dilakukan/semestinya ini yang benar, akan tetapi ini dapat menimbulkan fitnah, maka ditunda. Bukankah rasulullah ﷺ hendak merenovasi Ka'bah (membongkar ka'bah) sampai dibangun kembali di atas pondasi Nabi Ibrahim. Namun rasul khawatir kaumnya tidak terima dan mencela Rasul atau sampai murtad. Karena mereka dahulu yang membangunnya secara bersama-sama, namun rasul tahu bahwa bangunan Ka'bah ini tidak persis sebagaimana yang dibangun oleh Nabi Ibrahim, karena pernah rusak terkena banjir ataupun terbakar dan kemudian mereka perbaharui termasuk masa-masa ketika nabi masih muda dan belum turun wahyu kepada beliau dan mereka bahu-membahu membangunnya. Termasuk hijr, lengkungan yang sering disebut sebagai hijr ismail (tanda ka'bah sampai disitu). Oleh karena itu, bila thawaf (mengelilingi Ka'bah) masuk ketengah-tengahnya, tidak diluar hijr, tidak sah thawafnya karena merupakan bagian ka'bah dan belum memutari ka'bah. Dan siapa yang ingin shalat didalam ka'bah dan pintunya dihalangi atau dikunci, maka dia shalat didalam hijr maka bagaikan dia sudah shalat didalam kabah. Dan rasulullah ﷺ mengatakan, "Kalau bukan khawatir kaummu ya aisyah, aku akan hancurkan ka'bah, aku akan bangun kembali sesuai diatas pondasinya Nabi Ibrahim. Aku akan buatkan ka'bah dua pintu dan akan aku tempelkan pintunya ketanah (bukan diatas tetapi dibawah)". Beberapa hal ingin dilakukan rasul, namun khawatir terfitnah orang tidak terima. Terkadang sesuatu butuh ilmu, tentang mana yang sunnah dan yang tidak, juga butuh untuk tahu tentang tabiqus sunnah (menerapkan sunnah), ini benar-ini syar'i-ini haq, namun.., bagaimana menerapkannya, inipun ada ilmunya. Terkadang sebagian mereka mencela, mengumpat, menuduh orang-orang yang perhatian dengan sunnah nabi (membahas, meneliti, mengamalkan dan mendakwahkan), menuduh dengan celaan-celaan yang banyak. Sebagian mereka menuduh ulama hadits sebagai ulama haid dan nifas, sebagian yang lain menyebut para ulama sebagai ulama seputar sarung (membahasnya seputar masalah hukum madzi, mani, istihadhah, haid dan nifas). Padahal sebagian ulama menyebutkan hal-hal tadi sebagai nishful fiqh (setengah dari ilmu fiqh). Bila faham masalah ini, in syaa Allah yang berikutnya akan lebih mudah. Dan ini juga penting, karena terkait dengan suci atau tidaknya istrinya (apakah termasuk darah haid ataupun bukan, berkaitan dengan ia tinggalkan shalat atau tidak dan kalau berkaitan dengan sah atau tidak shalatnya, itu berarti berkait dengan shalat tiangnya agama dan ini termasuk perkara yang penting untuk diperhatikan. Demikian yang dilakukan oleh para ulama. Dan bukan berarti para ulama tidak perhatian dengan kondisi umat, sebagaimana pernah kita sebutkan bagaimana mereka luangkan waktunya sekian menit, sekian jam untuk khusus menerima telepon dari penjuru dunia dengan banyak fatwa. Namun tidak semua perkara mereka tahu, sebagian andil, sebagian ulama sampai gusar dan tidak bisa tenang tidurnya ketika ada sebagian kaum muslimin sedang dikepung dan dibantai. Para ulama peduli, mereka berdoa dengan apa saja yang mereka mampu. Namun bagi ahlul jahl dan shahibu hawa, mereka beranggapan belum ada wujudnya yang dilakukan para ulama karena tidak nampak dimata umum, kalau belum turun kejalan-jalan membakar ban, kalau belum mendobrak-dobrak pagar, kalau belum teriak-teriak dan nampak dimuka orang banyak/publik itu belumlah cukup. _Maka mereka mencela orang-orang yang perhatian dengan sunnah, mencela ahlul ilmu (para ulama yang membahas, meneliti, mengamalkan dan mendakwahkan sunnah) dengan celaan-celaan yang tidak pantas. Diantaranya adalah dibawah payung pembagian agama kepada juz'iyyat (pokok global) dan kulliyat (cabang atau parsial). Kemudian mereka menganggap dan sesalkan (beritakan buruk) terhadap orang yang tenggelam kepadanya._ Thaharah, seberapapun disepelekan itu tetap merupakan syarat dari shalat dan shalat itu tiang agama, kalau seseorang shalatnya tidak bagus, dikhawatirkan yang lainnya lebih jelek. Kalau baik shalatnya, akan mencegah kefasikan dan kemungkaran. Akan menghasung untuk belajar selainnya, terus berikutnya dan berikutnya. Mereka menganggap para ulama tenggelam didalam perkara-perkara kecil. _Dan mereka menganggap yang kulliyat (perkara yang pokok menyeluruh, lebih penting dan besar) yang mereka gunakan untuk mencela_ Para ulama perhatian dengan aqidah dan manhaj, bahkan sebagian orang mengetahui bagaimana para ulama kita. Perhatian sekali dengan muhadharah-muhadharahnya, pelajaran-pelajarannya dan aqidah-aqidah manhaj. Bahkan sebagian mengatakan pelajarannya kok cuma itu-itu saja. Apa tidak ada yang lain?, cuma manhaj dan aqidah. Bahkan sebagian sampai menuduh, itu ustadz-ustadz yang tidak faham fiqh karena pelajarannya cuma manhaj aqidah terus. Dan demikian contoh dari para ulama dan guru-guru kita seluruhnya, di khotbah-khotbah jum'at mereka, khutbah ied, muhadharah mereka, daurah-daurah mereka, mereka sampaikan yang terpenting dari yang terpenting kepada umat, yang pertama adalah aqidah, dan salah satu ibadah terpenting adalah aqidah shalat dan bukan bermakna mereka tidak faham bab wakaf, bab jual beli. Dan baru terlihat seorang alim itu ketika seorang munajamah/duduk, belajar berhari-hari, bertahun-tahun mengikutinya, atau bertanya, maka akan terlihat. Adapun semata dikhotbah, dimuhadharah ada kalanya seakan terlihat sama dengan da'i-da'i yang lain, atau bahkan dianggap: ini kalah, lebih bagus orasi dan khotbahnya fulan, lebih hebat fulan, yang bisa jadi dalam suara/orasi secara intonasi kalah dengan fulan yang menggebu-gebu, lebih bagus dan lebih jelas penyampaiannya. Para ulama menyampaikan secara biasa dalam khotbah jum'at, dalam muhadharah yang terkadang setahun sekali datang ke Indonesia yang disampaikan tentang rukun iman, rukun islam, masalah surga dan neraka. Yang bisa jadi kalau seorang tidak memahami dakwah Nabi dan Rasul, "kok cuma begitu-begitu ya?", yang bisa jadi sebagian menganggap, "kalau yang seperti itu saya sering dengar, dan saya sudah tahu". Namun para ulama menyampaikan bukan untuk dikatakan fulan alim, pintar, berilmu. Namun untuk membenahi kondisi umat, mana yang terpenting dan yang penting berikutnya. Perkara aqidah termasuk hal penting, seseorang kalau didorong dan diingatkan dengan surga dan neraka, kemudian sebagian mereka bertaubat, sebagian mereka takut dan semangat untuk mengejar keselamatan akhirat demi mendapat jannah dan ingin terhindar dari neraka, kalau sudah demikian maka dia akan berusaha dengan setiap apa yang bisa ia usahakan untuk mendapatkannya, maka ia memperbaiki diri kemudian bertanya: "syaikh, apa hukumnya ini, ini halal atau haram?", "ustadz, ini hukumnya apa?, ini boleh atau tidak?". Karena ingin memperbaiki diri. Namun..., bila dipelajari tentang kewajiban shalat, sunnah-sunnah shalat, fadhilah-fadhilah shalat, sementara dia tergerak untuk mau shalat saja belum!, kalau kita membicarakan sekian jam, sekian lama, tentang adab-adab shalat, tentang hal yang banyak, sementara dia tergerak untuk shalat saja belum. Maka aqidah penting sekali, dan ini dilakukan oleh para ulama. Disisi lainnya, mereka juga mempelajari hal yang seterusnya. Sebagian menuduh, hanya belajar yang juz'iyyat. Bagi mereka (ahlul jahl dan shahibu hawa) yang pokok itu yang greget (yang nge-fight), anak muda suka yang greget, yg ini kok cuma begitu-begitu, suruh sabar, kalau ditindas hanya doa, terus kapan kita melawan, bergerak begini dan begitu. Terkadang seperti itu, maka hati-hati. Sesungguhnya mengikuti sunah diikuti dengan penerapannya. Terkadang beberapa julukan disematkan dan dituduhkan kepada orang-orang yang melaksanakan sunnah. _Akan datang bantahan, In syaa Allah tentang pemisahan ini dalam syariat diakhir risalah ini. Hanya saja dikesempatan ini, aku mendapati keharusan untuk menyegerakan menukilkan sebuah ucapan yang sangat baik dan kokoh dari seorang Imam jaman ini, muhadits dunia, Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah Ta'ala. Dalam pembicaraan beliau bersama salah seorang anggota dari sebuah kelompok tertentu dalam Islam._ Dan sebelumnya kita tahu bahwa Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah Ta'ala, nama beliau sangat masyur, sering kita dapati nama beliau di buku, dikhotbah, Hadits riwayat abu dawud, hadits riwayat tirmidzi dishahihkan oleh Syaikh Albani. Sebagian ulama menyebutkan bahwasanya beliau pantas untuk dikatakan sebagai al-Hafiz dijaman ini dari sisi hadits. Dan yang memujipun para ulama. Adapun kita, dalam sebuah bidang, kita mengomentari tentang mesin, fulan pintar - fulan tidak, sementara kita tidak tahu sama sekali tentang mesin, maka kita bukan jadi jurinya, paling kita hanya bisa menduga-duga, namun bila yang memuji itu doktor dalam bidang teknik mesin, fulan mumpuni dan bagus, ini baru rekomendasi. Dalam ilmu hadits, yang memuji beliau (syaikh Albani) adalah para ulama ahlul hadits bukan orang-orang biasa seperti kita, tetapi mereka ulama hadits, memujinya. Pernah sebagian mereka (para ulama) dimasa hidup syaikh Albani, mengatakan "aku tidak mengenali, dibawah kolong langit di zaman sekarang, orang yang lebih tahu ilmu hadits dari pada beliau (Syaikh Albani)". Dan demikian pula karya-karya beliau, beliau men-tahqiq/teliti sekian banyak kitab-kitab hadits. Dan demikian pula hasil karya-karya beliau, mengumpulkan hadits-hadits mana yang shahih dan mana yang dhaif. Dan bukan bermakna beliau seorang yang maksum (terbebas dari kesalahan), Kalaupun ada salahnya (contoh: hadits dhaif beliau hasankan atau shahihkan, atau hadits shahih beliau dhaifkan). Itu dibandingkan dengan sekian ribu, mungkin puluhan ribu atau bahkan mungkin lebih yang sekian banyak beliau teliti, yang salah berapa gelintir, wajar atau tidak?, dan coba kita lihat, seseorang yang meneliti sunnah abu dawud, shahih abu dawud, dhaif abu dawud, shahih tirmidzi, dhaif tirmidzi, sekian banyak. Belum lagi kitab-kitab yang lain. Dan pujian para ulama luar biasa, dan orang yang mencela beliau satu dari dua, ima jahil (tidak tahu ilmu hadits sama sekali) atau shahibu hawa (tahu kalau benar, namun tidak suka dengan ajarannya, kepribadiannya dijatuhkan, padahal ia tahu kalau beliau ini alim dalam hadits). _Diantara kalam Syaikh Albani rahimahullah Ta'ala, beliau berkata: yang kami ketahui dari setiap dai kelompok-kelompok islam dimasa kini, selain dari pada mereka yang benar-benar perhatian kepada manhaj salafus shalih (jalannya salafus shalih - jalan: sahabat, tabi'in dan ulama yang mengikui mereka), banyak dari mereka membagi al islam dalam ushul (pokok) dan furu' (cabang)_ Dan disini sesungguhnya akan disebutkan oleh para ulama pada permasalahan ini adanya perincian, meskipun dimasa-masa awal tidak kenal pembagian ini. Sebagian ulama menggunakan istilah ini untuk membantah ahlul bid'ah. _Sebagian lagi yang menggunakan istilah yang lebih parah, yaitu membagi dengan penyebutan lubb (inti) dan qusyuur (kulit). Ini merupakan corengan zaman (sesuatu yang tidak semestinya) akan membinasakan muslimin, akan membuat mereka sadar atau tidak menjauh dari ajaran islam, padahal mereka ingin untuk mendekat (kepada ajaran islam) namun mereka menjadi jauh. Apalagi pembagian inti dan kulit, dengan apa pengetahuan yang ada padamu dan ilmu yang ada padaku, kita tidak bisa membedakan secara tepat, mana yang pokok dari yang cabang, kecuali jika yang dimaksud dengan pokok (ushul) adalah apa yang berkaitan dengan aqidah saja, dan perkara ushul tidak masuk padanya sedikitpun dari perkara hukum (bila menurut pemahaman ini). Kalau begitu (dengan pemahaman ini), shalat yang merupakan rukun islam kedua, tidak masuk kedalam ushul (pokok-pokok agama), tetapi shalat hanya masuk dalam bab furu', Mengapa..???, karena shalat tidak ada kaitannya dengan aqidah murni tetapi berkaitan dengan ibadah (fiqh)._ Maka dengan pemahaman dab definisi mereka tadi, ushul yang tidak berkaitan dengan hukum-hukum ibadah, berarti shalat keluar dari ushul, padahal shalat adalah tiangnya agama. _Maka pembagian ini sangat berbahaya, oleh karenanya kata syaikh, pernah lewat pada sebagian kelompok yang lalu, mereka mengajak untuk membangun islam keseluruhan, ini sebenarnya seruan yang baik dan benar. Islam sebagaimana datangnya kepada kita wajib untuk terus kita jaga dan bangun._ _Dari sisi amaliyah (praktik) sebagian orang/jama'ah mampu untuk menerapkan satu sisi tetapi tidak mampu menerapkan sisi yang lain (dimungkinkan dari sisi amalan praktik). Mengerjakan ibadah yang ini, tetapi tidak mengerjakan ibadah yang itu. Akan tetapi dari sisi pemahaman/pemikiran yang sifatnya teori, ajaran islam harus dibangun keseluruhannya tanpa dipilah-pilah._ Semuanya dari al islam, meskipun kita tidak melakukannya. Tidak semua ibadah sunnah dapat kita lakukan (misalnya: puasa daud, senin-kamis, puasa 3 hari tiap bulan). Ada yang tidak bisa kita lakukan, tetapi itu tetap harus difahamkan dan difahami bahwasannya ini sunnah, ini termasuk syariat yang harus dijaga. _Ini fardhu, ini sunnah, ini sunnah, ini sunnah. Tidak bisa kita katakan: "ini hanya sunnah, tidak mempunyai nilai...", Tidak..._ _Tidak boleh kita katakan: "ini disukai saja, bukan wajib dan tidak punya nilai". Tidak...._ _Tidak boleh mengatakan: "cukup kita yang wajib-wajib saja"._ Dari sisi amal ini dimungkinkan, namun dari sisi teori (pemahaman), kita harus yakini semua syariat adalah yang terbaik dan kalaupun kita tidak melakukan, jika ada saudara kita yang mengerjakannya, maka: kita menyukai, mencintai dan membelanya. _Kita mengajak umat kepada islam keseluruhannya, hanya saja setiap orang mengambil sesuai dengan kesanggupan dan kemampuannya._ Masing-masing sesuai dengan kemampuannya, tidaklah sama antara santri dengan pekerja, orangtua dengan anak (yang ini belajar dan yang ini bekerja), sebagian dia luangkan untuk belajar. Yang terus-menerus belajar, ia luangkan sebagian waktunya untuk bekerja, tidak sama semuanya. Namun masing-masing mengambil sesuai dengan kemampuannya. Namun bukan kemudian bermakna, diambil sekedar sebatas yang inti dan kulit dibuang. Membagi agama dengan istilah lubb wa qusyuur, ini tidak semestinya. Sebagian orang mencela hadits, kita butuh hanya intinya, isinya, kulitnya kita tidak butuh. Dengan istilah mereka: Kita pentingkan jauhar dan kita tidak pentingkan mad'har dengan istilah lain, yang penting itu batinnya sedang sisi dzahirnya itu tidaklah penting. Padahal islam tidak pernah mengajarkan seperti itu. Penting kedua-duanya. Meskipun aqidah dan isi lebih penting, akan tetapi bukan bermakna kita boleh meremehkan bahkan menganggap membuang kulitnya karena kita tidak butuh. Syaikh Robi hafizhahullaah Ta'ala membantah tentang hal ini, mereka mengatakan yang penting isinya, yang kita makan buah jeruknya, bukan kulitnya. Tetapi siapa mau membeli jeruk tanpa kulit, sudah dibuka, tidak disterilkan, tidak dibungkus (terkena kotoran, tertimpa angin, terkontaminasi dengan kotoran tanpa dibungkus kulit), maka kita butuh dari yang lahir (tampak) dan batin. Dan tidaklah ahlul kitab terdahulu menyimpang, kecuali karena ini, sebagian terlalu perhatian dengan dzahir (seperti yahudi), dan sebagian yang lain terlalu perhatian dengan bathin (seperti nashara).Download MP3
8. pertemuan ke 8: pentingnya mengerjakan sunnah sesuai kemampuan dan makna as sunnah
📅 06/03/17 📝 Dipertemuan yang lalu, kita sampai pada kalam, Asy Syaikh Albani rahimahullaah Ta'ala yang dinukilkan oleh penulis rahimahullaah Ta'ala, dimana beliau mengingatkan untuk kita seluruhnya agar memperhatikan dan kembali kepada ajaran Al Islam dengan keseluruhannya. _Kami mengajak kepada ajaran Al-Islam ini dengan keseluruhannya (dengan ajaran-ajaran kesempurnaannya), hanya saja setiap orang mengambil sesuai dengan apa-apa kesanggupannya untuk ia tegakkan, yang dia mampu untuk dilaksanakan sesuai dengan kemampuan kondisinya. Manhaj (metode jalan hidup) ini adalah jalan lurus, yang dahulu dipegangi dan menjadi jalannya salafus shalih (para pendahulu yang shalih), sebagaimana anda akan melihat kepada apa yang akan saya tampakkan dalam beberapa pembahasan kedepan, In syaa Allahu Ta'ala.., semoga shalawat serta salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ._ Didalam agama ini, Rasulullah ﷺ menyebutkan tentang hal-hal yang dilarang dan yang diperintahkan. Dan para shahabat menyatakan sami'na wa atho'na, dan yang hanya mereka ketahui dan fahami itulah perbuatan Nabi ﷺ. Nabi memerintahkan dan terkadang meninggalkannya (terkadang Nabi mengerjakan dan terkadang tidak), maka para shahabat tahu kalau (perkara) ini asalnya tidak wajib. Mereka tidak mempertanyakan tentang hukum suatu perkara apakah wajib ataupun sunnah, dan baru dibahas oleh para ulama belakangan, dan bukan berarti itu tidak boleh. Ini diperbolehkan dalam rangka untuk mengetahui mana yang wajib dan yang sunnah setelah wahyu terputus, sehingga dapat diketahui hukumnya (dan itu sangat penting). Sebagaimana dicontohkan: didalam berwudhu, seseorang mengetahui mana yang wajib dan mana yang sunnah, sehingga ketika airnya minim, dia hanya mengambil perkara yang wajib-wajib, sedangkan air yang ada untuk kebutuhan yang lain, sehingga ia hanya berwudhu satu kali dan pada perkara yang wajib-wajib (membasuh tangan yang pertama kali tidak dilakukan karena itu sunnah). Akan tetapi..., bukan bermakna ketika seorang mengetahui mana yang wajib dan yang sunnah kemudian dia menyepelekan dan meremehkan sunnah. Padahal dia bisa mengerjakannya, atau kalaupun tidak sanggup mengerjakannya maka janganlah ia mengejek, mengolok-olok saudaranya yang mengerjakannya. Maka semestinya ia senang terhadap amalan tersebut, suka kalau ada saudaranya yang mengamalkan, meskipun ia belum bisa mengamalkannya. Begitupula tetap diajarkan dan seterusnya. Sebab, seandainya semua perkara (yang untuk diajarkan), disyaratkan: harus dilakukan seluruhnya (semuanya) oleh orang yang menyampaikannya, maka niscaya seluruh ajaran tidak dapat tersampaikan secara utuh. Inilah sesungguhnya jalan salafus shalih, apa yang datang dari rasulullah ﷺ, maka mereka ambil semampu mereka dan mereka tidak menyepelekan, meremehkan apalagi sampai merendahkan sunnah Nabi ﷺ meskipun hukum sebagiannya tidak sampai perintah wajib. Bahkan, Syaikh Abdul Qoyyum bin Muhammad bin Nashir As-Suhaibany menulis sebuah Kutaib ringkas dengan judul "Pengagungan Terhadap Sunnah" (تعظيم السنة). Kutaib ini diberi taqdiim/muqaddimah oleh Syaikh Shalih al-Abuud (mantan rektor Universitas Islam Madinah dan pengajar di masjid Nabawi). Pada kutaib ini disebutkan tentang perkara-perkara penting, dorongan untuk perhatian dengan sunnah Rasulullah ﷺ. Dan sebaliknya, ancaman kepada orang yang mengejek atau menghina sunnah Rasulullah ﷺ. ✍️ Quthbud Din Al-Yunaini berkata: "Telah sampai kepada kami bahwasanya seorang laki-laki yang dipanggil dengan Abu Salamah dari daerah Bushra, dia suka bercanda dan berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Disebutkan disisinya tentang siwak dan keutamaannya, maka dia berkata: "Demi Allah, aku tidak akan bersiwak kecuali didubur", kemudian dia mengambil sebatang siwak dan memasukkannya keduburnya, kemudian dikeluarkan kembali. Setelah melakukan perbuatan tersebut, ia tinggal selama sembilan bulan dalam keadaan mengeluh sakit diperut dan duburnya. Lalu ia melahirkan anak seperti tikus yang pendek dan besar, memiliki empat kaki, kepalanya seperti kepala ikan, memiliki empat taring yang menonjol, panjang ekornya satu jengkal empat jari dan duburnya seperti dubur kelinci. Ketika lelaki itu melahirkannya, hewan tersebut menjerit tiga kali, maka bangkitlah putri dari laki-laki tersebut dan memecahkan kepalanya sehingga matilah hewan tersebut. Laki-laki tersebut hidup setelah melahirkan selama dua hari, dan meninggal pada hari yang ketiga. Dan sebelum meninggal, ia berkata: "Hewan itu telah membunuhku dan merobek-robek ususku". Sungguh kejadian tersebut telah disaksikan oleh sekelompok penduduk daerah itu dan para khatib tempat itu. Diantara mereka ada yang menyaksikan hewan itu ketika masih hidup dan ada pula yang menyaksikan ketika hewan itu sudah mati." (Kitab Al Bidayah wan Nihayah no. Hadits 665) Beliau juga contohkan kisah seseorang yang menyepelekan dalam hal mendahului imam ketika shalat, ✍ _Rasulullah memberikan ancaman keras bagi seseorang yang mendahului imam, seperti disebutkan dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:_ قَالَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا يَخْشَى الَّذِي يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ _Muhammad ﷺ bersabda, "Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, sehingga Allah mengubah kepalanya menjadi kepala keledai?." (HR. Muslim)_ Meskipun para ulama ada khilaf (perbedaan pendapat), Apakah sungguh dirubah menjadi keledai atau berupa sifatnya saja. Dan kalaupun benar-benar dirubah menjadi keledai, jika dikehendaki, bagi Allah Subhaanahu wa Ta'ala maka sangatlah mudah. Ataukah dirubah menjadi seperti orang yang bodoh (tidak sehat), padahal secara wajar dia bisa berfikir namun dianggap bodoh dan diibaratkan seperti keledai akibat dari seringnya mendahului imam. Dan itu semua adalah sabda Nabi ﷺ, maka wajib bagi setiap muslim untuk mengatakan: "sami'na wa atho'na". Haruslah percaya, mendengar dan taat, serta tidak boleh meremehkan atau menghina sesuatupun yang berasal dari sunnah Rasulullah ﷺ. Asy Syaikh mengatakan, mengajak untuk kembali kepada Al-Islam secara menyeluruh dan tidak kemudian menyepelekan sebagiannya. *DEFINISI AS-SUNNAH* Kita sering mendengar, kembali ke sunnah, mari jaga sunnah rasul, berpegang teguh dengan sunnah rasul, apa yang dimaksud dengan as-sunnah? _Mungkin termasuk perkara yang sangat mendesak, sebelum masuk dalam pembahasan sunnah, pentingnya memperhatikan sunnah-sunnah nabi maka perkara yang sangat mendesak dan darurat maka kita bahas tentang makna sunnah. Baik dilihat dari sisi lisan bahasa arab yang murni fasih atau dilihat dari dalil-dalil syariat (Al-Quran atau wahyu Allah melalui Hadits Rasulullah ﷺ) demikian pula menurut pemahaman generasi diawal, apa-apa yang difahami oleh para shahabat dengan apa yang disebut sebagai sunnah. Ataukah menurut apa yang difahami oleh ahlul hadits, ulama ushul fiqh ataupun fuqoha ahlul fiqh._ _Maka saya katakan tentang hal ini._ 1._Yang pertama: Definisi as-sunnah secara bahasa. Sunnah secara bahasa dapat difahami sebagai: as-siirah (السيرة), yaitu: perjalanan hidup seseorang, berupa jalan hidup yang baik ataupun buruk. As-sunnah disebut juga sebagai: at-thariiqah (الطريقة), yaitu: cara, metode, ajaran, jalan hidup, atau perjalanan hidup seseorang berupa yang baik ataupun buruk. Juga disebut as-sanan (السَّنن) diambil dari makna at-thariiq (الطريق) yaitu jalan._ 2._Yang kedua: Makna sunnah dalam kalam syariat (yakni Al-Qur’an ataupun Al-Hadits) dan oleh generasi awal terdahulu (para sahabat Rasulullahﷺ). Apabila disebut lafadz sunnah pada sabda Nabi ﷺ, atau ucapan shahabat atau tabi'in (murid-murid shahabat) dan itu dalam konteks anjuran (menganggap baik, pujian dan bukan celaan), yang dimaksud makna syar'i yang umum dan mencakup semua hukum dalam syariat baik dalam bab aqidah, amaliyah baik yang wajib maupun yang sunnah, yang disukai ataupun mubah._ _Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (فتح الباري) beliau mengatakan: "Telah baku bahwasannya istilah as-sunnah apabila datang dalam sebuah hadits, maka yang dimaksud dengannya bukanlah yang berkebalikan dengan yang wajib._ ✍ _Berkata Ibnu Allan dalam Dalilul Falihin (دليل الفالحين) kitab syarah Riyadhush Shalihin. Tentang hadits فعليكم بسنتي,_ فإنه من يعش منكم فسيرى اختلافاً كثيراً . فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهدين عضوا عليها بالنواجذ , وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل بدعة ضلالة _"Sesungguhnya barangsiapa yang hidup di suatu jaman nanti akan menjumpai perselisihan yang sangat banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Al-Khulafa' ar-Rasyidin yang telah mendapat petunjuk, gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham, serta waspadalah kalian dari perkara-perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat." (Hadits riwayat Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, berkata At-Tirmidzi: Hadits hasan shahih)_ _Maknanya: Hendaklah kalian berpegang teguh dengan caraku atau jalanku (thariqati) atau metodeku atau jalan hidupku, yang lurus yang aku jalani, yang telah aku rinci (telah aku jelaskan kepada kalian berupa hukum-hukum) baik dalam hal aqidah (keyakinan), amaliyah (yang didakwahkan, dilakukan dan diterapkan) yang wajib maupun yang sunnah._ Semuanya masuk kedalam: "Wajib berpegang teguh dengan sunnahku" (فعليكم بسنتي) baik amaliyah yang wajib maupun yang sunnah, meskipun yang sunnah itu tidak wajib artinya tidak kemudian semuanya harus dilakukan, namun seseorang harus menganggap hal itu bagian dari agama (diperhatikan, diajarkan, dijaga dan jangan sampai hilang/lenyap/punah), meskipun kadang melakukan yang ini dan kadang yang itu. Jangankan yang sunnah-sunnah, yang wajibpun tidak semua orang bisa melakukannya terus-menerus, mungkin dia tidak sanggup berdiri karena sakit, maka dia shalat sambil duduk, padahal harusnya dia wajib berdiri, tetapi karena udzur maka dia mendapat rukhsah berupa duduk. Begitupula ia wajib untuk melakukan puasa, tetapi disaat dia safar ataupun sakit, maka ada udzur. ✍ _Disebutkan oleh Ash-Shan'ani dalam Subulus Salam syarh Bulughil Maram min Jam’i Adillatil Ahkam tentang hadits Abu Sa'id al-Khudri_ عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ خَرَجَ رَجُلاَنِ فِيْ سَفَرٍ فَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ فَتَيَمَّمَا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَصَلَّيَا ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ فِيْ الْوَقْتِ فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلاَةَ وَالْوُضُوْءَ وَلَمْ يُعِدِ الآخَرُ ثُمَّ أَتَيَا رَسُوْلَ اللهِ فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ لِلَّذِيْ لَمْ يُعِدْ أَصَبْتَ السُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْكَ صَلاَتُكَ وَقاَلَ لِلَّذِيْ تَوَضَّأَ وَأَعَادَ لَكَ الأَجْرُ مَرَّتَيْنِ _Dari Abu Sa’id Al-Khudri berkata: Ada dua orang laki-laki keluar dalam suatu safar (perjalanan). Kemudian tiba waktu shalat sedang tidak ada air bersama keduanya lalu keduanya bertayammum dengan tanah yang suci sekaligus shalat. Tak lama kemudian, keduanya menjumpai air, maka seorang mengulangi wudhu dan sholatnya sedangkan seorang lainnya tidak mengulangi. Keduanya kemudian datang kepada Rasulullah ﷺ serta menceritakan halnya, lantas sabda Nabi kepada yang tidak mengulangi shalat: "Engkau telah mencocoki sunnah dan sholatmu sudah cukup", sedangkan sabda beliau kepada yang mengulangi shalat: "Engkau mendapatkan dua pahala". (HR. Abu Daud (338), Nasai (431), Darimi (750), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (651))_ Engkau telah mencocoki sunnah (أَصَبْتَ السُّنَّةَ), yang dimaksud sunnah disini bukan sunnah yang tidak wajib, tetapi (أي الطريقةالشرعية) engkau telah mencocoki/tepat/benar/sesuai dengan ajaranku. ✍ _Dari ‘Abdullah bin Mughoffal Al Muzani bahwa Nabi ﷺ bersabda,_ صَلُّوا قَبْلَ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ – قَالَ فِى الثَّالِثَةِ – لِمَنْ شَاءَ كَرَاهِيَةَ أَنْ يَتَّخِذَهَا النَّاسُ سُنَّةً _"Shalat sunnahlah sebelum Maghrib, beliau mengulangnya sampai tiga kali dan mengucapkan pada ucapan ketiga, "Bagi siapa yang mau, karena dikhawatirkan hal ini dijadikan sunnah." (HR. Bukhari no. 1183)._ Kata-kata "Bagi siapa yang mau" (لِمَنْ شَاءَ), telah merubah hukum dari "Shalat sunnahlah sebelum Maghrib" (صَلُّوا قَبْلَ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ), yang hukum asalnya difahami sebagai perintah wajib (karena perintah Rasulullah ﷺ memberikan konsekwensi wajib) kecuali bila ada dalil yang lain atau indikasi qarinah yang menggesernya dari suatu kewajiban. "Karena dikhawatirkan hal ini dijadikan sunnah", maksud sunnah disini bukanlah kebalikan dari wajib, namun dikhawatirkan bila orang-orang menganggapnya wajib. Makna sunnah disini ("hal ini dijadikan sunnah") adalah merupakan thariqat dan jalan yang harus dikerjakan. _Asy Syaikh Abdussalam bin Barjas mengatakan, setelah memperhatikan lafadz-lafadz sunnah seperti ini, dan karenanya termasuk suatu perkara yang penting untuk kami ingatkan, yang dengannya sebagian orang yang menisbatkan diri kepada ilmu terjerumus dan terjatuh padanya. Sebagian dai mengajarkan dan menerapkan lafadz as-sunnah yang datang dalam ayat ataupun hadits dalam syariat, dibawa kepada makna dan istilahnya orang-orang ulama ahli Fiqh (sehingga yang dimaksud sunnah adalah tidak/bukan wajib)._ Maka bila rasul mengatakan, "Hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku" (فعليكم بسنتي), maka mereka mengatakan: "ooo.... itu tidak wajib". Ini harus dibedakan, Bukan demikian !!! _Maka terjadi kesalahan fatal, kesalahan yang amat buruk dan dengan itu, sadar atau tidak menjadikan dikeluarkannya hukum-hukum dari apa yang dimaui oleh syariat_ Rasul mengatakan, "Hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku" (فعليكم بسنتي). Sunnahku (ajaranku, aqidahnya dan ibadahnya baik yang wajib ataupun yang sunnah) tetapi yang mereka fahami : "Berpegang teguh terhadap sunnah-sunnahku", yang tidak wajib-wajib. Bukan begitu maknanya!!! 3._Yang ketiga: Menurut para ulama Ahli Hadits, as-sunnah menurut mayoritas jumhur ulama ahlul hadits adalah sinonim daripada hadits itu sendiri. Hadits adalah apa-apa yang diwariskan, ditinggalkan, diambil dari Nabi ﷺ baik berupa ucapan/sabda Nabi (sunnah qouliyah), perbuatan (sunnah fi'liyah) , atau sekedar persetujuan Nabi ﷺ berupa sahabat melakukan dan nabi menyetujuinya (sunnah taqririyah), sifat berupa ciptaan berupa perawakan beliau dan yang selainnya (sunnah khalqiyah), ataupun akhlak beliau (sunnah khuluqiyah) atau jalan hidup beliau setelah diutus menjadi Nabi, dan masuk sebagian yang sebelum diangkat menjadi Nabi ﷺ._Download MP3
9. pertemuan ke 9: penjelasan makna as sunnah
📅 13/03/17 📝 Dipertemuan yang lalu, kita telah membahas definisi as-Sunnah, 1._Secara bahasa dimaknai as-siirah (السيرة) maupun at-thariiqah (الطريقة), yaitu: metode maupun jalan._ 2._Didalam lisan syariat (لسان الشارع) dalil-dalil syariat ketika disebut sunnah, maka yang difahami darinya adalah hukum-hukum yang datang dalam syariat secara umum. Yang difahami dari kalam Rasulullah ﷺ, kalam shahabat dan tabi'in (murid-murid mereka) ketika menyebut as-sunnah dalam konteks (الاستحسان) menganggap baik suatu perkara. Maka yang dimaksud sunnah adalah hukum-hukum syariat secara umum, baik dalam hal aqidah, amaliyah, ibadah yang wajib maupun yang sunnah._ 3._Menurut para ulama Ahli Hadits, as-sunnah menurut mayoritas jumhur ulama ahlul hadits adalah sinonim daripada hadits itu sendiri. Hadits adalah apa-apa yang diwariskan, ditinggalkan, diambil dari Nabi ﷺ baik berupa ucapan/sabda Nabi (sunnah qouliyah), perbuatan (sunnah fi'liyah), atau sekedar persetujuan Nabi ﷺ berupa sahabat melakukan dan nabi menyetujuinya dan tidak diingkari (sunnah taqririyah), sifat berupa ciptaan berupa perawakan beliau dan yang selainnya (sunnah khalqiyah), ataupun akhlak beliau (sunnah khuluqiyah) dan atau perjalan hidup beliau setelah diutus menjadi Nabi, dan terkadang masuk sebagian yang sebelum diangkat menjadi Nabi ﷺ._ ✍️ _Contoh sunnah taqririyah diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu:_ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : لِبِلاَلٍ عِنْدَ صَلاَةِ الْفَجْرِ يَا بِلاَلُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الإِسْلاَمِ فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ قَالَ مَا عَمِلْتُ عَمَلاً أَرْجَى عِنْدِي أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طُهُورًا فِي سَاعَةِ لَيْلٍ ، أَوْ نَهَارٍ إِلاَّ صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ. – متفق عليه _Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi ﷺ berkata, kepada Bilal Radhiyallahu 'anhu ketika shalat Fajar (Shubuh): "Wahai Bilal, ceritakan kepadaku amal yang paling utama yang sudah kamu amalkan dalam Islam, sebab aku mendengar di hadapanku suara sandalmu dalam surga". Bilal berkata; "Tidak ada amal yang utama yang aku sudah amalkan kecuali bahwa jika aku bersuci (berwudhu) pada suatu kesempatan malam ataupun siang melainkan aku selalu shalat dengan wudhu tersebut, berupa shalat yang telah ditetapkan kepadaku" (HR. Muttafaq alaih)_ Dan dalam hal ini merupakan sikap pertengahan, artinya bukan kemudian diasumsikan semua perbuatan atau amal ibadah yang tidak dilakukan oleh Rasulullah ﷺ itu tidak boleh dan bukan ibadah. "Tidak juga". Ada shahabat-shahabat melakukan ibadah dan dibenarkan oleh Nabi ﷺ, disetujui dan tidak diingkari. Karena wahyu belum terputus, dan Allah berfirman, مَّا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِن شَيْءٍ _Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab (QS. Al-Anaam: 38)_ Tidak ada sesuatu yang bathil atau mungkar pasti telah Allah Subhaanahu wa Ta'ala wahyukan dan diingkari oleh Rasulullah ﷺ. Oleh karena itu, seorang shahabat dulu berdalil tentang bolehnya sesuatu ketika Rasulullah ﷺ masih hidup dan tidak ada pengingkaran. ✍️ _Dari Jabir bin 'Abdillah, beliau berkata,_ كُنَّا نَعْزِلُ وَالْقُرْآنُ يَنْزِلُ _"Kami dahulu pernah melakukan 'azl di masa Rasulullah ﷺ dan Qur’an turun ketika itu" (HR. Bukhari no. 5208)_ 'Azl adalah seseorang melakukan (bersenggama) dengan istrinya dan menumpahkan air maninya diluar rahim dan sebagian ada yang mencela, tidak membolehkannya dan Yahudi menganggap itu pembunuhan terselubung karena merupakan calon janin. Karena manusia diciptakan dari dari air yang hina (ماء مهين), dari air yang ditumpahkan (يُمْنَىٰ), maksudnya air mani semestinya untuk penciptaan manusia bukan dibuang-buang. Tetapi terdapat "sunnah taqririyah" membolehkan hal ini: ✍ _Dari Jabir bin 'Abdillah, beliau berkata,_ كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَبَلَغَ ذَلِكَ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَمْ يَنْهَنَا. _"Kami dahulu melakukan ‘azl di masa Rasulullah ﷺ dan sampai ke telinga beliau, namun beliau tidak melarangnya" (HR. Muslim no. 1440)._ Ketika ada di zaman Nabi ﷺ, nabi mengetahuinya dan tidak mengingkarinya, maka minimal menunjukkan boleh dan tidak dilarang. *Adapun sepeninggal Nabi ﷺ, wahyu telah terputus,* maka tidak boleh membuat-buat ritual ibadah tertentu ataupun ajaran baru. ✍ _Dari Anas Radhiyallahu 'anhu, dia berkata,_ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بَعْدَ وَفَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعُمَرَ انْطَلِقْ بِنَا إِلَى أُمِّ أَيْمَنَ نَزُورُهَا كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُورُهَا فَلَمَّا انْتَهَيْنَا إِلَيْهَا بَكَتْ فَقَالَا لَهَا مَا يُبْكِيكِ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ مَا أَبْكِي أَنْ لَا أَكُونَ أَعْلَمُ أَنَّ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَكِنْ أَبْكِي أَنَّ الْوَحْيَ قَدْ انْقَطَعَ مِنْ السَّمَاءِ فَهَيَّجَتْهُمَا عَلَى الْبُكَاءِ فَجَعَلَا يَبْكِيَانِ مَعَهَا _"Tidak lama setelah Rasulullah ﷺ wafat, Abu Bakar berkata kepada Umar; 'Ikutlah dengan kami menuju ke rumah Ummu Aiman untuk mengunjunginya sebagaimana Rasulullah ﷺ selalu mengunjunginya. Dan ketika kami telah sampai di tempatnya, Ummu Aiman pun menangis. Lalu mereka berdua berkata kepadanya; Kenapa kau menangisi beliau, bukankah apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik bagi Rasul-Nya ﷺ?, Ia menjawab: Bukanlah aku menangis karena aku tidak tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik bagi Rasul-Nya, akan tetapi aku menangis karena dengan wafatnya beliau berarti wahyu dari langit telah terputus. Ummu Aiman pun membuat mereka berdua bersedih dan akhirnya mereka berduapun menangis bersamanya."_ Sehingga dengan meninggalnya Rasulullah ﷺ, wahyu telah terputus dari langit (الْوَحْيَ قَدْ انْقَطَعَ مِنْ السَّمَاءِ), karena beliau Khatamun Nabiyyin (خاتم النبيين) penutupnya para Nabi. Ajaran telah sempurna. Dan kalaupun ada teknologi baru setelah wafatnya Rasulullah ﷺ, tidak boleh bertentangan dengan dari dalil-dalil syariat Al-Kitab ataupun As-Sunnah. Para ulama ber-Istinbath, mengambil hukum dari pendalilannya. 4. _Yang keempat: pengertian as-sunnah menurut para ulama ushuliyyin. As-sunnah, menurut ulama ushuliyyin (ahli fiqh) bahwasannya, as-sunnah merupakan pokok dari pokok-pokok hukum dari syariat dan dalil diantara dalil-dalil dalam syariat._ Ushul Fiqh adalah suatu ilmu yang membahas qa'idah-qa'idah ushuliyyah (pokok dasar, yang rumusnya diambil dari dalil-dalil hukum syariat). Misalnya: ada banyak kejadian (di masa Rasulullah ﷺ), lalu diperhatikan, dipelajari, diteliti, diperiksa dari sekian banyak dalil, kemudian disimpulkan oleh para ulama ushuliyyin, dan hasilnya berupa qa'idah yang telah baku. Sebagai contoh kaedah tersebut: درأ المفاسد مقدم على جلب المصالح _"Menghilangkan mafsadat lebih didahulukan daripada mengambil manfaat."_ Sesuatu kalau dilakukan akan timbul madharat, maka kita tunda, meskipun padanya terdapat maslahat. ✍ _Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, Rasulullah ﷺ bersabda,_ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْلَا حَدَاثَةُ عَهْدِ قَوْمِكِ بِالْكُفْرِ لَنَقَضْتُ الْكَعْبَةَ وَلَجَعَلْتُهَا عَلَى أَسَاسِ إِبْرَاهِيمَ فَإِنَّ قُرَيْشًا حِينَ بَنَتْ الْبَيْتَ اسْتَقْصَرَتْ وَلَجَعَلْتُ لَهَا خَلْفًا _Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku: "Kalau bukanlah karena kaummu yang baru saja meninggalkan kekufuran, akan kurombak Ka'bah dan kubangun di atas pondasi Ibrahim. Sebab, dulu orang-orang Quraisy mempersempitnya saat mereka membangunnya. Dan aku akan membuatkannya pintu belakang." (Hadits Muslim No.2367)_ Nabi ﷺ tidak membongkar ka'bah karena khawatir kaumnya tidak terima, sehingga mereka tersinggung, tidak suka, benci, bahkan mungkin saja mencaci-maki rasul, dan bisa murtad. Maka Rasulullah ﷺ mencegah karena madharatnya lebih besar. *Pada kejadian lainnya,* ✍ _Dari Abu Sa'id Al Khudriy radhiyallahu 'anhu,_ بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْسِمُ قِسْمًا أَتَاهُ ذُو الْخُوَيْصِرَةِ وَهُوَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ فَقَالَ وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ قَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ائْذَنْ لِي فِيهِ فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ فَقَالَ دَعْهُ فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ يُنْظَرُ إِلَى نَصْلِهِ فَلَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى رِصَافِهِ فَمَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى نَضِيِّهِ وَهُوَ قِدْحُهُ فَلَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى قُذَذِهِ فَلَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ قَدْ سَبَقَ الْفَرْثَ وَالدَّمَ آيَتُهُمْ رَجُلٌ أَسْوَدُ إِحْدَى عَضُدَيْهِ مِثْلُ ثَدْيِ الْمَرْأَةِ أَوْ مِثْلُ الْبَضْعَةِ تَدَرْدَرُ وَيَخْرُجُونَ عَلَى حِينِ فُرْقَةٍ مِنْ النَّاسِ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ فَأَشْهَدُ أَنِّي سَمِعْتُ هَذَا الْحَدِيثَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَشْهَدُ أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ قَاتَلَهُمْ وَأَنَا مَعَهُ فَأَمَرَ بِذَلِكَ الرَّجُلِ فَالْتُمِسَ فَأُتِيَ بِهِ حَتَّى نَظَرْتُ إِلَيْهِ عَلَى نَعْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي نَعَتَهُ _"Ketika kami sedang bersama Rasulullah ﷺ yang sedang membagi-bagikan pembagian(harta), datang Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; "Wahai Rasulullah, tolong engkau berlaku adil". Maka beliau berkata: "Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil". Kemudian 'Umar berkata; "Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang lehernya!. Beliau berkata: "Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki teman-teman yang salah seorang dari kalian memandang remeh shalatnya dibanding shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur'an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari target (hewan buruan). (Karena sangat cepatnya anak panah yang dilesakkan), maka ketika ditelitilah ujung panahnya maka tidak ditemukan suatu bekas apapun, lalu ditelitilah batang panahnya namun tidak ditemukan suatu apapun lalu, ditelitilah bulu anak panahnya namun tidak ditemukan suatu apapun, rupanya anak panah itu sedemikian dini menembus kotoran dan darah. Ciri-ciri mereka adalah laki-laki berkulit hitam yang salah satu dari dua lengan atasnya bagaikan payudara wanita atau bagaikan potongan daging yang bergerak-gerak. Mereka akan muncul pada zaman timbulnya firqah/golongan". Abu Sa'id berkata, Aku bersaksi bahwa aku mendengar hadits ini dari Rasulullah ﷺ dan aku bersaksi bahwa 'Ali bin Abu Thalib telah memerangi mereka dan aku bersamanya saat itu lalu dia memerintahkan untuk mencari seseorang yang bersembunyi lalu orang itu didapatkan dan dihadirkan hingga aku dapat melihatnya persis seperti yang dijelaskan ciri-cirinya oleh Nabi ﷺ " (HR. Bukhari No. 3341)_ Umar berkata: "Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang lehernya" -yang mana para ulama menerangkan kalau hukumnya sebenarnya boleh, sampai Ibnu Taimiyyah menulis sebuah kitab dengan judul: "Ash-Sharimul Maslul ala Syatimir Rasul" (Pedang terhunus atas penghina Rasul ﷺ)-, namun Rasul bukan berarti main hakim sendiri, penguasalah yang melakukannya. Dan didalam syariat, orang yang mencaci-maki rasul boleh dihukum mati. Maka kedua contoh diatas merupakan penerapan: "Menghilangkan mafsadat lebih didahulukan daripada mengambil manfaat" (درأ المفاسد مقدم على جلب المصالح). *Tanbih pembahasan ushuliyyin terhadap as-sunnah:* _"Termasuk yang penting untuk diperhatikan, bahwasanya sebagian Ulama ushuliyyin berpendapat bahwa posisi As-Sunnah berada dibawah Al-Qur’an didalam pengambilan ibrah, pelajaran dan hukum padanya."_ _Maka, Syaikh Abdussalam bin Barjas hendak mengingatkan, bahwasannya sungguh Al-Allamah Syaikh Abdul Ghani Abdul Khaliq telah berbuat baik dan bagus dalam membuat tulisan berupa bantahan terhadap pendapat ini, dan beliau menyebutkan kebatilan tentang prinsip ini pada suatu pembahasan bab: "Dianggap sebagai hujjahnya sunnah". Sunnah Nabi ﷺ, bukan dari Al-Qur’an tetapi berupa sabda dan perbuatan Nabi itu merupakan hujjah (dasar hukum)._ _Pada bagian awalnya, beliau Syaikh Abdul Ghani mengatakan: "Sunnah Rasulullah ﷺ bersama dengan Al-Qur’an, berada dalam satu martabat/satu tingkatan, dari sisi pengambilan hukum/Hujjah terhadap hukum-hukum syariat (sebagai dasar hukum)". Adapun dari sisi lainnya, kami katakan: "termasuk hal yang tidak diperselisihkan bahwaaannya Al-Kitab memiliki keistimewaan lebih dibanding dengan As-Sunnah (dari sisi: lafadz-lafadznya, diturunkan dari sisi Allah Subhaanahu wa Ta'ala) bahkan bacaan Al-Qur’an dijadikan sebagai wasilah ibadah, sebagai mu'zizat (artinya: melemahkan yg selainnya untuk bisa menandinginya)."_ Tiap-tiap Nabi diutus dengan membawa mu'zizat sesuai dengan kaumnya. Dimasa Nabi Musa A'laihi salam tersebar praktik sihir maka apa yang membuat mereka tercengang dan mau percaya, semestinya dengan hal-hal yang mengalahkan sihir mereka. Pada zaman Nabi Isa A'laihi salam, waktu itu orang terpukau dengan kesehatan dan bisa menyembuhkan ini dan itu. Orang yang buta sejak lahir sembuh (dengan ijin Allah). Bahkan orang yang mati dihidupkan dengan seijin Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Maka kemudia mereka yakini sehingga sebagiannya beriman dan yang tidak maka siksaannya lebih berat. _Akan tetapi Al-Qur’an dengan segala keutamaannya bukan berarti dilebihkan atau diunggulkan dibanding dengan As-Sunnah dari sisi dasar hukum (hujjah)._ Kedudukan Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sama bila ditinjau dari sisi dasar hukum dalam agama kita. Dalam banyak ayat maupun hadits, disebutkan untuk kita merujuk kepada keduanya dan tidak dipisahkan. ✍ _Firman Allah Ta'ala,_ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا _Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 59)_ Disebutkan oleh para ulama, kembali kepada Allah yakni kembali kepada kalamnya (Al-Qur’an) dan kembalikan kepada Rasul dengan bertanya, meminta bimbingan dan solusi kepada beliau dimasa hidup beliau (kembali kepada sabda-sabda beliau yaitu sunnah hadits beliau). ✍ _Diayat yang lain, Allah Ta'ala berfirman,_ كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِّنكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ _Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah: 151)._ Seperti dinukilkan oleh Imam Al-Barbahari bahwa: "Sesungguhnya Al-Qur’an lebih butuh kepada Sunnah daripada Sunnah kepada Al-Qur’an" (Syarhus Sunnah oleh Imam Al Barbahari). As-Sunnah itu memperinci dan memperjelas apa yang ada dalam Al-Qur’an, dan Rasulullah ﷺ menerangkan, menjelaskan dan mempraktekkan Al-Qur’an. Ali bin Abi Thalib berpesan untuk mempelajari as-sunnah, karena didalam Al-Qur’an terkadang terdapat ayat mutasyabihat (samar), namun dengan adanya as-sunnah maka ini akan lebih memperjelas dan memperinci. Dan perlu diingat bahwa yang namanya perincian itu haruslah disisi ahlus sunnah. ✍ _Contoh: Ghibah tercela. Dalam salah satu ayat,_ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ _Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujraat: 12)_ *Namun, ada 6 perkara yang bukan termasuk ghibah.* Imam an-Nawawy rahimahullah Ta'ala didalam kitabnya Riyadhush Shalihin telah menjelaskan tentang jenis-jenis ghibah yang diperbolehkan, yaitu: _Mengajukan kedzaliman orang lain; Meminta pertolongan untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang berbuat dosa kepada kebenaran; Meminta fatwa; Memperingatkan kaum Muslimin dari bahaya kesesatan (seseorang atau kelompok) dan sekaligus dalam rangka saling menasehati; Menyebutkan aib orang yang menampakkan kefasikan dan bid’ahnya seperti orang yang bangga meminum khomer, menganiaya orang lain, merampas harta dan melakukan hal-hal yang bathil; Mengenalkan orang lain dengan menyebut gelar (laqob) nya yang sudah terkenal, misalnya: Al-A’masy (yang cacat matanya), Al-A’raj (yang pincang), Al-Ashom (yang tuli) dan selainnya._ ✍ _Pada contoh yang lain disebutkan bahwa Hukum asal adalah tegas keras terhadap kuffar dan saling sayang terhadap sesamanya,_ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ _Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka (QS. Al-Fath: 48)_ *Akan tetapi.., sangatlah tegas dan keras terhadap Ahlul Bid'ah.* a. Didalam Sunan Abi Dawud (IV/198) dicantumkan bab Mujaa-nabah Ahlil Ahwaa’ wa Bughdhihim (bab Menjauhi dan Membenci Pengikut Hawa Nafsu). b. Didalam al-Ibaanah (II/429) dicantumkan bab at-Tahdziir min Shuhbati Qaumin Yumridhuunal Quluuba wa Yufsiduunal Iimaan (Peringatan Tidak Bolehnya Bergaul dengan Kaum yang Dapat Membuat Hati Menjadi Sakit dan Merusak Iman). c. Didalam Kitaabul I’tiqaad (hal. 135) dicantumkan bab an-Nahyu ‘an Mujaa-lasati Ahlil Bida’ (bab Larangan Berteman dan Bergaul dengan Ahlul Bid’ah). d. Didalam Syarhus Sunnah (I/219) dicantumkan bab Mujaanabah Ahlil Ahwa’ (bab Menjauhi Pengikut Hawa Nafsu). e. Didalam at-Targhiib wat Tarhiib (III/378) dicantumkan bab at-Tarhiib min Hubbil Asyraar wa Ahlil Bida’ (Ancaman Mencintai Orang-Orang yang Melakukan Kejelekan dan Bid’ah). Lihat Shahiihut Targhiib wat Tarhiib (III/158). f. Didalam kitab al-Adzkaar dicantumkan bab at-Tabarri min Ahlil Bida’ wal Ma’ashi (bab Berlepas Diri dari Ahlul Bida’ dan Pelaku Maksiat). Maka kita sangatlah membutuhkan bimbingan dari para ulama, baik yang sudah meninggal ataupun yang masih hidup (baik yang ada di makkah, madinah ataupun yaman). Karena perincian ada padanya. Hukum asal fitrah manusia tahu yang umum, namun perincian yang detail itu ada pada as-sunnah. 5. _As-sunnah menurut pengertian Fuqaha (Ahli Fiqh) adalah as-sunnah dimaknakan sebagai kebalikan dari sesuatu yang makruh dari hukum-hukum yang lima, sunnah yang bila melakukannya akan mendapatkan pahala, dan bila tidak dilakukan, tidak berdosa._Download MP3
10. pertemuan ke 10: penjelasan perbedaan perbedaan makna as sunnah
📅 20/03/17 📝 Bahwasannya, penyebutan istilah as-sunnah didalam dalil syariat terlebih hadits, merupakan sebuah istilah yang didefinisikan dan diartikan sedikit berbeda antara satu dengan yang lain dalam lima bentuk pengertian. Dan sesungguhnya kelima pengertian terhadap as-sunnah tersebut tidaklah salah, dikarenakan tolak ukur dalam mendefinisikan as-sunnah tersebut berbeda. Maka disebutkan dalam pasal berikutnya: Tempat kembalinya perbedaan dalam istilah-istilah terdahulu (as-sunnah). Disebutkan oleh Asy Syaikh rahimahullaah Ta'ala: _"Telah kami paparkan dari pembahasan yang telah lalu istilah-istilah tentang as-sunnah dan telah jelas bagi kita beberapa perbedaan tentang istilah as-sunnah menurut para ulama."_ _Bahwasannya tempat kembalinya perbedaan as-sunnah ini adalah: Pada perbedaan Tujuan ulama ahli/pakar dalam ilmu agama tertentu, yang mereka bahas disetiap masing-masing bidangnya._ Ulama Hadits, membahas segala macam apa yg shahih dari apa yang datang dan dinukilkan dari Rasulullah ﷺ. Dan mereka teliti. Dalam Riwayat Tirmidzi, Rasulullah ﷺ melakukan A, sedangkan dalam Riwayat Thabrani, Rasulullah ﷺ melakukan C, didalam Riwayat Baihaqi, Rasulullah ﷺ melakukan B dan didalam Riwayat Ibnu Abi ad-Dunya, Rasulullah ﷺ melakukan D. Kemudian mereka mencari, benarkah ini sabda Rasul?, benarkah ini perbuatan Nabi?, kemudian mereka melihat sanadnya sampai pada kesimpulan, ini hadits shahih, dan ini tidak. Maknanya: Ini merupakan ucapan/sabda dari Rasulullah ﷺ, yang ini memang diperbuat/dilakukan oleh Rasulullah ﷺ dan yang ini tidak. Tanpa mereka membeda-bedakan ucapan Nabi dalam berbagai macam hal (terkait hukum syar atau tidak, bahkan bukan hanya perbuatan ataupun ucapan Nabi, bahkan yang dinukilkan para sahabat tentang sifat dan ciri Nabi ﷺ. Maka, semua yang datang dari Nabi ﷺ mereka anggap sunnah selama itu shahih dari Nabi ﷺ). Ulama Ushuliyyin membahas qaidah-qaidah syariat, maka mereka membahas apa-apa yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan, atau sesuatu yang diajarkan oleh Nabi ﷺ. Sehingga mereka bisa mengambil sebuah aturan/qaidah dari apa yang diajarkan oleh Nabi ﷺ. Sehingga tidak mereka masukkan tentang warna kulit, bentuk rambut serta bidang dada Nabi. Ulama Fiqh membahas hal-hal tentang hukum-hukum syariat terutama yang bersifat amaliyah, berupa: Fiqh thaharah, shalat, jenazah, puasa, zakat, haji, nikah, jual beli, sumpah dan nadzar, makanan, waris, hudud, jinayat, qadha, jihad dan itqi. Maka mereka menganggap bahwa as-sunnah adalah apa yang masuk dalam bab itu. Ulama lughah/bahasa mengatakan secara bahasa as-sunnah dimaknai as-siirah (السيرة) maupun at-thariiqah (الطريقة), yaitu: metode maupun jalan. Maka segala kejadian yang dialami dan menimpa Nabi ﷺ disebut sebagai as-sunnah dalam pembahasan mereka. Adapun para shahabat, bila disebutkan lafadz sunnah dalam dalil-dalil syariat, maka yang difahami oleh generasi awal yang disebut as-sunnah yakni jalan, ajaran rasulullah ﷺ. Apakah itu yang bersifat wajib ataupun yang tidak. ✍️ _Dari Al-‘Irbadh bin Sariyah, Rasulullah ﷺ bersabda,_ فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهدين عضوا عليها بالنواجذ _"Maka wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Al-Khulafa' ar-Rasyidin yang telah mendapat petunjuk, gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham" (Hadits riwayat Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, berkata At-Tirmidzi: Hadits hasan shahih)_ Harus, atas kalian berpegang teguh atas sunnah atau jalan atau ajaranku. ✍️ _Dari Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,_ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي. _"Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, ia tidak termasuk golonganku."(HR. Bukhari dan Muslim)_ Yang dimaksud sunahku adalah jalan atau ajaranku. Siapa berpaling/menolak/tidak menyukai/enggan/tidak mau terhadap ajaranku, bukan termasuk golonganku. _Adapun yang dimaksud dengan as-sunnah, sesuai dengan apa yang kami inginkan didalam pembahasan kitab ini, maknanya adalah apa yang dimaksud oleh mayoritas ulama Ahli Fiqh._ As-sunnah menurut pengertian Fuqaha (Ahli Fiqh) adalah as-sunnah dimaknakan sebagai kebalikan dari sesuatu yang makruh dari hukum-hukum yang lima, sunnah yang bila melakukannya akan mendapatkan pahala, dan bila tidak dilakukan, tidak berdosa. _Yang kami akan tekankan disini dari pentingnya memperhatikan sunnah-sunnah Nabi adalah sunnah yang tidak sampai kepada tingkat wajib_ Yang bersifat Sunnah saja penting (diperhatikan), apalagi yang Wajib, maka hal ini lebih penting (lebih diperhatikan). Asy Syaikh menuliskan, dimana sangat disayangkan, sekarang terjadi fenomena: sebagian meremehkan tentang bab ini, bukan hanya dari kalangan awam atau orang yang belum mendapatkan hidayah untuk menjalankan sunnah, namun bahkan dari orang yang sudah mendapatkan hidayah dan memperjuangkan syariat, memegangi yang wajib-wajib, namun tidak jarang dari mereka yang menyepelekan dan meremehkan sunnah. Dan bukan berarti seseorang dipaksa dan diharuskan untuk mengerjakan semua sunnah, ini tidak mungkin. Ini menunjukkan pentingnya perhatian terhadap as-sunnah. Para ulama dahulu, mengajarkan semua sunnah dalam kitab-kitabnya dan adapun untuk mengerjakan dan melakukannya, masing-masing disesuaikan dengan kondisi dan kemampuannya. Tidak untuk diremehkan apalagi dihina atau diejek untuk dijadikan bahan olok-olokan. Maka seseorang tidaklah meremehkannya, kalaupun belum bisa mengerjakannya. Puasa sunnah banyak ragam dan jenisnya. ✍ _Dari Mu'adz Al 'Adawiyah bahwa ia bertanya kepada 'Aisyah isteri Nabi ﷺ,_ أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ قَالَتْ نَعَمْ فَقُلْتُ لَهَا مِنْ أَيِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ كَانَ يَصُومُ قَالَتْ لَمْ يَكُنْ يُبَالِي مِنْ أَيِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ يَصُومُ _"Apakah setiap bulan Rasulullah ﷺ selalu berpuasa tiga hari? Ia menjawab: Ya. Aku bertanya lagi kepadanya: Pada tanggal berapa beliau berpuasa? Ia menjawab: Beliau tidak terlalu mempersoalkan pada hari apa saja beliau berpuasa." (HR. Muslim)_ Meskipun kita tahu ada yang lebih utama, misalnya: puasa Senin-Kamis, Daud, puasa Ayyamul Bidh (Hari ke-13, 14 dan 15). Namun tidak semua mampu untuk mengerjakan keseluruhnya, dan masing-masing mengerjakan sesuai dengan kemampuannya. Mutharrif bin Abdillah pernah mengurungkan diri/menahan diri untuk memberi nasehat kepada teman-temannya dengan sebuah alasan. وقد نقل عن الحسن أنه قال لمطرف بن عبد الله: عظ أصحابك. فقال إني أخاف أن أقول ما لا أفعل. قال: يرحمك الله! وأينا يفعل ما يقول! ويود الشيطان أنه قد ظفر بهذا فلم يأمر أحد بمعروف ولم ينه عن منكر _Al-Hasan Al-Bashri pernah berkata kepada Mutharrif bin Abdillah, "Wahai Mutharrif nasihatilah teman-temanmu". Mutharrif mengatakan, "Aku khawatir mengatakan yang tidak ku lakukan". Mendengar hal tersebut, Hasan Al-Bashri mengatakan, "Semoga Allah merahmatimu, siapakah diantara kita yang mengerjakan apa yang dia katakan, sungguh syaitan berharap bisa menjebak kalian dengan hal ini sehingga tidak ada seorang pun yang berani ber-Amar Ma’ruf Nahi Mungkar." (Tafsir Qurthubi: 1/410)._ ✍ _Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,_ أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ _"Maukah kalian aku tunjukkan kepada suatu amal yang dapat menghapus kesalahan (dosa) dan meninggikan derajat?" Para sahabat menjawab, "Ya, Wahai Rasulullah." Rasulullah bersabda, "(Yaitu) menyempurnakan wudhu dalam kondisi sulit, banyaknya langkah menuju masjid, menunggu shalat setelah mendirikan shalat. Itulah kebaikan (yang banyak)." (HR. Muslim)_ Namun, apakah semua orang sama kondisinya (mampu untuk melaksanakan keseluruhannya)?. Hasan Al Basri mengatakan, "Siapa yang sanggup melakukan hal seperti itu, jika semua yang disampaikan dan diajarkan harus dilakukan?, Sesungguhnya syaitan itu berangan-angan, berambisi dan berkeinginan seandainya ia bisa menang dengan membuat seseorang menjadi seperti itu sehingga tidak ada yang berkeyakinan untuk saling memberi nasehat". ✍ _Rasulullah ﷺ bersabda,_ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَاسْتَطَاعَ أَنْ يُغَيِّرَهُ بِيَدِهِ فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ _"Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran dan ia mampu merubah dengan tangannya, hendaklah ia merubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu hendaklah dengan lisan, apabila tidak mampu hendaklah dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemah iman." (HR. Ibnu Majah)_ Sesungguhnya Iblis mempunyai perangkap yang bertahap dengan berbagai macam cara, oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ _"Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu" (QS. Al-Baqarah: 168)_ إِنَّمَا يَأْمُرُكُم بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَن تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ _"Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui" (QS. Al-Baqarah: 169)_ Dan termasuk diantaranya jika hendak menyimpangkan sebuah pemikiran aqidah atau keyakinan kaum muslimin, maka tidak mungkin untuk dia sampaikan kebathilan apa adanya. Pasti akan dimasukkan sedikit kebenaran ataupun banyak kebenaran dan sebagiannya dengan kebathilan, sehingga samar dan menjadi syubhat, sehingga karena banyak yang benar maka orang percaya dan diterima dan yang salahpun diikuti. Adapun bila semuanya berupa kebathilan siapa yang mau mengikuti? Dan termasuk disini, salah satu diantara bentuk agar seseorang tidak mau nasehat menasehati antara satu dengan yang lainnya adalah dengan menumbuhkan rasa "Saya masih banyak kekurangan dan kesalahan, Janganlah saya menasehati". Ini bukanlah udzur. Kemudian Asy Syaikh Abdussalam bin Barjas melanjutkan dalam tanbihnya, _"Dan termasuk perkara yang sangat pantas untuk kami ingatkan disini, ketika kami berdalil, kami akan sebutkan dan cantumkan hadits-hadits, dan atsar para ulama, yang datang padanya lafadz sunnah. Maka kami ambil dan menjadikannya dalil-dalil itu secara keumuman."_ *Fasal: Dorongan untuk berpegang teguh terhadap sunnah (Ajaran Rasul ﷺ)* _Sunnah merupakan tameng atau perisai yang kokoh bagi siapa yang mau berperisai dengannya dan merupakan sebuah jalan yang mengalirkan air (bermanfaat) bagi siapa saja yang mau menempuhnya. Perisainya murni, naungannya dapat luas menaungi, penjelasannyapun mencukupi (bahkan menafsirkan dan merinci apa yang ada didalam Al-Qur'an), As-sunnah mengandung dan membawa kepada keistiqamahan. Dan mencukupkan kita kedalam keselamatan._ Begitu pula orang yang menjaga, mempelajari dan memperhatikan sunnah-sunnah rasulullah ﷺ dari waktu ke waktu dari zaman mutaqaddimin sampai sekarang. Dan orang yang mencukupkan diri dengan Al-Qur'an dan tidak butuh dengan hadits maka sungguh ia dusta. Sungguh bila ia jujur mengikuti Al-Qur'an, dia pasti diharuskan untuk melihat dan mengikuti as-sunnah. Contohnya: Perintah shalat ada pada Al-Qur'an, sedangkan detail tata cara, waktu pelaksanaan, rincian bacaan dan jumlah rakaatnya hanya ada pada hadits. _Dan sunnah juga merupakan tangga menuju suatu derajat dihari dibangkitkan nanti (yang tidak semua dapat mendapatkannya), untuk bisa pula diberikan berbagai macam kharomah (keutamaan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala)_ Salah satu menjaga sunnah adalah membaca doa setelah adzan, ✍ _Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu 'ahnu mengabarkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,_ إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ _"Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang diucapkan muadzin." (HR. Al-Bukhari no. 611 dan Muslim no. 846)_ ✍ _Umar ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu, Ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,_ إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، فَقَالَ أَحَدُكُمُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، فَقاَلَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ؛ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قَالَ: لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ، قَالَ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ ثُمَّ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ؛ مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ _Apabila muadzin mengatakan, "Allahu Akbar Allahu Akbar", maka salah seorang dari kalian mengatakan, "Allahu Akbar Allahu Akbar." Kemudian muadzin mengatakan, "Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah", maka dikatakan, "Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah." Muadzin mengatakan setelah itu, "Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah", maka dijawab, "Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah." Saat muadzin mengatakan, "Hayya ‘Alash Shalah", maka dikatakan, "La Haula wala Quwwata illa billah." Saat muadzin mengatakan, "Hayya ‘Alal Falah", maka dikatakan, "La Haula wala Quwwata illa billah." Kemudian muadzin berkata, "Allahu Akbar Allahu Akbar", maka si pendengar pun mengatakan, "Allahu Akbar Allahu Akbar." Di akhirnya muadzin berkata, "La Ilaaha illallah", ia pun mengatakan, "La Ilaaha illallah" Bila yang menjawab adzan ini mengatakannya dengan keyakinan hatinya niscaya ia pasti masuk surga." (HR. Muslim no. 848)_ ✍ _Dari Jabir bin 'Abdullah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,_ مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ _"Barangsiapa berdo'a setelah mendengar adzan: "Allahumma rabba haadzihid da'watit tammah washshalaatil qaa'imah. Aati Muhammadanil wasiilata walfadliilah wab'atshu maqaamam mahmuudanil ladzii wa'adtah" ("Ya Allah, Rabb Pemilik seruan yang sempurna ini, dan Pemilik shalat yang akan didirikan ini, berikanlah wasilah (perantara) dan keutamaan kepada Muhammad. Bangkitkanlah ia pada kedudukan yang terpuji sebagaimana Engkau telah janjikan"). "Maka ia berhak mendapatkan syafa'atku pada hari kiamat" (HR. Bukhari)_ _Barangsiapa menjaga as-sunnah maka ia pun akan dijaga, balasan itu sesuai dengan jenis amalnya ( والجزاء من جنس العمل), orang yang mengambil petunjuk dengan as-sunnah, yang meneladani sunnah, dia sungguh berada dijalan yang lurus dan kita tidak mengaku padanya ada keterjagaan dari kesalahan._ Apakah yang dimaksud dengan "dijaga" itu kemudian tidak pernah dicaci maki atau dighibahi atau ditolak oleh orang?, Tidak... Para Nabi dan rasul-pun yang lebih tinggi dan dekat dengan Allah, tetap dicemooh, diejek, dikatakan gila, penyair dan berbagai macamnya, namun lihat kesudahannya, kesudahan yang baik untuk mereka. Baik dimasanya atau sepeninggalnya, baik didunia lebih-lebih diakhirat sebagaimana Allah sebutkan diayat-ayat dan dalil-dalilnya. Siapa yang lurus meniti diatas jalan itu didunia, maka iapun akan berhasil meniti jembatan diakhirat yang dibentangkan diatas punggung jahanam dan balasan sesuai dengan amalan. Ketika didunia mengikuti jalan rasul ﷺ, iapun akan selamat diatas jembatan. _Dan orang yang mengambil petunjuk dengan rambu-rambu as-sunnah ia akan berjalan menuju kepada tempat yang penuh dengan kenikmatan yang abadi_Download MP3
11. pertemuan ke 11: dalil dalil tentang dorongan untuk mengikuti segala apa yang datang dari sunnah rasulullah
📅 27/03/17 📝 Asy Syaikh Abdussalam bin Barjas berkata: _"Sesungguhnya banyak sekali dalil-dalil/nash tentang syariat (baik pada ayat ataupun hadits), demikian pula atsar ucapan para shahabat, tabi'in (murid-murid shahabat) yang diridhai, tentang dorongan untuk mengikuti segala apa yang datang dari Rasulullah ﷺ dan juga dorongan untuk berpegang teguh padanya diantara dalil-dalil nash syariat tersebut adalah dari Al-Qur'annul Karim."_ ✍️ _Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,_ لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا _Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)_ Maka sesungguhnya inilah sifat yang semestinya ada pada setiap orang yang beriman kepada Allah dan beriman kepada hari akhir dan diapun mengingat Allah dengan banyak, dengan menjadikan Rasulullah ﷺ sebagai Uswatun Hasanah. "Sungguh benar-benar" (لَّقَدْ). "Sungguh" (لَّ), dengan lam taukid (لَامُ التَّوْكِيْدِ) yang berfungsi sebagai penguat arti dan tidak membuat fi'il mudhari' berubah, namun tetap marfu' dan ditambah: "benar-benar" (قَد). Maka terdapat dua kali penegasan. "Sungguh benar-benar telah ada untuk kalian pada diri Rasulullah ﷺ suri tauladan yang baik". Artinya: sungguh ada suri tauladan (contoh) yang baik untuk kalian pada diri Rasulullah ﷺ, yakni beliaulah: contoh, panutan dan tauladan bagi kita semua dan ini mencakup semua ajaran beliau. ✍️ _Maka sering disebutkan dalam khutbatul hajjah,_ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ _"Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad ﷺ. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid'ah, setiap bid'ah adalah kesesatan" (HR. Muslim no. 867)_ _Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,_ قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ _Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali-Imran:31)_ Ayat ini disebut sebagai Ayatul Intihad (ayat ujian). Maka dahulu, para ulama menjadikan tolak ukur atau barometer seseorang itu baik ataukah tidak, dan seberapa kejujuran dia didalam mencintai Allah ataukah tidak, yakni dengan melihat amalannya. Seberapa dia mencocoki dengan ajaran Rasulullah ﷺ. Dikarenakan, yang namanya kecintaan terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala bukanlah hanya cukup diucapkan dengan lisan saja. "Tidak"... Akan tetapi, diwujudkan dan dibuktikan dengan penerapan. ✍️ _Sungguh, Ahlul Kitab terdahulu sebagaimana dikisahkan didalam Al-Qur'an, mereka mengatakan_ وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَىٰ نَحْنُ أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُم بِذُنُوبِكُم بَلْ أَنتُم بَشَرٌ مِّمَّنْ خَلَقَ يَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ _Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka, mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu) (QS. Al-Maidah:18)_ ✍ _Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata,_ ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً ، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً ، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا ، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلَ _"Sesungguhnya dunia telah berlalu jauh ke belakang, sedangkan akhirat datang menjelang. Masing-masing memiliki anak (yakni hamba dunia dan hamba akhirat). Jadilah kalian anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia. Sebab, hari ini yang ada hanyalah amal dan belum ada hisab (perhitungan amal), sementara itu esok (hari akhir) yang ada hanyalah hisab dan bukan saat beramal." (Jami'ul 'Ulum wal Hikam, 2/378, Fathul Bari, 11/239)_ Tidaklah suatu celahpun yang dapat mengantarkan kepada keburukan, kecuali telah ditutup oleh Rasulullah ﷺ didalam syariatnya (Tidak boleh membuat patung makhluk bernyawa dan tidak boleh bersujud selain hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala), sebaliknya.. tidak ada suatu celahpun yang menghantarkan dan mendorong kepada kebaikan, kecuali dihasung dan dibuka selebar-lebarnya. Rasulullah ﷺ diperintahkan untuk mengatakan kepada orang-orang yang mengaku mencintai Allah, "Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku" (إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي). ✍ _Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma,_ كَانَ الْمُشْرِكُونَ يَقُولُونَ: لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ، قَالَ: فَيَقُولُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (وَيْلَكُمْ، قَدْ قَدْ) فَيَقُولُونَ: إِلَّا شَرِيكًا هُوَ لَكَ، تَمْلِكُهُ وَمَا مَلَكَ، يَقُولُونَ هَذَا وَهُمْ يَطُوفُونَ بِالْبَيْتِ _Orang musyrik melantunkan talbiyah: "Aku sambut panggilan-Mu dan tiada sekutu bagi-Mu." (Labbaika Laa Syariika lak) ketika sampai kalimat ini, Rasulullah ﷺ bersabda, "Hai kalian, cukup… cukup…", namun mereka menambahkan lafal talbiyah dengan ucapan, "kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu. Sekutu yang Kamu miliki dan dia tidak memiliki" (Illaa syariikan huwa laka tamlikuhu wamaa malak). Mereka ucapkan talbiyah itu sambil thawaf di Ka’bah. (HR. Muslim 1185)._ Mereka menganggap Latta, Uzza dan manat adalah perwakilan Allah dimuka bumi. سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ _Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan (QS. Al-Hashr: 23)_ Mereka menganggap Latta, Uzza dan manat adalah perantara-perantara yang diridhai Allah. Telah banyak kesyirikan dan kekufuran yang mereka lakukan, termasuk mengingkari Rasulullah ﷺ sebagai utusan Allah. Maka telah banyak bergeser dari sekian banyak ajaran Tauhid Nabi Ibrahim Alaihis Salam, terlebih lagi pada perkara selainnya. _Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,_ وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا _"Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk" (QS. An Nur: 54)_ ✍ _Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala pada ayat yang lain,_ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ _"Dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk" (QS. Al-A'raf:158)_ _Dan ayat-ayat ini telah berlalu penjelasannya dan akan datang pula isyarat tentangnya setelahnya._ Ayat-ayat yang menghasung kepada syariat Allah, antara lain: ✍ _Sebagaimana Allah firmankan dalam salah satu ayatnya,_ وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِم _"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka". (QS. Al-Ahzab: 36)_ ✍ _Dan juga, didalam ayat yang lain disebutkan,_ إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ _"Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung". (QS. An-Nur: 51)_ _Adapun dari hadits (Dalil-dalil yang menghasung untuk berpegang teguh dengan ajaran Rasulullah ﷺ),_ ✍ _Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya didalam Kitabun Jum'ah,_ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلَا صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ وَيَقُولُ بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ وَيَقْرُنُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَيَقُولُ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ _Dari Jabir bin Abdillah ia berkata, bahwasanya; Apabila Rasulullah ﷺ menyampaikan khutbah, maka kedua matanya memerah, suaranya lantang, dan semangatnya berkobar-kobar bagaikan panglima perang yang sedang memberikan komando kepada bala tentaranya. Beliau bersabda: "Hendaklah kalian selalu waspada di waktu pagi dan petang. Aku diutus, sementara antara aku dan hari kiamat adalah seperti dua jari ini (yakni jari telunjuk dan jari tengah)." Kemudian beliau melanjutkan bersabda: "Amma ba'du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad ﷺ. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan dan setiap bid'ah adalah sesat."_ ✍ _Didalam Musnad Imam Ahmad,_ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ قَالَ وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ هَذِهِ لَمَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا قَالَ قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ وَمَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ سُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ وَعَلَيْكُمْ بِالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ فَإِنَّمَا الْمُؤْمِنُ كَالْجَمَلِ الْأَنِفِ حَيْثُمَا انْقِيدَ انْقَادَ _Dari Abdurrahman bin 'Amr As-Sulami sesungguhnya telah mendengar Al 'Irbadl bin Sariyah berkata, Rasulullah ﷺ memberi nasehat kepada kami dengan nasehat yang menyebabkan mata bercucuran dan hati menjadi tergetar. Kami bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini adalah nasehat perpisahan, apa yang anda janjikan kepada kami?". Beliau bersabda: "Sungguh aku telah meninggalkan kalian dalam keadaan yang sangat jelas, malamnya sebagaimana siangnya. Tidak akan menyimpang setelahku kecuali dia akan binasa. Barangsiapa yang hidup di antara kalian sepeninggalku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpeganglah dengan apa yang kalian ketahui dari sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Kalian harus taat, walau terhadap hamba dari Habasyah, gigitlah dengan gigi geraham. Bahwasanya seorang mukmin itu laksana unta yang penurut, kemana dituntun dia akan menurut."_Download MP3
12. pertemuan ke 12: dorongan untuk berpegang teguh dengan as sunnah
📅 10/04/17 📝 Pasal: Dorongan untuk Berpegang teguh dengan As-sunnah_ ✍️ _Dari Irbadh bin Sariyah radhiyallahu 'anhu_ صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الفجر ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ. قلنا: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فأوصنَا. فَقَالَ: أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ _"Suatu ketika Rasulullah ﷺ mengimami kami shalat Fajar, lalu beliau menghadap ke arah kami dan memberikan sebuah nasihat yang sangat menyentuh yang membuat mata menangis dan hati bergetar. Lalu seseorang berkata, "Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat untuk perpisahan! Lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami?" Beliau mengatakan: "Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, senantiasa taat dan mendengar meskipun yang memerintah adalah seorang budak Habasyah yang hitam. Barangsiapa yang hidup lama diantara kalian sepeninggalku akan melihat banyak perselisihan. Maka wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunahku dan sunah Khulafaur rasyidin yang terbimbing dan mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham. Hati-hatilah kalian dengan perkara-perkara baru (dalam urusan agama), sebab setiap perkara yang baru di dalam agama adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat." (HR. Abu Dawud)_ Wasiat adalah sebuah pesan yang sangat penting disisi orang yang berwasiat. Wasiat dilakukan dan disampaikan oleh orang yang hendak berpisah. Maka Rasulullah ﷺ ketika menyampaikan wasiat yang ringkas namun padat makna tersebut, membuat para sahabat terharu. Banyak Faedah yang dapat kita petik dari Hadits Irbadh bin Sariyah radhiyallahu 'anhu tersebut, yaitu: 1.Rasulullah ﷺ senantiasa berangkat ke masjid dan jika tidak ada udzur sakit, beliau tetap mengimami para shahabat. 2.Semangatnya para shahabat menjaga shalat berjamaah di masjid. 3.Saat berkumpul dengan para shahabat, Rasulullah ﷺ menggunakan kesempatan untuk menyampaikan suatu hal yang penting (taushiyah), di sini dilakukan pada ba'da shubuh. 4. Rasulullah ﷺ menghadap jamaah setelah selesai shalat. 5. Rasulullah ﷺ memberikan nasehat yang sangat mengena. Hal ini menunjukkan: -Khusyu'nya para sahabat ketika mendengarkan nasehat dari Rasulullah ﷺ, dan rasa takut mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. -Sifat kajian Rasulullah ﷺ kebanyakannya yaitu penuh keseriusan dan sarat makna, bukan majelis ketawa-ketiwi yang tidak menumbuhkan rasa takut, bukan pula obrolan "ngalor-ngidul" yang kosong ilmu. 6. Para shahabat meminta bimbingan kepada seorang alim yaitu Rasulullah ﷺ yang diharapkan menjadi bekal, pegangan di dalam mereka menjalani kehidupan. Terlebih jikalau mereka akan berpisah dengan Rasul ﷺ, mereka meminta wasiat kepada Rasulullah ﷺ. Diantara wasiat Rasulullah ﷺ adalah: 1.Wasiat untuk taqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Wasiat taqwa kepada Allah merupakan wasiatnya para nabi dan rasul. ✍️ _Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,_ وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ _Dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah (QS. An-Nisa: 131)_ Tanpa taqwa kepada Allah, maka akan terjadi kekacauan, penipuan, kedurhakaan, kedzaliman dan ketidak-tundukkan, baik dari yang berposisi dibawah kepada yang diatas ataupun sebaliknya. Maka dengan taqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala maka akan timbul rasa takut kepada Allah, berusaha menjalankan syariat dan perintah Allah serta menjauhi laranganNya, sehingga masing-masingnya akan selalu berusaha menjaga diri, memenuhi hak orang lain dan menunaikan kewajiban-kewajibannya. 2.Wasiat untuk mendengar dan taat kepada penguasa, Rasulullah ﷺ mengatakan: "Barangsiapa yang hidup lama di antara kalian sepeninggalku akan melihat banyak perselisihan". Masalah ketaatan kepada penguasa disini dilengkapi dengan hadits lain yang menyebutkan selama bukan dalam perkara maksiat. ✍ _Rasulullah ﷺ bersabda,_ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ. _"Wajib atas seorang Muslim untuk mendengar dan taat (kepada penguasa) pada apa-apa yang ia cintai atau ia benci kecuali jika ia disuruh untuk berbuat kemaksiatan. Jika ia disuruh untuk berbuat kemaksiatan, maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat." (HR. Al-Bukhari (no. 2955, 7144), HR. Muslim (no. 1839), HR. At-Tirmidzi (no. 1707), HR. Ibnu Majah (no. 2864), HR. An-Nasa'i (VII/160), HR. Ahmad (II/17, 142))_ Maka selama bukan dalam perkara maksiat, Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk mendengar dan taati meskipun ia seorang budak dari Habasyah (Ethiophia). Kemudian Rasulullah ﷺ mengatakan "Barangsiapa yang hidup lama diantara kalian sepeninggalku akan melihat banyak perselisihan". Dan disebutkan oleh para ulama, bahwasannya sepeninggal Rasulullah ﷺ kepemimpinan akan didapatkan dan diraih bukan dengan cara-cara yang sesuai dengan syariat. Diantaranya adalah jika seandainya budak Habasyah menjadi pemimpin. Tidak hanya diartikan jelek fisiknya, rendah dan hina dari sisi kedudukan keduniaan; ✍ _Sebagaimana disebutkan sahabat Abu Dzar radhiyallahu 'anhu,_ إِنَّ خَلِيْلِيْ أَوْصَانِي أَنْ أَسْمَعَ وَ أَطِيْعَ، وَإِنْ كَانَ عَبْدًا مُجَدَّعَ الْأَطْرَافِ _"Telah mewasiatkan kepadaku kekasihku agar aku mendengar dan taat walaupun yang berkuasa adalah bekas budak yang terpotong hidungnya (cacat)."(HR. Muslim dalam Shahih-nya, 3/467)_ Lebih dari itu, juga disebutkan oleh para ulama, bahwa budak tadi pun telah melanggar syariat. Pemimpin dalam syariat Al-Islam -sebagaimana disebutkan ulama fuqaha- disyaratkan padanya: harus muslim, baligh, laki-laki dan merdeka. Maka apabila budak menjadi pemimpin, sesungguhnya itu tidak memenuhi kriteria dalam syariat. Namun demi menjaga agar kemudharatan yang lebih besar tidak terjadi dan darah tidak tertumpah, maka Rasulullah ﷺ tetap memerintahkan untuk mendengar dan taat meski dipimpin oleh budak Habasyah. Oleh karena itu, memberontak terhadap penguasa ada aturan dan syarat-syarat ketat yang disebutkan oleh para ulama, sebab taruhannya tidak sedikit dan bahkan bisa terjadi pertumpahan darah yang sedemikian besar. Maka, ikuti jalan dan syarah para ulama hadits, jangan dengan perasaan atau pemahaman kita sendiri. Lihat keterangan para ulama yg mensyarah hadits ini. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, disana ada kitab Aunul Ma'bud Syarah Sunan Abu Daud. Hadits ini juga diriwayatkan juga oleh Tirmidzi, disana ada kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan Tirmidzi. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dan sebagian ulama mensyarah kitab sunan Ibnu Majah. Bahkan disebutkan syarah ini diluar kitab sunan, seperti Riyadhus Shalihin tulisan Imam Nawawi dan disyarah oleh Syaikh Muhammad bin Shalih bin Muhammad bin Utsaimin dan selainnya. Lihatlah keterangan mereka, agar kita tidak salah faham. Rasulullah ﷺ tetap menyebutkan untuk mendengar dan mentaati, demi menjaga agar tidak terjadi kemudharatan yang lebih besar, karena sangat besar taruhannya, mungkin terjadi pertumpahan darah yang banyak. Dan mungkin pemberontakan satu melahirkan pemberontakan yang berikut dan berikutnya. Satu tidak cocok lalu diberontak, berikutnya lagi tidak terima, terjadi pemberontakan lagi, terjadi lagi yang ketiga, yang keempat dan tidak akan ada henti-hentinya. Dan sesungguhnya apabila tidak diingat dan tidak dipegangi wasiat Rasulullah ﷺ ini, dikhawatirkan akan terjadi baku hantam satu dengan yang lain. ✍ _Hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma,_ ... ولم ينقُضوا عهدَ الله وعهد رسولِه إلاّ سلَّط الله عليهم عدوًّا من غيرهم فأخذَ بعضَ ما في أيديهم، وما لم تحكُم أئمّتهم بكتابِ الله ويتخيَّروا ممّا أنزل الله إلا جعَل بأسَهم بينهم (رواه ابن ماجه وصححه الحاكم) _".... Dan selama pemimpin-pemimpin mereka (kaum muslimin) tidak berhukum dengan Kitabullah (Al-Qur’an) dan mengambil yang terbaik dari apa-apa yang diturunkan oleh Allah (syariat Islam), melainkan Allah akan menjadikan permusuhan di antara mereka." (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim dengan sanad shahih. Dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah)_ Maka apabila ada penguasa yang tidak menerapkan sesuai dengan syariat/hukum Allah, maka akan timbul berbagai macam bentuk kerusakan, maksiat, penyimpangan dan kedzaliman. Begitupula dengan rakyat, apabila tidak menyikapi penguasa sesuai dengan hukum Allah, seperti halnya mereka menyikapi kedzaliman dengan kedzaliman yang lain, begitupula kebathilan mereka sikapi dengan kebathilan yang lain pula, maka hal ini tidak akan menjadikan jalan keluar, namun yang terjadi adalah masalah semakin bertumpuk dan memperbesar permasalahan. Dan sesungguhnya di dalam ajaran Islam, seluruh aspek diajarkan dari tingkat yang terkecil yaitu adab buang hajat, adab makan, adab menerima tamu dan bertamu, apalagi dengan urusan yang lebih besar yaitu kenegaraan antara penguasa dengan yang dikuasai (pemerintah dengan rakyat) maka ini jelas diatur. Dan agama kita tidak hanya mengatur urusan shalat dan zakat, bukan hanya mengurusi puasa, namun Allah perintahkan, ✍ _Sebagaimana firman-Nya,_ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً _"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh"._ Setiap Muslim menginginkan syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala dapat diberlakukan disemua lini, dari ruang lingkup yang paling kecil seperti keluarga hingga yang paling besar yaitu pemerintahan. Dan demikian pula aturan syariat di dalam Islam, tidak begitu mudah memberontak dan menggulingkan penguasa. Dan disana ada pembahasan detail dalam permasalahan-permasalahan ini, begitupula ada syarat-syaratnya didalam bab-bab ini. Begitupula Rasulullah ﷺ menghadapi masyarakat yang heterogen (Yahudi, Nashara dan Musyrikin) dan Rasulullah ﷺ mengatur sebisa mungkin sesuai dengan aturan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Rasul menjalin perdamaian untuk menjaga stabilitas keamanan Madinah dengan orang-orang Yahudi agar tidak saling mengganggu dan seterusnya. Dan Rasulullah ﷺ mempererat dan mempersaudarakan ukhuwah diantara shahabat di antara mereka. Apakah antara Anshar terlebih dahulu, suku 'Aus dan Khazraj yang tadinya dendam tidak berkesudahan dan saling baku hantam sebelum datangnya islam dipersatukan dan dipersaudarakan. Bahkan, golongan Anshar (penduduk asli Madinah) dipersaudarakan dengan Muhajirin (para pendatang yang berhijrah dari Makkah). Sebagian menawarkan rumahnya, sebagian meminjamkan kebunnya, sebagian berbagi hasil dengan kurmanya, sebagian menawarkan untuk menikahi wanita. Dan bahkan diawal islam terdahulu (diawal kedatangan Rasulullah ﷺ) Rasul memberlakukan adanya ukhuwah ini sampai tingkat "tawaaruts", saling mewarisi diantara mereka. Salman al Farisi dipersaudarakan dengan Abu Darda', yang lain dipersaudarakan antara Muhajirin dengan Anshar, sampai dianggap saudara, sampai kalau ada yang meninggal saling mewarisi terhadap keluarganya. Mereka dibuat memiliki ikatan yang kuat, namun setelah itu, nantinya dihapus. Setelah baik hubungan mereka, mansukh/terhapus syariat ini. Artinya hukum waris-mewarisi hanya berlaku diantara kerabat saja, tidak lagi diantara yang dipersaudarakan. Rasulullah ﷺ mengikat perjanjian dengan Yahudi untuk bersama dalam menjaga stabilitas keamanan Madinah, baik dari penyerangan quraisy Makkah ataupun qabilah-qabilah lain. Dan Rasulullah ﷺ juga mengikat sekutu dengan khabilah lain yang mau diajak dalam (البر والتقوى) kebaikan dan taqwa dalam menjaga perdamaian. Namun ketika Yahudi berkhianat dengan membocorkan kelemahan kaum muslimin dan bahkan menghasung mengajak musyrikin untuk mau menyerang Madinah, maka Rasulullah ﷺ menyikapi dan menghadapi mereka sesuai dengan syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan peristiwa pengusiran dan pengepungan terhadap Yahudi ketika itu bukanlah diawali oleh kaum muslimin, namun setelah sekian lama kaum Yahudi banyak sekali mengkhianati perjanjian damai dengan kaum muslimin. Di antara mereka disebutkan menarik jilbab seorang wanita shahabiyah di pasar sehingga terjadi perkelahian dan baku hantam. Bahkan sebagian mereka melakukan usaha pembunuhan terhadap Rasulullah ﷺ dengan mengundang rasul ke rumah mereka dan pada saat beliau duduk menunggu di teras bawah yang tidak beratap, kemudian mereka (Yahudi) naik ke atas bangunan dan siap menjatuhkan alat penggilingan gandum atau semacamnya untuk membunuh Rasulullah ﷺ. Setelah didapati mereka tidak mengambil pelajaran dengan dimaafkan dan dilonggarkan, maka mereka harus ditindak tegas. Rasul ﷺ mengepung sebagian mereka (seperti benteng2 Khaibar), sebagian lain diusir, sebagian lain dihukum mati dan sebagian lagi masih diberi kesempatan tinggal dan berbagi hasil cocok tanam. masing-masing mereka mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang mereka perbuat dan lakukan. Namun pada saat kondisi tenang dan jaminan keamanan, mereka mengundang Rasul dan para sahabatnya untuk makan daging kambing (mereka telah bubuhi racun padanya) karena mereka tahu bahwa kesukaan Rasulullah ﷺ adalah paha kambing. Ada sahabat yang wafat karena kejadian tersebut, karena sebab racun wanita tua Yahudi. Syariat Islam bukanlah ancaman, syariat Islam adalah Rahmatan Lil 'Alamin, namun syariat islam menjadi peringatan dan hukuman tegas bagi siapa yang menyelisihi, menyimpang dan melakukan tindak kejahatan. Itupun rahmat. _Beliau berwasiat, "Maka wajib atas kalian berpegang teguh atas sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk dan gigit kuat-kuat dengan gigi geraham"_ Ini merupakan sebuah kinayah/ kiasan agar seseorang memegang-erat ajaran Rasulullah ﷺ, ditambah dengan gigitan yang paling kuat yaitu gigitan gigi geraham yang paling belakang. Terlebih di zaman yang semakin jauh dari zaman Rasulullah ﷺ yang disebutkan di dalam hadits adanya Ghuroba (keterasingan islam) dan Ruwaibidhah. ✍ _Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,_ بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ _"Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasing." (HR. Muslim dalam Shahihnya, Kitab Iman (145) dan Sunan Ibnu Majah bab Al-Fitan (3986), Musnad Imam Ahmad bin Hambal (2/389))_ ✍ _Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,_ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ _"Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidlah turut bicara." Lalu beliau ditanya, "Apakah Ruwaibidhah itu?" beliau menjawab: "Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum." (HR. Ibnu Majah no. 4036 dan Ahmad No. 7912)_ Maka, hendaklah kalian berpegang dengan urusan yang kuno/lama, pegangi jalan para shahabat. Apakah para shahabat tidak mendapati para pemimpin yang zhalim?! Tidakkah mereka mendapati Al-Hajjaj bin Yusuf, bukan hanya pembantai rakyatnya, membantai ulama, bahkan sebagian shahabat ada yang ikut terbantai, ditumpuk disamping Ka'bah dan dia menaruh tikar dan duduk diatasnya. Undang-undang Hajjaj bin Yusuf adalah hawa nafsunya, seorang penguasa yang bengis, kejam dan berdarah dingin. Anas bin Malik diajak memberontak kepadanya, tetapi beliau mengingkarinya. ✍ _Dari Usaid bin Hudhair radhiyallahu 'anhu, Nabi ﷺ bersabda,_ إِنَّكُمْ سَتَلْقَونَ بَعْدِي أَثَرَةً، فَاصْبِرُوا حَتَّىتَلْقَونِي عَلَى الْحَوْضِ _"Sesungguhnya kalian akan mendapati penguasa-penguasa yang mementingkan diri pribadi dan tidak menunaikan hak rakyat, maka bersabarlah sampai kalian bertemu denganku di al-Haudh (telaga)." (Muttafaq ‘alaih)_ Demikian pula para Ulama, Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullaah Ta'ala diuji dengan tiga penguasa silih berganti. Yang pertama, beliau diperintahkan oleh Khalifah Al-Ma'mun bin Harun ar-Rasyid (berfaham Mu'tazilah) untuk mengatakan Al-Qur'an itu makhluk/Al-Qur'an itu ciptaan dan bukan Firman Allah. Imam Ahmad khawatir kalau beliau menjawab seperti itu dan mengikuti, begitupula seluruh ulama, maka Aqidah Islam (aqidah yang sebenarnya) akan hilang dan tidak diketahui masyarakat awam. Beliau tetap menyuarakan kebenaran yaitu: "Al-Qur'an adalah Kalamullah dan bukan makhluk", dan beliau dipanggil. Namun berdoa agar tidak dipertemukan dengan penguasa bengis ini, hingga ia meninggal sebelum Imam Ahmad sampai menghadap. Pada masa Khalifah berikutnya; Al-Mu'tashim (Abu Ishaq Muhammad bin Harun ar-Rasyid) yang berfaham Mu'tazilah, beliau mengalami penyiksaan berat dan ancaman, beliau dicambuki disiang hari dipertengahan bulan Ramadhan 218 H. Imam Ahmad dibebaskan dari penjara pada tahun 220 H dan didalam penjara selama 28 bulan. Fuqaha kota Baghdad, mereka ahlinya fatwa, ilmu dan ijtihad pun ketika itu sudah tak tahan hendak melepaskan ketaatan dari kekuasaan khalifah al-Watsiq dengan sebab fitnah pernyataan "Al-qur'an itu makhluk". Mereka menjenguk Imam Ahmad dan mengajaknya memberontak, namun beliau mencegahnya dan mendebat sikap tersebut dan mengatakan: "Hendaklah kalian mengingkarinya dengan hati-hati kalian, jangan kalian melepaskan ketaatan dan memecahkan tongkat (persatuan) kaum muslimin, jangan kalian tumpahkan darah kalian dan darah kaum muslimin bersama kalian, hendaklah kalian memandang akibat perbuatan kalian, bersabarlah sampai merasa tenang orang yang baik, dan diistirahatkan dari orang yang fajir dan bukanlah hal ini (melepaskan ketaatan dari penguasa) dibenarkan, ini menyelisihi atsar". Sebagian mereka ada yang mengatakan: "Sesungguhnya kami mengkhawatirkan atas anak-anak kami jika perkara ini semakin nampak dan mereka tidak mengetahui selainnya, sehingga Islam menjadi hilang dan terhapus". ✍ _Maka Imam Ahmad mengatakan kepada mereka,_ كلا إن الله عز و جل ناصر دينه و إن هذا الأمر له رب ينصره و إن الإسلام عزيز منيع _"Sekali-kali tidak, sesungguhnya Allah menolong agamanya dan sesungguhnya perkara ini, ada Rabb yang akan menolongnya dan sesungguhnya Islam itu mulia dan terbentengi"._ Maka mereka keluar dari Abu Abdillah (Imam Ahmad) dan beliau tidak menjawab mereka sedikitpun dari perkara yang mereka inginkan melainkan beliau melarang dari perbuatan tersebut dan membantah mereka untuk senantiasa mendengar dan taat sampai Allah menyelamatkan umat ini darinya. Pada masa Khalifah ketiga; al-Watsiq (Abu Ja'far Harun bin al-Mu'tashim) yang telah bertaubat atas pemahaman Mu'tazilah sebelum meninggal. Imam Ahmad tidak mengalami sesuatu apapun. Namun Khalifah al-Waatsiq meminta agar Imam Ahmad tidak keluar dari rumahnya, hingga Khalifah meninggal dunia. Imam Ahmad memerintahkan untuk bersabar dan beliau menganggap penguasa ketika itu hanya terpengaruh dengan pembisik-pembisik ahlul bid'ah yang sesat disekitarnya, sementara khalifah adalah seseorang yang tidak faham. Maka Imam Ahmad menghukuminya berbeda antara Ibnu abi Duad dengan Khalifahnya, seraya dianggap jahil/belum tahu karena terpengaruh oleh pembisik disekitarnya. Kemudian pada masa Khalifah al-Mutawakkil (Abu Fadhl Ja'far bin al-Mu'tashim), pemahaman telah dikembalikan kepada sunnah Rasulullah ﷺ. Dan Khalifah al-Mutawakkil selalu meminta nasehat dan pendapat Imam Ahmad dengan mengirim surat kepadanya. Begitupula para ulama Ahlus Sunnah dari waktu ke waktu, maka hadits ini termasuk perkara yang sangat penting untuk dipegang dan diingat-ingat terlebih ujian semakin berat. Sebagaimana pernah disebutkan, kalau penguasa dalam keadaan baik-baik mungkin semua orang akan menurut dengan hadits-hadits yang ada. Tetapi jika ada kebijakan-kebijakan yang tidak mereka sukai, atau ada perbuatan-perbuatan menyimpang yang terlihat, maka ini ujian bagi seseorang betul-betul dalam perkara-perkara seperti ini. Sebab sikap kepada Penguasa muslim, laki-laki, merdeka dan adil, Ahlus Sunnah maupun Ahlul Bid'ah sama dan sepakat untuk tunduk dan taat. Tetapi pada penguasa yang dzalim tidak ada yang tetap memberikan haknya dan terus bersabar menunaikan haknya kecuali hanya Ahlus sunnah. Banyak ahlul bid'ah terseret, terjatuh, terbawa dan terjerumus pada api riya, perasaan, hawa nafsu dan semisalnya karena tidak tahan dengan kedzaliman demi kedzaliman. ✍ _Sampai Rasulullah ﷺ bersabda,_ إِسْمَعْ وَأَطِعْ وَإِنْ أُخِذَ مَالَكَ وَضَرَبَ ظَهْرُكَ _"Dengar dan taati meskipun dipukul punggungmu dan diambil hartamu." (HR. Muslim)_ Bahkan Sebagian ulama menukilkan sejumlah ijma', Imam Bukhari demikian pula Imam ath-Thahawi menukilkan yang demikian, begitu pula para ulama menyebutkan hal ini termasuk prinsip dasar dari Ushul Ahlus Sunnah, seperti: Imam Al-Barbahary dalam Syarhus Sunnah; Imam Al Lalikai dalam Kitab Syarah Ushul I'tiqad Ahlis Sunnati Wal Jama'ati minal Kitabi was Sunnati wa Ijma'ish Shahabati wat Tabi'in min Ba'dihim; Imam Ahmad dalam kitab Ushul Sunnah dan ulama yang lain-lainnya. 3.Dan di dalam hadits ini juga menunjukkan kepada kita bahwasannya selain pemberontakan dan bid'ah-bid'ah merupakan salah satu diantara sebab terjadinya perpecahan umat ini, pertikaian, bahkan bisa berujung kepada pertumpahan darah. Rasul katakan: "Hati-hati kalian dari setiap perkara baru dalam agama". Ketika setiap orang/kelompok memilih tharikat/jalannya sendiri, amaliyah ibadahnya (dzikir dan wirid-wirid) masing-masing yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah ﷺ, sadar atau tidak hal ini yang membuat perpecahan bersekte dan berkelompok dalam agama. Sehingga ketika ada yang mengingkari yaitu ulama yang memberi nasihat, mengingatkan dan memberitahukan kemungkaran tersebut, maka yang salah bukan yang mengingkari namun yang melakukan perbuatan bid'ah dan penyimpangan. Oleh karena itu hendaknya kita pegangi jalan para ulama karena mereka adalah contoh pengikut dan penerus Rasulullah ﷺ, الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ _"Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sungguh para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak." (Tirmidzi, Ahmad, Ad-Darimi, Abu Dawud. Dishahihkan oleh Al-Albani)_ Ulama pewaris para Nabi adalah Ulama yang Fatwanya terbangun diatas dalil dan bukan ulama yang taklid/fanatik/mengikuti seseorang tanpa hujjah dan bukan pula yang berfatwa tanpa ilmu, namun mereka yang melandasi fatwa-fatwanya tidak menyelisihi dari perbedaan pendapat ulama Fuqaha yang terdahulu. Berbagai macam contoh Bid'ah antara lain: masalah Qauli/ucapan, i'tiqadi/keyakinan dan pemahaman dan Amaliyah/amal praktik ritual ibadah. Contoh Bid'ah Qauli: beberapa tharikat sufi mereka membaca dzikir Afdhol Dzikr/sebaik ucapan dzikir "Laa ilaaha illallah" namun sebagian mereka memisahnya: Laa ilaaha 500x, illallah 400x, dan sebagiannya mengkhususkan pada waktu tertentu atau yang semisalnya dan sebagian pula menyebutkan dzikir/bacaan/ucapan yang tidak ada tuntutannya dari ar-Rasul ﷺ tidak pula dari para shahabat. Diantara mereka menyebutkan, "Rabku menyampaikan sesuatu, mewahyukan kepadaku dari qalbuku" dan ini sesungguhnya ghurur terperdaya dari permainan syaitan. Sesungguhnya wahyu telah terputus dengan wafatnya Rasulullah ﷺ, para ahlus sunnah mengatakan hadatsana fulan an fulan, Imam bukhari mengatakan dari gurunya ke gurunya sampai ke Rasulullah ﷺ dengan sanad maka jelas dan hal itu merupakan keistimewaan diantara keistimewaan agama ini. Sehingga tidak sembarang seseorang mengatakan sabda rasul tanpa sanad atau tidak dikenal oleh para ulama ahlul hadits, maka dikhawatirkan ada ucapan dusta dan hadits palsu. Maka dengan adanya sanad silsilah mata rantai perawi hadits ada pada umat ini yang disebutkan oleh para ulama, "Seandainya bukan karena sanad hadits, tiap orang akan dapat mengucapkan apa saja yang ia sukai". Jika seseorang mengatakan rasul mengucapkan begini atau begitu tanpa hujjah maka ini yang disebut bid'ah. Begitupula Bid'ah dari sisi Pemahaman: Memahami Al-Qur'an telah dirubah dan dipalsu oleh sebagian sahabat (keyakinan syi'ah Rafidhah). Menafsirkan dengan hawa nafsu mereka. Contoh Bid'ah dari sisi Amaliyah: sebagian berdzikir dengan tari-tarian, dengan memutar-mutarkan badan. *Maka menentukan waktu tertentu, tempat tertentu, bilangan tertentu yang tidak disebutkan dalam dalil, jika dikhususkan dan dianggap hal itu sebagai bentuk ibadah mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala tetapi tidak ada dalil dan contohnya, maka itu yang disebut sebagai Bid'ah.* ✍ _Allah Azza wa Jalla berfirman,_ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا _"… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …" (QS. Al-Maidah: 3)_ _Ibnu Abbas berkata, "Maka tidak butuh tambahan-tambahan lagi selamanya"._ Bid'ah termasuk penyebab perpecahan umat. Begitu pula seseorang diperintahkan untuk bersabar dan tidak sembarangan untuk memberontak kepada penguasanya, sebab akan menimbulkan madharat yang lebih besar bahkan sampai berujung pada pertumpahan darah dan kurban diantara mereka sendiri, sebagaimana terjadi dinegeri-negeri kaum muslimin. Dan hal ini sangatlah disayangkan, maka kita diingatkan dengan hadits Rasulullah ﷺ ini. Maka hendaknya kita mengingkari yang mungkar semampunya, kemudian tidak melawan kemungkaran dengan kemungkaran yang lain. Tegakkan hukum dan laksanakan syariat Allah, bukan hanya menuntut orang, tetapi kita mulai dari diri-diri kita sebelum menyikapi terhadap selainnya. أقم دولة الإسلام في قلوبكم تقم لكم بأرضكم "Tegakkan dahulu daulat Islam dalam qalbu kalian, niscaya akan ditegakkan pula di bumi kalian". Inti dari Hadits Rasulullah ﷺ tersebut adalah hasungan untuk berpegang teguh terhadap ajaran Rasulullah ﷺ. Rasul katakan, "Siapa hidup lama sepeninggalku dari kalian akan melihat banyak perselisihan". Solusi dan jalan keluarnya rasul katakan, "Pegang erat ajaranku, dan ajaran para shahabat Khulafaur Rasyidin (yang terbimbing) dan mendapat petunjuk." _Dalam sunan Ibnu Majah, dari Shahabat Abu Darda' radhiyallahu 'anhu_ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نَذْكُرُ الْفَقْرَ وَنَتَخَوَّفُهُ فَقَالَ أَالْفَقْرَ تَخَافُونَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتُصَبَّنَّ عَلَيْكُمْ الدُّنْيَا صَبًّا حَتَّى لَا يُزِيغَ قَلْبَ أَحَدِكُمْ إِزَاغَةً إِلَّا هِيهْ وَايْمُ اللَّهِ لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى مِثْلِ الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا وَنَهَارُهَا سَوَاءٌ قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ صَدَقَ وَاللَّهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَرَكَنَا وَاللَّهِ عَلَى مِثْلِ الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا وَنَهَارُهَا سَوَاءٌ _"Rasulullah ﷺ keluar menemui kami, sementara kami sedang memperbincangkan masalah kefaqiran dan kami merasa takut darinya. Lalu beliau bersabda: "Apakah kalian takut kepada kemiskinan? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh akan diberikan kepada kalian dunia, hingga hati salah seorang dari kalian tidak bisa berpaling kecuali akan menemuinya. Sungguh, telah aku tinggalkan untuk kalian perkara terang benderang, malam dan siangnya sama." Abu Darda' berkata; "Demi Allah benar, Rasulullah ﷺ telah meninggalkan bagi kita perkara yang terang benderang, malam dan siangnya sama." (HR. Ibnu Majah)_Download MP3
13. pertemuan ke 13: lanjutan dorongan untuk berpegang teguh dengan as sunnah
📅 17/04/17 📝 Kelanjutan Fasal: Dorongan untuk berpegang teguh dengan Sunnah.* ✍️ _Dalam sunan Ibnu Majah, dari Shahabat Abu Darda' radhiyallahu 'anhu_ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نَذْكُرُ الْفَقْرَ وَنَتَخَوَّفُهُ فَقَالَ أَالْفَقْرَ تَخَافُونَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتُصَبَّنَّ عَلَيْكُمْ الدُّنْيَا صَبًّا حَتَّى لَا يُزِيغَ قَلْبَ أَحَدِكُمْ إِزَاغَةً إِلَّا هِيهْ وَايْمُ اللَّهِ لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى مِثْلِ الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا وَنَهَارُهَا سَوَاءٌ قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ صَدَقَ وَاللَّهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَرَكَنَا وَاللَّهِ عَلَى مِثْلِ الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا وَنَهَارُهَا سَوَاءٌ _"Rasulullah ﷺ keluar menemui kami, sementara kami sedang memperbincangkan masalah kefaqiran dan kami merasa takut darinya. Lalu beliau bersabda, "Apakah kalian takut kepada kemiskinan? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh benar-benar akan ditumpahkan/dituangkan dunia dengan banyak, hingga tidaklah menyimpang qalbu salah seorang dari kalian dengan sebuah penyimpangan kecuali karenanya. Sungguh, telah aku tinggalkan untuk kalian perkara terang benderang, malam dan siangnya sama." Abu Darda' berkata; "Demi Allah benar, Rasulullah ﷺ telah meninggalkan bagi kita perkara yang terang benderang, malam dan siangnya sama." (HR. Ibnu Majah)_ Dunia termasuk penyebab seseorang menyimpang dan lupa dari jalan Allah. Karena fitnah dunia. Orang seharusnya khawatir karena dituangkan dunia kepadanya. Jalan dan ajaran yang telah diwariskan dan diajarkan oleh Rasulullah ﷺ, seperti jalan yang putih terang benderang, malamnyapun bagaikan siangnya. Tidak ada kesamaran dan jelas. Namun, perhatian kita terhadap ilmu semakin berkurang dan berkurang, sehingga menjadikan samar terhadapnya. Sebagaimana Rasul ﷺ katakan, ✍️ _Dari Abu Abdillah Nu'man bin Basyir radhiyallahu anhu_ إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ _"Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang membentengi-diri dari syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya"._ Sebagian menyebutkan ilmu itu ibarat Nur (cahaya), yang menerangi. Dan ketika ada syubhat atau tidak diketahuinya ilmu tersebut, maka dijadikan semakin samar, gelap dan gelap sesuai dengan kadar tertutupinya sunnah Rasulullah ﷺ. Hadits Abu Darda' radhiyallahu 'anhu (tentang kefaqiran) mengandung beberapa faedah yaitu, 1.Dorongan untuk mempelajari, memperhatikan dan mencari tahu jalan yang putih terang benderang tersebut, diiringi dengan doa memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Rasulullah ﷺ telah mengatakan "Aku tinggalkan kalian di atas jalan yang putih terang-benerang malamnya bagaikan siangnya. Demikianlah sifat as-Sunnah; sangat jelas dan bermanfaat ibarat cahaya. Maka ajaran Rasul ﷺ jelas baik dan menyelamatkan, tak ada keraguan padanya, hanya saja kita butuh kesungguhan upaya untuk mendapatkannya. 2.Peringatan adanya bahaya, ujian dan godaan dunia dengan berbagai macamnya. Godaan dunia bisa berupa harta, kedudukan, wanita, tempat tinggal dan berbagai godaan yang lainnya. Menghalangi, merintangi, menggoda dari menjalankan perintah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Banyak contoh di sana; karena sebab tersibukkan oleh dunia, ia terlalaikan dari urusan akhirat. Ditimpakan kehinaan dan berbagai macamnya karena sebab tersebut. Wal 'iyaadzu billaah. ✍️ _Dari Tsauban radhiyallahu 'anhu,_ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا . فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَن . فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ _Rasulullah ﷺ bersabda, "Akan tiba suatu masa nanti umat Islam ini akan diperebutkan seperti makanan yang ada di nampannya", maka salah seorang bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah nanti kita merupakan umat yang sedikit sampai diperebutkan seperti itu?", Kemudian Rasulullah mengatakan "Tidak, justru kalian nanti mayoritas, tetapi kalian itu tidak ubahnya seperti buih di lautan. Allah akan cabut rasa takut kepada kalian dari dada musuh-musuh kalian dan ditimpakan ke dalam dada-dada kalian satu penyakit yaitu al-Wahn", kemudian sahabat bertanya "apakah al-Wahn itu?", Rasulullah mengatakan, "Wahn adalah cinta dunia dan takut mati." (HR. Abu Daud no. 4297 dan Ahmad 5: 278, dishahihkan Syaikh Al Albani)._ ✍ _Dari 'Abdullah bin 'Umar Radhiyallahu anhuma,_ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُـمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَيَنْزِعُهُ شَيْئٌ حَتَّى تَرْجِعُواْ إِلَى دِيْنِكُمْ. _"Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, "Apabila kalian melakukan jual beli dengan cara 'inah (riba), berpegang pada ekor sapi, ridha dengan hasil tanaman dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan membuat kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak ada sesuatupun yang mampu mencabut kehinaan tersebut (dari kalian) sampai kalian kembali kepada agama kalian." (HR. Abu Dawud no. 3003)._ Bahwasannya mendahulukan dunia atas akhirat, merupakan diantara sebab terpuruk dan dihinakannya umat. Sedangkan jalan untuk mengentaskan kehinaan tersebut adalah kembali kepada Allah dengan ajaran rasul-Nya. Dahulu para sahabat berhijrah dari Mekkah ke Madinah dengan meninggalkan kampung halaman, keluarga yang dicintai, tidak mempunyai rumah/tempat tinggal, namun setelah itu berapa banyak Ghanimah berupa harta dan emas yang banyak, kebun kurma dan berbagai macam nikmat. Ketika mereka mengutamakan akhirat dan melakukan sebab dan usaha apa yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat mereka, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala berikan kepada mereka Kemenangan dan Keberhasilan. Dan bisa jadi dan boleh, dunia itu berada di tangan. Boleh seseorang mencari, memegang dan mengurusinya, namun jangan jadikan Qalbu itu terkait dengan dunia tersebut. Bukankah Nabi Sulaiman Alaihis salam juga mempunyai kendaraan yang banyak, kuda, pasukan, istana dan berbagai macamnya. Dan bukankah diantara sahabat juga ada orang-orang kaya seperti: Abdurrahman bin Auf, Abu Bakar as-Siddiq serta Utsman bin Affan, dan bukan berarti mereka tidak zuhud. Maka kembalinya kepada Qalbu. Bahkan yang Allah pilihkan untuk rasul-Nya ﷺ, di dalam kehidupan beliau tidaklah berlebihan dan bahkan lebih dekat kepada al-Faqr, namun beliau adalah orang yang paling kaya hati/Qalbu. Demikianlah Rasulullah ﷺ telah mengingatkan kepada kita sebagai umatnya, untuk tidak mengkhawatirkan kefaqiran pada diri kita, anak serta keluarga kita dan ingatlah dengan janji Allah Subhanahu wa Ta'ala, وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا (٢) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ (٣) _"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (QS. At-Talaq: 2-3)_ Islam tidak mengharamkan seseorang untuk mencari pekerjaan dan bekerja. Namun yang perlu diingatkan bagi seorang muslim adalah: Tujuan dan masa depannya bukanlah di dunia, "Sangatlah disayangkan"; Ketika seorang meluangkan waktu dan tenaga yang sedemikian banyak, hanya untuk memikirkan dunia dan umur banyak telah ia habiskan, padahal berapa lama seseorang akan menikmati nikmat dunia ini yang belum tentu ia dapatkan ketika ia mencari, mengerahkan tenaga dan upayanya. Namun jika ia mengikhlaskan niat dan benar dalam beribadah untuk mencari kehidupan akhirat maka akan diberikan kesudahan yang baik bi idznillahi Ta'ala. Dan ingatlah, seberapapun seseorang mendapatkan nikmat di dunia seberapa besar dan banyaknya, namun sekejap saja dia dihadapkan kepada siksa Neraka, maka ia tidak akan bisa bersabar padanya. Dan dia berangan-angan untuk bisa menukar dan menebus siksaan tersebut dengan semua harta kekayaan yang ia miliki. Dan kesemuanya kembalinya kepada qalbu, dan bukan berarti seseorang yang dalam keadaan tidak punya dipastikan ia zuhud, "Tidaklah Demikian". Dan bukan pula seorang yang kaya pastilah tidak zuhud, maka masing-masing kembalinya kepada qalbu dan bagaimana dia menyikapinya. Semakin besar harta maka akan semakin besar pertanggung jawaban dan zakat yang harus dia keluarkan. Semakin banyak ilmu adalah jalan keselamatan, namun ingat tanggungan amalpun semakin besar. Betapa banyak contoh terdahulu dari Al-Qur'an maupun Al-Hadits, mereka yang mementingkan perkara Ad-Dunya kemudian ditimpakan kehinaan. Baik berupa contoh perorangan (pribadi) seperti Qarun ataupun Fir'aun ataupun contoh dari beberapa kaum yang sangat maju dan megah tempat-tempat tinggal mereka, yang maju peradaban mereka dari sisi dunia namun hancur dari sisi moral dan keagamaan mereka. Maka berapa banyak yang mereka dahulu dibinasakan. Dan sebagian mereka ditangguhkan dan menanti adzab yang lebih besar dan lebih pedih di sana nanti. ✍ _Allah Subhanahu wa Ta'ala mengancam dalam ayatnya,_ قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ _Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah: 24)_ ✍ _Demikian pula disebutkan didalam Hadits dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu anhu,_ تَرَكَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا طَائِرٌ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِي الْهَوَاءِ إِلاَّ وَهُوَ يَذْكُرُنَا مِنْهُ عِلْمًا. قَالَ: فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلاَّ وَ قَدْ بُيِّنَ لَكُمْ. _"Rasulullah ﷺ telah pergi meninggalkan kami (wafat), dan tidaklah seekor burung yang terbang membalik-balikkan kedua sayapnya di udara melainkan beliau ﷺ telah menerangkan ilmunya kepada kami." Berkata Abu Dzarr Radhiyallahu anhu, "Rasulullah ﷺ telah bersabda, "Tidaklah tertinggal sesuatu pun yang mendekatkan ke Surga dan menjauhkan dari Neraka melainkan telah dijelaskan semuanya kepada kalian." (HR. At-Thabrani dalam Mu'jamul Kabir (II/155-156 no. 1647) dan Ibnu Hibban (no. 65))_ ✍ _Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman di dalam ayatnya,_ أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صَافَّاتٍ وَيَقْبِضْنَ مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلَّا الرَّحْمَٰنُ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ بَصِيرٌ _Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu. (QS. Al-Mulk: 19)_ ✍ _Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman di dalam ayatnya,_ أَلَمْ يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ مُسَخَّرَاتٍ فِي جَوِّ السَّمَاءِ مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلَّا اللَّهُ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ _"Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman." (QS. An-Nahl: 79)_ Dan sebagaimana burung, bisa menjadi contoh tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. ✍ _Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu 'anhu,_ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا _Rasulullah ﷺ bersabda: "Andai saja kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenarnya, niscaya kalian diberi rizki seperti rizkinya burung, pergi dengan perut kosong di pagi hari dan pulang di sore hari dengan perut terisi penuh." (HR. Tirmidzi 2266)_ Jika seseorang mau berusaha sungguh-sungguh pastilah dia dapatkan, dan berbagai macam faedah disebutkan oleh Rasulullah ﷺ (tidak ada suatu kebaikanpun kecuali Rasulullah ﷺ menyebutkan) dan itupun umat beliau tetap diingatkan atas bahayanya sikap tidak pernah cukup. Karena bila ada sifat tamak terhadap dunia dan tidak pernah merasa cukup maka berapapun ia dapatkan rizki tidak bakal ia merasa cukup. ✍ _Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,_ اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ. _"Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6490), Muslim (no. 2963), at-Tirmidzi (no. 2513) dan Ibnu Majah (no. 4142))_ _Allah Subhanahu wa Ta'ala telah janjikan didalam firman-Nya,_ وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ _Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim: 7)_ Dan bila kita belum mendapatkan, berarti kita yang salah, yang belum mensyukuri nikmat dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Nikmat Allah banyak dan tak terhitung, seperti dikisahkan: _Berkata Ghassaan bin al-Mufadhdhal al-Ghulaabi: Beberapa teman kami menceritakan kepadaku bahwa seorang laki-laki datang kepada Yunus bin 'Ubaid (wafat 139H) dan mengeluhkan kesulitan yang ia lalui dalam kehidupan dan kecemasan karenanya. Maka Yunus bin Ubaid berkata (kepadanya), "Apakah engkau senang memberikan penglihatanmu untuk dibeli dengan seratus ribu (dinar, dirham)?" Laki-laki itu menjawab, "Tidak" Dia berkata, "Lalu bagaimana dengan pendengaranmu?" Laki-laki itu menjawab, "Tidak" Dia berkata, "Lalu bagaimana dengan lidahmu?" Laki-laki itu menjawab, "Tidak" Dia berkata, "Lalu bagaimana dengan otakmu?" Dia berkata, "Tidak, (tidak) untuk setiap keinginan, kebutuhan." Lalu ia mengingatkannya pada nikmat Allah atas dirinya. Yunus mengatakan, "Saya melihat bahwa engkau memiliki ratusan ribu (dinar, dirham) namun engkau masih mengeluh bahwa engkau orang yang kekurangan?!" (Al-Siyar A'lamin Nubala-Al-Hafizh Adz-Dzahabi (6/292)_ Tidak ada suatu kebaikanpun kecuali pasti beliau ar-Rasul ﷺ sebutkan dan tidak ada suatu kejelekanpun kecuali para nabi sebutkan sebatas apa yang diketahui bagi umatnya. Dan hal ini merupakan dorongan untuk kita mengetahui, mempelajari dan perhatian dengan ajaran-ajaran Rasulullah ﷺ. Tidak ada sesuatupun yang tersisa dari perkara yang dapat mendekatkan kepada jannah dan menjauhkan dari nerakanya Allah, kecuali sungguh telah dijelaskan kepada kalian. Dan turun Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا _"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS. Al-Maidah: 3)_ Meskipun tidak seluruhnya dijelaskan secara terperinci (terlebih tentang perkara ilmu dunia) dan masuk dalam kandungan ayat ini, ✍ _Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,_ فَسَۡٔلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ _"… maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak mengetahui." (QS. An-Nahl: 43)_ Yang utama adalah bertanya kepada Ahli Fatwa/Ahli ilmu Syar'i pada permasalahan-permasalahan hukum yang tidak diketahui (misalnya: hukum halal-haram) dan tentang perkara dunia, Rasulullah ﷺ mengatakan, "kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian". ✍ _Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu,_ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِقَوْمٍ يُلَقِّحُونَ فَقَالَ لَوْ لَمْ تَفْعَلُوا لَصَلُحَ قَالَ فَخَرَجَ شِيصًا فَمَرَّ بِهِمْ فَقَالَ مَا لِنَخْلِكُمْ قَالُوا قُلْتَ كَذَا وَكَذَا قَالَ أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ _Nabi ﷺ pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma lalu beliau bersabda: "Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik". Tapi setelah itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi ﷺ melewati mereka lagi dan melihat hal itu beliau bertanya: "Ada apa dengan pohon kurma kalian? Mereka menjawab: "Bukankah anda telah mengatakan hal ini dan hal itu?", Beliau lalu bersabda: "Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian" (HR. Muslim 4358)_ Dan Rasulullah ﷺ secara global menghasung umatnya untuk selalu bersemangat untuk melakukan apa saja yang bermanfaat. ✍ _Rasulullah ﷺ bersabda,_ الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ _"Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari mukmin yang lemah, namun pada masing-masingnya memiliki kebaikan. Bersemangatlah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan bersikap lemah. Apabila ada sesuatu yang menimpamu janganlah berkata, "Seandainya dahulu aku melakukannya niscaya akan begini dan begitu". Akan tetapi katakanlah, "Itulah ketetapan Allah dan terserah Allah apa yang Dia inginkan maka tentu Dia kerjakan". Dikarenakan ucapan "seandainya" itu akan membuka celah perbuatan setan." (HR. Muslim no. 6945)_ Muslim yang baik adalah mereka bersemangat untuk meraih apa saja yang bermanfaat, seperti: sebagiannya mengolah tanah dan mengairi sawah, sebagian yang lain membangun ini dan itu, sebagian menolong ini dan membantu yang itu, sebagian disana kerja bakti, sebagian ronda dan menjaga keamanan, sebagian lagi meluangkan waktunya untuk belajar dan menghafal Al-Qur'an. Semuanya bermanfaat baik untuk dunia ataupun agamanya. Dan diantara doa Rasulullah ﷺ adalah meminta perlindungan dari sifat malas. Sebagian orang menganggap sudah capek seharian bekerja dan masih harus duduk mendengarkan ilmu, mengantuk..., capek..., berat..., tetapi apabila ia benar-benar mengambil faedah/manfaat dari ilmu, sesungguhnya hal itu justru akan menyemangati dan meringankan beban kerja dan fikirannya. الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ _"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Rad:28)_ Sesungguhnya mempelajari ilmu itu akan menyemangati dan meringankan beban kerja dan bukan malah memberatkan. Begitu pula shalat, akan menentramkan hati, meringankan beban kerja dan fikiran... dengan syarat; jika shalat dan menuntut ilmunya benar. ✍ _Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,_ وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ _Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu' (QS. Al-Baqarah: 45)_ Rasulullah ﷺ ketika capek berkegiatan dan sudah masuk waktu shalat, beliau berpesan kepada Bilal, sang muadzin; يا بلال أرحنا بالصلاة "Wahai Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat". Yakni beliau perintahkan Bilal agar segera mengumandangkan adzan, sehingga yang lainnya pun segera menghentikan aktivitas kerjanya, ambil air wudhu, shalat dengan khusyuknya. Inilah, yang semestinya bisa membuat pikiran kita tenang, mengurangi kepenatan dan beban pikiran kiat serta mengobati rasa letih kita. Ya, air wudhu dan shalat, tenteramnya hati mengingat Pencipta, mencari ridha dan ampunannya. Hidup itu adalah ujian, tempat istirahat yang sesungguhnya adalah di Jannah kelak. _Adapun ucapan para shahabat, juga para tabi'in, begitu pula para ulama, dalam mendorong terhadap sunnah Rasulullah ﷺ sangatlah banyak. Diantaranya apa yang diriwayatkan Imam Darimi dalam sunnahnya didalam bab "Mengikuti sunnah ajaran Rasulullah ﷺ" dari Al Imam Azuhri rahimahullah Ta'ala, beliau berkata: "Para ulama kami yang terdahulu berkata berpegang teguh dengan sunnah ajaran rasul adalah keselamatan" dan disebutkan dalam atsar yang lain "Sunnah itu ibarat kapalnya Nabi Nuh, siapa yang mau naik keatasnya akan selamat dan siapa yang tidak, maka akan binasa."_ Terlebih di akhir zaman, semakin jauh dengan zaman ar-rasul ﷺ, semakin banyak bermacam-macam syubhat/kerancuan pemikiran, pemikiran sesat dan menyimpang, sekte dan kelompok yang mengatasnamakan Islam namun bukan darinya, begitu pula syahwat yang semakin kompleks/banyak dan beragam, dari yang didunia nyata sampai maya (on-line) dengan berbagai macamnya, maka lebih butuh lagi seseorang untuk berpegang teguh terhadap sunnah Rasulullah ﷺ. Dan telah diisyaratkan oleh Rasulullah ﷺ bahwasannya akan datang zamannya islam dan ajarannya beserta sunah menjadi semakin terasing suatu saat nanti, ✍ _Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,_ بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ _"Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasing." (HR. Muslim dalam Shahihnya, Kitab Iman (145) dan Sunan Ibnu Majah bab Al-Fitan (3986), Musnad Imam Ahmad bin Hambal (2/389))_ ✍ _Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,_ يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ _"Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api." (HR. Tirmidzi no. 2260)_ _Al Imam al Marwazi rahimahullah Ta'ala (Abu Abdillah Muhammad bin Nashr bin Al-Hajjaj al-Marwazi) meriwayatkan dalam kitabnya as-sunnah dari Hisyam bin 'Urwah dari ayahnya 'Urwah ibnu Zubair rahimahullah Ta'ala pernah berkata, "Makna as-sunan as-sunan yakni pegangi atau perhatikan sunnah-sunnah ajaran rasul ﷺ perhatikan ajaran-ajaran beliau, karena sesungguhnya sunnah-sunnah ajaran beliau adalah penopang dan penegaknya agama ini."_ _Adalah Abu Nu'aim al Ashbahani rahimahullah dalam kitab Hilyatul Auliya menyebutkan dari al Imam al Uza'i rahimahullah Ta'ala beliau pernah berkata, "Ada lima perkara yang dahulu menjadi ciri dipegangi oleh para shahabat Nabi Muhammad ﷺ dan Tabi'in yang mengikuti mereka dengan baik (bukan bermakna yg selainnya tidak). Yang Pertama: Berpegang erat dengan jama'ah persatuan kaum muslimin (tidak mudah menyempal, memberontak dan memecah belah jama'ah persatuan kaum muslimin) dan menetapi jama'ah (mengikuti dan memegangi Al-Haq/ajaran Al-Islam meskipun engkau sendirian). Yang Kedua: Itiba' Sunnah. Mengikuti sunnah ajaran Rasulullah ﷺ mengedepankannya diatas akal dan pemahaman apapun. Yang Ketiga: Memakmurkan Masjid (membaca Al-Qur'an, shalat berjama'ah, musyawarah padanya, dzikirullah, hafalan Al-Qur'an, halaqah-halaqah ilmu dan lainnya). Yang Keempat: Membaca Al-Qur'an (dimasjid ataupun diluarnya). Yang Kelima: Berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala._ _Berpegang erat dengan jama'ah persatuan kaum muslimin,_ ✍ _Dari 'Abdurrahman bin Yazid, ia berkata,_ صَلَّى بِنَا عُثْمَانُ بِمِنًى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَقِيلَ ذَلِكَ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ فَاسْتَرْجَعَ ثُمَّ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِمِنًى رَكْعَتَيْنِ وَصَلَّيْتُ مَعَ أَبِى بَكْرٍ الصِّدِّيقِ بِمِنًى رَكْعَتَيْنِ وَصَلَّيْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ بِمِنًى رَكْعَتَيْنِ فَلَيْتَ حَظِّى مِنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَانِ مُتَقَبَّلَتَانِ _"Utsman pernah shalat bersama kami di Mina sebanyak empat raka'at. Hal itu lantas diceritakan pada 'Abdullah bin Mas'ud, kemudian Ibnu Mas’ud beristirja' (اِنّا لِلّهِ وَاِنّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ ). Kemudian Ibnu Mas'ud berkata, "Aku pernah shalat bersama Rasulullah ﷺ di Mina sebanyak dua raka'at, bersama Abu Bakar Ash Shiddiq di Mina sebanyak dua raka’at, bersama 'Umar bin Al Khattab di Mina sebanyak dua raka’at. Andai saja 'Utsman mengganti empat raka’at menjadi dua raka'at yang diterima." (HR. Bukhari no. 1084 dan Muslim no. 695)_ Shahabat Ibnu Mas'ud juga pernah shalat dibelakang Khalifah Utsman bin Affan dan beliau shalat di Mina empat rakaat, dan shahabat Ibnu Mas'ud tidak membuat jama'ah baru dan beliau mengatakan, "Perselisihan itu jelek". Terkadang kita kurang cocok dengan Imam karena bacaannya yang belum benar, tidak memakai qalansuwah/penutup kepala ataupun celana biasa dan bukan memakai sarung, namun selama sah dan disitu ada jama'ah, maka kita masuk dan mengikuti. Siapa Imam ataupun pemimpin mereka, jika ada kekurangan-kekurangannya maka tetap ia dengar dan taati selama bukan perkara maksiat, dan jikalau mereka memerintahkan pada perkara maksiat, maka jangan ditaati maksiatnya namun tidak ia berontak. Asy-Syaikh Muhammad Ibnu 'Utsaimin rahimahullah mengatakan, "Hendaknya diketahui bahwa memberontak (kudeta) kepada penguasa adalah tidak diperbolehkan kecuali dengan syarat-syarat. ✍ _Rasulullah ﷺ telah menerangkannya sebagaimana dalam hadits 'Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu 'anhu,_ بَايَعْنَا رَسُوْلَ اللهِ عَلىَ السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ عَلَيْنا وَأَلاَّ نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ، قَالَ: إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ فِيْهِ مِنَ اللهِ بُرْهَانٌ _"Kami berbai'at kepada Rasulullah untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan kami giat atau tidak suka, susah atau mudah, dalam keadaan mereka mengutamakan diri mereka daripada kami dan agar kami tidak merebut urusan (kepemimpinan) dari pemiliknya. Beliau bersabda, "Kecuali kalian melihat kekafiran yang nyata yang kalian memiliki bukti padanya dari Allah."_ _Dari hadits di atas kita bisa mengambil pelajaran tentang syarat-syarat kapan dibolehkan melakukan pemberontakan kepada pemerintah._ ✏ Syarat pertama: Kita melihat, yang maknanya kita mengetahui dengan ilmu yang yakin bahwa penguasa telah melakukan kekafiran. ✏ Syarat kedua: Apa yang dilakukan oleh penguasa adalah benar-benar kekafiran. Bila masih tergolong perbuatan kefasikan maka tidak boleh memberontak bagaimanapun besar kefasikan yang dilakukan penguasa. ✏ Syarat ketiga: Dilakukan dengan terang dan jelas, tanpa mengandung penafsiran lain. ✏ Syarat keempat: Kita memiliki bukti dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam hal ini, yakni hal itu berdasarkan bukti yang pasti dari dalil Al-Qur'an dan As-Sunnah serta ijma' umat. ✏ Syarat kelima: Diambil dari dasar-dasar umum agama Islam yaitu kemampuan mereka (rakyat) untuk menumbangkan penguasa. Jika tidak punya kemampuan, maka akan terbalik, sehingga malah mencelakakan rakyat yang justru menimbulkan mudharat yang jauh lebih besar daripada mudharat yang akan diakibatkan jika mendiamkan penguasa tersebut… (Fiqih Siyasah Syar'iyyah, hlm. 277-278) ✏ Syarat keenam: Tidak menimbulkan madharrat atau kerusakan yang lebih besar. _Al Imam Baihaqi menyebutkan dalam sanadnya, dahulu Abdullah ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma biasa mengikuti perkara dan perintah Rasulullah ﷺ bahkan sampai lebih dari pada itu sampai pada urusan Rasulullah ﷺ melakukan sesuatu dan perhatian dengan sangat sampai-sampai dikhawatirkan akal beliau karena terlalu perhatiannya pada perkara tersebut._Download MP3
14. pertemuan ke 14: salaf sangat memperhatikan dan menjaga sunnah rasulullah
📅 24/04/17 📝 Dari banyaknya kitab-kitab hadits telah menunjukkan kepada kita secara tidak langsung betapa mereka sangat memperhatikan, memuliakan, mencermati dan menjaga ajaran-ajaran Rasulullah ﷺ. Apa yang disebut masa Tadwin As-Sunnah (تدوين السنة) yaitu penyusunan, pengumpulan sunnah-sunnah yang datang dari ar-rasul ﷺ. Yaitu masa-masa dimana para ulama ahlul hadits mencatat, membukukan, merangkum, mengumpulkan dengan berbagai macam type dan jenis kitab-kitab hadits dengan berbagai bentuk, seperti; kitab-kitab jaami' -yang menggabungkan seluruh topik-, sunan -yang disusun berdasar bab2 fiqih-, musnad maupun mu'jam -yang disusun per kategori tertentu seperti sahabat hadits dan sebagainya-. Ini semua menunjukkan betapa besar perhatian mereka terhadap ajaran rasul ﷺ. Dan sebagian mereka mengkhawatirkan kalau hadits-hadits yang banyak ini yang dahulu dihafal dan merupakan perkara yang mahsyur dan mahruf diketahui oleh banyak kaum muslimin di masa itu, dikhawatirkan semakin punah atau hilang sedikit demi sedikit dan banyak tidak diketahui sehingga merekapun menulis yang satu dengan yang lainnya dengan berbagai macam jenis seperti yang telah disebutkan. Dan apa yang dibukukan dalam bentuk kitab terkadang tidak luput sebagiannya dari kerusakan atau dari hancur dan hilangnya kitab tersebut, sehingga kadang dijumpai dan disebutkan kitab ini hilang, hanya disebutkan pernah mempunyai tulisan yang demikian dengan judul ini, namun hilang kitabnya. Diantaranya, ketika kaum muslimin diserbu bangsa Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan atas pengkhianatan tokoh syi'ah: Alauddin Ibnu Alqami (diangkat sebagai perdana menteri oleh Khalifah Al-Mu'tashim Billah) dan Nashiruddin Ath-Thusi. ✍️ _Ibnu Katsir menceritakan, "Ibnu Alqami menulis surat kepada pasukan Tartar yang intinya mendukung mereka menguasai Baghdad dan siap melicinkan jalan bagi mereka (Tartar). Ia membeberkan kepada mereka kondisi terakhir Khilafah Abbasiyah, termasuk kelemahan pasukan Al-Mu'tashim. Itu semua tiada lain karena pada tahun tersebut ia ingin melihat Khalifah Abbasiyah Al-Mu'tashim tumbang dan bid'ah aliran sesat Syiah Rafidhah berkembang pesat. Kekhalifahan diambil oleh Dinasti Fathimiyah, para ulama dan mufti sunnah musnah." (Lihat: Al-Bidayah wa An-Nihayah, XIII/202)_ Ibnul Alqami juga 'melobi' agar pengeluaran negara saat itu lebih banyak difokuskan untuk pembangunan, karenanya ia mengusulkan untuk memangkas jumlah personil militer dalam jumlah besar agar dananya digunakan untuk pembangunan. Ia menyembunyikan niat busuknya di balik 'taqiyyah'/ sandiwara ala Syiah. Usulannya pun diterima khalifah ketika itu. Jadilah pertahanan negara melemah drastis, dan singkat kisah; datanglah serbuan pasukan Mongol, Tar-tar. Buku-buku yang ada dalam Baitul Hikmah sebagian dibakar dan sebagian di buang ke sungai Tigris. Sungai yang jernih berubah pekat menghitam karena tinta kitab, akibat ribuan bahkan jutaan buku yang ditenggelamkan. _Al Imam Baihaqi rahimahullah menyebutkan dalam sanadnya dari jalur Malik rahimahullah bahwasannya Rajaa' rahimahullah menyampaikan hadits, dahulu shahabat Abdullah ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhu biasa mengikuti perkara, perintah dan atsar Rasulullah ﷺ, beliau sangat perhatian dengannya, sampai-sampai dikhawatirkan akalnya._ Shahabat Abdullah ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhu terlampau besar perhatiannya, sehingga segala aktivitas beliau selalu dikaitkan dengan apa yang dilakukan rasulullah ﷺ meskipun rasul sudah wafat. Dan dalam beberapa perkara, dengan ijtihadnya shahabat Ibnu 'Umar tidak selalu sama atau sependapat dengan shahabat-shahabat yang lain. Adapun perkara Mengikuti perintah rasulullah ﷺ adalah kewajiban semua muslim dan bahwasanya Rasulullah ﷺ adalah suri tauladan yang baik (رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ) dan bila rasul menetapkan sesuatu maka "kami dengar dan kami taat". إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ _Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. An-Nur: 51)_ وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا _Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al-Ahzab: 36)_ Adapun tentang atsar, yang ada pada beliau dan bekas-bekas beliau, ini telah disebutkan oleh para Ulama, meraka sangat perhatian dalam bab ini dan *ini kekhususan dari diri Ar-Rasul ﷺ yang tidak diberlakukan kepada selain Rasulullah ﷺ.* ✍ _Dari Abu Juhaifah radhiyallahu 'anhu, ia berkata,_ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِالْهَاجِرَةِ ، فَأُتِىَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ مِنْ فَضْلِ وَضُوئِهِ فَيَتَمَسَّحُونَ بِهِ ، فَصَلَّى النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ ، وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ _"Rasulullah ﷺ pernah keluar menemui kami dalam keadaan cuaca yang begitu panas. Beliau didatangkan air untuk berwudhu, lantas beliau berwudhu dengannya. Ketika itu orang-orang mengambil bekas wudhu Nabi ﷺ lantas mereka mengusap-ngusapnya. Lantas Nabi ﷺ melakukan shalat Zhuhur dan 'Ashar masing-masing dua raka'at. Saat itu di tangan beliau ada tongkat." (HR. Bukhari no. 187 dan Muslim no. 503)._ Bahkan keringat Nabi yang disebutkan wangi dan merekapun tabarruk dengan hal itu. Dan itu kekhususan Rasulullah ﷺ. ✍ _Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu,_ دَخَلَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عِنْدَنَا فَعَرِقَ وَجَاءَتْ أُمِّي بِقَارُورَةٍ فَجَعَلَتْ تَسْلِتُ الْعَرَقَ فِيهَا فَاسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا أُمَّ سُلَيْمٍ مَا هَذَا الَّذِي تَصْنَعِينَ قَالَتْ هَذَا عَرَقُكَ نَجْعَلُهُ فِي طِيبِنَا وَهُوَ مِنْ أَطْيَبِ الطِّيبِ _Nabi ﷺ pernah berkunjung ke rumah kami. kemudian beliau tidur sebentar (Qailulah) di rumah kami hingga berkeringat. Lalu Ibu saya mengambil sebuah botol dan berupaya memasukkan keringat Rasulullah ﷺ itu ke dalam botol tersebut. Tiba-tiba Rasulullah terjaga sambil berkata kepada ibu saya; "Hai Ummu Sulaim, apa yang kamu lakukan terhadap diriku?", Ibu saya menjawab: "Kami hanya mengambil keringat engkau untuk kami jadikan wewangian kami." Keringat beliau merupakan salah satu wewangian yang paling harum wanginya (HR. Muslim No.4300)_ Demikian pula sebagian yang lain, ketika anaknya shahabat lahir, dibawa kehadapan rasulullah ﷺ untuk diberi nama, didoakan dan mentahniknya (mengunyahkan) tamr/kurma kering atau kurma basah/ruthab, yakni sesuatu yang manis, kemudian meletakkan/ memasukkannya ke mulut bayi lalu menggosok-gosokkan ke langit-langit mulut. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar bayi terlatih dengan makanan, juga untuk menguatkannya. ✍ _Dari hadits Abu Burdah, dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu dia berkata,_ وُلِدَ لِى غُلاَمٌ فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ وَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ _"Aku pernah dikaruniai anak laki-laki, lalu aku membawanya ke hadapan Nabi ﷺ, maka beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan sebuah kurma (tamr)." (HR. Al-Bukhari (5467 Fathul Bari), Muslim (2145 Nawawi), Ahmad (4/399), Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (9/305) dan Asy-Syu'ab karya beliau (8621, 8622))_ Adapun tentang Rasulullah ﷺ, telah dilakukan oleh sejumlah shahabat, baik itu terkait dengan rambut, keringat, bekas air wudhu Rasul dan selainnya merupakan kekhususan Nabi ﷺ. Ketika seseorang keadaannya sama mencontoh keadaan rasul, ketika safar begini, ketika muqim begini dan ketika keadaan-keadaan yang demikian diikuti, thayyib in syaa Allah Ta'ala tiada mengapa. Adapun terkait dengan mencari berkah tabaruk dengan tempat, ini ada pembahasan lain diantara para ulama rahimahullahu Ta'ala. Dimana shahabat-shahabat Kibar yang senior: Abu Bakar as siddiq, Umar bin khattab, Utsman bin Affan dan seterusnya itupun tidak melakukan yang demikian dimasa hidup atau sepeninggal Nabi ﷺ. Abu Bakar dan Umar berhaji berulang kali dan tidak dinukilkan mereka mencari dimana tempat rasul ﷺ melakukan suatu amal ibadah dan kalaupun Ibnu Umar melakukan berbeda dengan apa yang dilakukan senior-seniornya (shahabat lain), menurut para ulama: itupun dibawa pada kemungkinan beliau mengharapkan pahala dari amal ibadahnya dan bukan dari sisi 'ngalap berkah' tempatnya. Sehingga sebagian bertanya, "dimana posisi rasul ﷺ ketika shalat didalam Kabah?", "disini", kemudian mereka mengikuti. Adapun permasalahan tempat, untuk dikultuskan dan mencari berkah, maka ini dibahas oleh para ulama tidaklah demikian. Bahkan sebaliknya, Umar bin Khattab radhiyallahu Ta'ala ketika mengkhawatirkan Aqidah muslimin ketika menyimpang dan terkait dengan keadaan yang semacam tadi. Diantaranya mereka sengaja ingin bersimpuh, berdiam disebuah pohon yang dikenal dengan nama pohon Bai'atur Ridhwan karena ingin menyelamatkan aqidah umat. ✍ _Dari Ibnu Waddhah radhiyallahu 'anhu,_ سمعت عيسى بن يونس يقول : أمر عمر بن الخطاب ـ رضي الله عنه بقطع الشجرة التي بويع تحتها النبي صلى الله عليه وسلم فقطعها لأن الناس كانوا يذهبون فيصلون تحتها ، فخاف عليهم الفتنة _"Aku mendengar Isa bin Yunus mengatakan , "Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu 'anhu memerintahkan agar menebang pohon yang Nabi ﷺ menerima baiat (Bai'atur ridhwan) kesetiaan di bawahnya (dikenal dengan pohon Syajaratur ridhwan). Ia menebangnya karena banyak manusia yang pergi ke sana dan shalat di bawahnya, lalu hal itu membuatnya khawatir akan terjadi fitnah (kesyirikan) terhadap mereka." (Al-Bida'u wan-Nahyu 'Anha, 42. Al-I'tsiham, 1/346)_ ✍ _Fatwa Syaikh Muhammad bin shalih Al-'Utasimin rahimahullah,_ ولا أحد يُتبرك بآثاره إلا محمد صلى الله عليه وسلم ، أما غيره فلا يتبرك بآثاره ، فالنبي صلى الله عليه وسلم يتبرك بآثاره في حياته ، وكذلك بعد مماته إذا بقيت تلك الآثار _Tidak ada seorangpun yang boleh untuk tabarruk kecuali Nabi Muhammad ﷺ, adapun selainnya maka tidak boleh. Nabi ﷺ boleh untuk tabarruk dengan atsarnya ketika hidup, demikian juga setelah beliau wafat jika masih ada atsar tersebut." (Majmu' Fatawa 2/107)_ Menyelamatkan aqidah umat lebih didahulukan. Umar bin Khattab yang dijuluki Al-Faruq, yang menjaga dan membentengi umat dari kemungkaran dan kebid'ahan, yang memilah antara yang haq dengan yang bathil. ✍ _Dari Al-A'masy rahimahullah Ta'ala,_ حَدَّثَنِي الْمَعْرُورِ بْنِ سُوَيْدٍ الأَسَدِيُّ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ مَنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ، فَلَمَّا أَصْبَحْنَا صَلَّى بِنَا الْغَدَاةَ، ثُمَّ رَأَى النَّاسَ يَذْهَبُونَ مَذْهَبًا، فَقَالَ: أَيْنَ يَذْهَبُ هَؤُلاءِ؟ قِيلَ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ مَسْجِدٌ صَلَّى فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُمْ يَأْتُونَ يُصَلُّونَ فِيهِ، فَقَالَ: " إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِمِثْلِ هَذَا، يَتَّبِعُونَ آثَارَ أَنْبِيَائِهِمْ فَيَتَّخِذُونَهَا كَنَائِسَ وَبِيَعًا، مَنْ أَدْرَكَتْهُ الصَّلاةُ مِنْكُمْ فِي هَذِهِ الْمَسجِدِ فَلْيُصَلِّ، وَمَنْ لا فَلْيَمْضِ، وَلا يَعْتَمِدْهَا " _Telah menceritakan kepadaku Ma'ruur bin Suwaid Al-Asadiy rahimahullah, ia berkata: Aku pernah keluar bersama Amiirul-Mukminiin 'Umar bin Al-Khaththaab dari Makah menuju Madinah. Ketika memasuki waktu pagi, kami shalat Shubuh. Kemudian ia ('Umar) melihat orang-orang pergi ke suatu tempat, lalu berkata : "Kemana mereka ini pergi ?". Dikatakan: "Wahai Amiirul-Mukminiin, (mereka pergi) ke masjid dimana Rasulullah ﷺ dulu pernah shalat di dalamnya. Mereka mendatangi untuk shalat di dalamnya". 'Umar berkata: "Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa hanyalah dengan sebab yang seperti ini. Mereka mengikuti/mencari-cari peninggalan-peninggalan nabi-nabi mereka, lalu menjadikannya tempat ibadah. Barangsiapa di antara kalian yang kebetulan mendapatkan waktu shalat di masjid ini, hendaklah ia shalat. Dan barangsiapa yang tidak mendapatinya, maka janganlah kalian sengaja untuk datang shalat di situ" (Diriwayatkan oleh Ibnu Wadldlah dalam Al-Bida' wan-Nahyu 'anhaa no. 105; shahih)._ _Ketika Umar bin Khattab mengusap hajar aswad dan menciumnya,_ ✍ _Dari 'Abis bin Rabi'ah radhiyallahu 'anhu,_ رَأَيْتُ عُمَرَ يُقَبِّلُ الْحَجَرَ وَيَقُولُ إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُقَبِّلُكَ لَمْ أُقَبِّلْكَ _"Aku pernah melihat 'Umar (bin Al Khaththab) mencium hajar Aswad. Lantas 'Umar berkata, "Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau hanyalah batu. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah ﷺ menciummu, maka tentu aku tidak akan menciummu" (HR. Bukhari no. 1597, 1605 dan Muslim no. 1270)._ ✍ _Dalam lafazh lain disebutkan,_ إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَإِنِّى أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَأَنَّكَ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَبَّلَكَ مَا قَبَّلْتُكَ _"Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberikan mudharat (bahaya), tidak bisa pula mendatangkan manfaat. Seandainya bukan karena aku melihat Rasulullah ﷺ menciummu, maka aku tidak akan menciummu." (HR. Muslim no. 1270)_ Maka ittiba' adalah mengikuti apa yang dilakukan oleh Nabi ﷺ dan bukanlah kepada alat atau tempatnya ketika itu. Demikian pula dengan apa yang disebut idhthiba'/menampakkan bahu kanan yang terbuka awal mulanya diperlihatkan adalah untuk Izharul-Quwwah/menampakkan kekuatan. Berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama khusus pada thawaf yang pertama. ✍ _Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma_ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ فَقَالَ الْمُشْرِكُونَ إِنَّهُ يَقْدَمُ عَلَيْكُمْ وَقَدْ وَهَنَهُمْ حُمَّى يَثْرِبَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَرْمُلُوا الْأَشْوَاطَ الثَّلَاثَةَ وَأَنْ يَمْشُوا مَا بَيْنَ الرُّكْنَيْنِ وَلَمْ يَمْنَعْهُ أَنْ يَأْمُرَهُمْ أَنْ يَرْمُلُوا الْأَشْوَاطَ كُلَّهَا إِلَّا الْإِبْقَاءُ عَلَيْهِمْ _"Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya datang mengunjungi Ka'bah". Kaum Musyrikin berkata: "Dia datang kepada kalian padahal mereka telah dilemahkan fisik mereka oleh penyakit demam yang melanda kota Yatsrib". Maka Nabi ﷺ memerintahkan para sahabatnya agar berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama dan berjalan biasa antara dua rukun (sudut) dan tidak ada yang menghalangi Beliau bila memerintahkan mereka agar berlari-lari kecil untuk semua putaran, namun hal itu tidak lain kecuali sebagai kemurahan Beliau kepada mereka" (HR. Bukhari No.1499)_ ✍ _Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu_ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ حِينَ أَرَادُوا دُخُولَ مَكَّةَ فِي عُمْرَتِهِ بَعْدَ الْحُدَيْبِيَةِ إِنَّ قَوْمَكُمْ غَدًا سَيَرَوْنَكُمْ فَلَيَرَوُنَّكُمْ جُلْدًا فَلَمَّا دَخَلُوا الْمَسْجِدَ اسْتَلَمُوا الرُّكْنَ وَرَمَلُوا وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَهُمْ حَتَّى إِذَا بَلَغُوا الرُّكْنَ الْيَمَانِيَ مَشَوْا إِلَى الرُّكْنِ الْأَسْوَدِ ثُمَّ رَمَلُوا حَتَّى بَلَغُوا الرُّكْنَ الْيَمَانِيَ ثُمَّ مَشَوْا إِلَى الرُّكْنِ الْأَسْوَدِ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَشَى الْأَرْبَعَ _"Nabi ﷺ bersabda kepada para sahabatnya ketika hendak memasuki kota Makkah guna mengerjakan umrah setelah dilakukannya perjanjian Hudaibiyah, "Sesungguhnya kaum kalian besok akan melihat kalian. Maka perlihatkanlah kekuatan kalian pada mereka." Ketika mereka memasuki Masjidil Haram, mereka lantas mengusap rukun (Hajar Aswad) dan berlari-lari kecil disertai Nabi ﷺ yang bersama mereka. Dan ketika sampai pada rukun Yamani, mereka berjalan sampai rukun Hajar Aswad, kemudian berlari-lari kecil lagi hingga mencapai rukun Yamani. Kemudian mereka berjalan lagi Hingga Hajar Aswad. Dan itu dilakukan tiga kali. Kemudian mereka berjalan di empat putaran yang tersisa." (HR. Ibnu Majah no. 2944)_ Maka sepeninggal rasul ﷺ masih dilakukan oleh para shahabat dan Umar mengatakan, "Apa urusan kita dengan musyrikin sedang mereka sudah tidak ada disini (sudah binasa atau masuk islam dan Makkah telah menjadi kota Tauhid)?", namun sesuatu yang sudah dilakukan oleh Rasul ﷺ beliau tak suka untuk meninggalkannya. Sa'i dari Shafa ke Marwah, bukankah larinya Hajar mencari-cari air untuk putranya yang menangis (sudah habis beberapa butir kurma dan air susunya tidak keluar lagi untuk putranya), kemudian diabadikan dan diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan ini sikap pertengahan, bukan hanya semata-mata mengenang/napak tilas kemudian kita mengikuti hal tersebut untuk mendekatkan diri kepada Allah, "Tidak". Selama tidak ada dalil yang memerintahkannya maka "Tidak". Di sisi yang lain, kita melakukannya bukan karena keistimewaan dari tempatnya, namun karena ittiba' Rasul ﷺ. Syahidnya adalah bahwa Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu sangat perhatian dengan shalatnya Rasul ﷺ, tempatnya dan bahkan sampai lebih (tidak dilakukan oleh shahabat-shahabat kibar lainnya). Namun apabila hal itu dilakukan oleh Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu, maka dibawa kepada kemungkinan yaitu: bukan karena kekhususan tempat atau yang selainnya, namun berharap dengan pengagungan terhadap sunnah ar-Rasul ﷺ akan mendapatkan keridhaan dan ampunan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Semua yang dilakukan Rasulullah ﷺ adalah sebaik-baik petunjuk, dan kita tidak sampai mengatakan memakai sendok haram atau karena beda teknologi, namun jangan sampai kita menghina orang yang makan menggunakan tangan. Dan segala apa yang dituntunkan Rasul ﷺ selalu ada hikmahnya dan kisah dibawah ini merupakan salah satu penggalan kisah tentang adab makan, dimana apa yang disaksikan shahabat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu terhadap Rasulullah ﷺ. ✍ _Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu_ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَكَلَ طَعَامًا لَعِقَ أَصَابِعَهُ الثَّلَاثَ قَالَ وَقَالَ إِذَا سَقَطَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيُمِطْ عَنْهَا الْأَذَى وَلْيَأْكُلْهَا وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ وَأَمَرَنَا أَنْ نَسْلُتَ الْقَصْعَةَ قَالَ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّ طَعَامِكُمْ الْبَرَكَةُ _"Bahwasannya Nabi ﷺ apabila selesai makan, beliau menjilati ke tiga jari tangannya. Anas berkata; Beliau bersabda: "Apabila suapan makanan salah seorang diantara kalian jatuh, ambillah kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah bagian yang bersih. Jangan dibiarkannya dimakan setan." Dan beliau menyuruh kami untuk menjilati piring. Beliau bersabda: "Karena kalian tidak tahu makanan mana yang membawa berkah." (HR. Muslim No. 3795)_ ✍ _Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu_ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وُضِعَتْ الْمَائِدَةُ فَلْيَأْكُلْ مِمَّا يَلِيهِ وَلَا يَتَنَاوَلْ مِنْ بَيْنِ يَدَيْ جَلِيسِهِ _"Rasulullah ﷺ bersabda, "Apabila makanan telah di hidangkan maka makanlah yang terdekat darinya, dan jangan mengambil (makanan yang berada) di tengah-tengah teman duduknya." (HR. Ibnu Majah no.3264)_ ✍ _Dari Amru bin Abu Salamah radhiyallahu 'anhu_ أَكَلْتُ يَوْمًا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا فَجَعَلْتُ آكُلُ مِنْ نَوَاحِي الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلْ مِمَّا يَلِيكَ _"Suatu hari, aku makan makanan bersama Rasulullah ﷺ, lalu aku menyantap makanan dari ujung nampan, maka Rasulullah ﷺ bersabda padaku: "Makanlah makanan yang ada didepanmu." (HR. Bukhari no. 4958)_ ✍ _Rasulullah ﷺ bersabda,_ يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ _"Wahai anakku, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang berada di dekatmu." (HR. Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022)_ ✍ _Dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah radhiyallahu 'anhu bahwa dia mendengar Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata,_ إِنَّ خَيَّاطًا دَعَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِطَعَامٍ صَنَعَهُ قَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ فَذَهَبْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى ذَلِكَ الطَّعَامِ فَقَرَّبَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُبْزًا مِنْ شَعِيرٍ وَمَرَقًا فِيهِ دُبَّاءٌ وَقَدِيدٌ قَالَ أَنَسٌ فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَتَبَّعُ الدُّبَّاءَ مِنْ حَوَالَيْ الصَّحْفَةِ قَالَ فَلَمْ أَزَلْ أُحِبُّ الدُّبَّاءَ مُنْذُ يَوْمَئِذٍ _"Seorang tukang jahit (pakaian) mengundang Rasulullah ﷺ untuk makan yang telah dibuatnya sendiri. Aku ikut pergi bersama Rasulullah ﷺ. Roti dari gandum dan kuah pun di hidangkan dan didekatkan kepada Rasulullah ﷺ, yang di dalamnya ada labu dan dendeng daging. Anas berkata; "Aku melihat Rasulullah terus menerus mencari-cari labu yang berada di sekeliling piring besar, sehingga sejak saat itu aku menjadi senang dengan labu." (HR. Muslim No. 3803)_ Imam Nawawi membawakan hadits diatas dengan mensyarah kitab Imam Muslim dan membawakan hadits ini dengan Judul: "Bab; Bolehnya makan kuah dan sunahnya makan labu" (جواز أكل المرق واستحباب أكل اليقطين وإيثار أهل المائدة). _Dan dalam Syarahnya Imam Nawawi rahimahullah Ta'ala menyebutkan bawasanya pada hadits tersebut terdapat beberapa Faedah yaitu:_ 1). Memenuhi Undangan. Rasul ﷺ seorang pemimpin diundang rakyatnya seorang penjahit dan diundang untuk makan dan Rasul ﷺ memenuhinya datang. 2). Bolehnya mengambil profesi menjahit dan halalnya profesi tersebut. 3). Bolehnya makanan berkuah. Perkara dunia hukum asalnya boleh, kecuali yang diharamkan oleh dalil. Adapun perkara ibadah hukum asalnya dilarang, kecuali ada dalil yang memperbolehkannya. 4). Makan berjama'ah. Akan merasa cukup dengan kebersamaan. 5). Membersihkan makanan yang ada pada nampan, sebab kita tidak tahu dimana barakah itu terletak. 6). Nabi ﷺ apakah membersihkan di hadapannya saja, atau dimungkinkan dalam keadaan yang lainnya sudah selesai dan Rasul ﷺ membersihkannya. Dan rasul mendahulukan yang barakah dan bermanfaat, dan tidak malu mencontohkan dalam hal kebaikan. ✍ _Imam Darimi mengeluarkan didalam sunannya didalam bab mengikuti sunnah (باب اتباع السنة)_ أَخْبَرَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي عَمْرٍو السَّيْبَانِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الدَّيْلَمِيِّ قَالَ بَلَغَنِي أَنَّ أَوَّلَ الدِّينِ تَرْكًا السُّنَّةُ يَذْهَبُ الدِّينُ سُنَّةً سُنَّةً كَمَا يَذْهَبُ الْحَبْلُ قُوَّةً قُوَّةً _Telah mengabarkan kepada kami Abu Al Mughirah telah menceritakan kepada kami Al 'Auza'i dari Yahya bin Abu 'Amr As Saibani dari Abdullah bin Ad Dailami ia berkata: "Telah sampai (kabar) kepadaku bahwa yang paling pertama dari masalah agama yang ditinggalkan adalah sunnah, agama ini akan hilang sunnahnya satu persatu sebagaimana terputusnya seutas tali sedikit demi sedikit"._Download MP3
15. pertemuan ke 16: lanjutan dorongan untuk berpegang teguh dengan sunnah nabi dan faedah mengamalkannya
📅 08/05/17 📝 ♻️ Lanjutan Fasal tentang dorongan untuk berpegang teguh dengan sunnah ajaran Rasulullah ﷺ. Dan telah disebutkan dalam bab ini beberapa ayat -dan itu bukanlah pembatasan-, begitupula disebutkan sebagian kecil hadits-hadits ar-Rasul ﷺ dalam bab ini dan juga sejumlah atsar dari para Ulama. Bahkan termasuk dinukilkan dari tokoh-tokoh ulama yang sering diaku-aku dan dipakai oleh kalangan sebagian thariqah sufiyah, semisal: Al-Junaid bin Muhammad bin al-Junaid Abu Qasim al-Qawariri al-Khazzaz al-Nahawandi al-Baghdadi al-Syafi'i rahimahullah Ta'ala dan Sahl bin 'Adillah at-Tusari rahimahullah Ta'ala, yangmana sesungguhnya merekapun (para ulama ini) menghasung untuk berpegang teguh dengan sunnah ajaran Rasulullah ﷺ. Seandainya mereka (orang yang mengaku sebagai pengikut imam-imam ini dari kalangan ahlul bid'ah dan selainnya) mau mengikutinya, tentulah hal itu akan menjadi jalan keselamatan. Namun sebagian mereka justru membuat cara-cara ibadah yang tidak dituntunkan oleh ar-Rasul ﷺ baik dalam bab wirid-wirid, ibadah, ucapan lisan maupun ritual ibadah dari sisi amaliyah badaniyah maupun berupa I'tiqad aqidah bathilah/keyakinan yang menyimpang yang tidak diajarkan dan dicontohkan oleh ar-Rasul ﷺ. Sesungguhnya Imam-imam Ahlul hadits dan para ulama kita ahlus sunnah, mereka sangat besar andilnya dalam menghasung dan membimbing umat agar perhatian dengan sunnah-sunnah ar-Rasul ﷺ. Meneladani Rasulullah ﷺ dalam berbagai perbuatan, ucapan, keyakinan begitupula Akhlak. Sebisa mungkin seorang muslim mendekati dengan petunjuk ar-Rasul ﷺ yang memang Allah utus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Apakah itu akhlak kepada Allah, akhlak seseorang terhadap hak Nabinya, akhlak terhadap orangtua, istri, anak, shahabat, tetangga dan seterusnya. Akhlak ar-Rasul ﷺ adalah Al-Qur'an ✍️ _Dari Sa'ad bin Hisyam radhiyallahu 'anhu_ سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ أَخْبِرِينِي عَنْ خُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ _Saya bertanya kepada Aisyah, saya katakan, "Tolong kabarkan kepadaku tentang akhlak Rasulullah ﷺ." Aisyah menjawab, "Akhlak beliau adalah Al-Quran." (HR. Ahmad no. 24139)_ _Maka sebagian atsar hadits yang pernah disebutkan dalam fasal ini hanyalah ibarat sepucuk dari apa yang datang berupa dalil-dalil atsar yang mengokohkan prinsip yang agung ini yang termasuk prinsip-prinsip dasar dari agama kita yaitu: Mengikuti ajaran ar-Rasul ﷺ dan mengamalkannya. Dan ini merupakan bab yang panjang bila diikuti. Maka hendaklah seorang muslim menjadi untuk dia siap meraih dari apa yang menggantung dari ranting-ranting as-sunnah, siap memetik buah-buah dan demikian pula apa yang dihasilkan dari pohon, dan itu semua butuh perjuangan_ Namun, bagaikan tanaman seberapapun disirami dan dipupuk subur, namun tanpa dipagari, dilindungi dari yang buruk maka tanaman tersebut bisa mati terinjak hewan atau bahkan mati tercabut. Dan demikian pula, seberapapun tanaman dilindungi dengan pagar yang begitu kuat namun tanpa disirami dan dipupuk maka tanaman tersebut kering dan tidak dapat tumbuh dengan baik. Demikianlah semestinya sikap kita terhadap masyarakat dan anak-anak kita. Didakwahi agar baik dan dijaga dari pengaruh jelek. _Dan hendaknya ia perhatian untuk bisa menerapkannya (ajaran Rasulullah ﷺ) yang ia dapatkan disetiap perkara dari perkara-perkaranya._ Apakah sebatas dalam perkara adab buang hajat, adab makan yang sehari-hari ia lalui, adab tidur dan lain sebagainya yang hal itu akan membawa kebaikan bagi setiap muslim di dunia maupun di akhirat. Jika adab buang hajat saja diajarkan di dalam agama kita yang sempurna ini, lalu bagaimana dengan urusan-urusan yang besar?! Sebaliknya, jika tidak mengetahui ajaran tersebut maka berapa banyak terjadi kekacauan, berbagai macam penyimpangan dan penyakit, baik lahiriyah maupun bathiniyah. _Maka sesuai dengan kadar seberapa besar ia mencintai Rasulullah ﷺ maka sedemikian itu pula kadar dia mutaba'ah (mengikuti petunjuk Rasulullah ﷺ dan mengamalkannya sesuai dengan apa yang telah disyariatkan)._ Kalau ada seseorang mengaku cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, maka dia buktikan dengan mengikuti syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui ajaran Rasul-Nya ﷺ. Dan jika tidak, maka sesungguhnya itu hanyalah pengakuan dusta/palsu, dan semakin dekat dengan ittiba'/meneladani ar-Rasul ﷺ, semakin dekat dengan melaksanakan syariat-syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala maka diharapkan semakin besar pula dia berpotensi mendapatkan kecintaan, keridhaan Allah dan demikian pula benarnya dia dalam mencintai ar-Rasul ﷺ. Maka berbanding lurus antara ittiba' rasul dengan kecintaan seseorang kepada ar-Rasul ﷺ. _Semakin sedikit, maka menunjukkan semakin sedikit pula cintanya kepada Rasulullah ﷺ. Dan semakin dia meneladani, mengagungkan, mengikuti jalan hidup, membela ajaran ar-Rasul ﷺ, mengamalkan dan mendakwahkannya, maka demikian pula diharapkan hal itu termasuk bab ia dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menunjukkan benarnya kecintaan dirinya kepada Rasulullah ﷺ._ قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ _Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah ﷺ), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Ali Imran: 31)_ ♻ _Fasal: Faedah Beramal dengan Sunnah ajaran ar-Rasul ﷺ_ _Berkata penulis rahimahullah Ta'ala, "Maka kapan seorang muslim menjaga Ajaran Rasul ﷺ sebagaimana penjagaan dia dalam urusan makan dan minum yang hal itu merupakan sebab baiknya urusan badan atau bahkan lebih daripada itu, maka niscaya ia akan mendapatkan banyak faedah atau manfaat, baik manfaat agamanya maupun manfaat dalam hal dunianya."_ Maka sungguh mengamalkan ajaran ar-Rasul ﷺ banyak sekali faedah yang ada padanya dalam setiap yang dilakukan ar-Rasul ﷺ. ✍ _Sufyan ats-Tsauri rahimahullah Ta'ala berkata,_ إِنْ اسْتَطَعتَ ، أَلَّا تَحُكَّ رَأسَكَ إِلَّا بِأَثَرٍ فَافعَلْ _"Jika kamu sanggup untuk tidak menggaruk kepala kecuali dengan dasar dari atsar/riwayat maka lakukanlah." (Manaqib al-Imam al-A'zham Abi 'Abdillah Sufyan bin Sa'id ats-Tsauri, hal. 29) dan (Al Jami' li Akhlaq ar Rawi wa Adab as-Sami', Khatib al-Baghdadi, Mauqi Jami' al-Hadits: 1/197)_ Hal ini untuk lebih menyemangati dan menjaga, menguatkan niat dan memperbesar pahala. Berbeda dengan seseorang yang melakukan karena rutinitas, meskipun boleh saja seseorang menggaruk kepala tanpa dalil, namun kalau perkara rutin berupa perkara adab biasa dia niatkan ihtisab dan ittiba' Rasul ﷺ itupun akan mendapat pahala. Juga disebutkan bahwa ar-Rasul ﷺ terkadang bersandar pada istrinya, dan begitu juga sampai wafatnya beliau juga bersandar di 'Aisyah radhiyallahu 'anha ✍ _Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha_ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَّكِئُ فِي حِجْرِي وَأَنَا حَائِضٌ فَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ _"Rasulullah ﷺ bersandar (dengan kepalanya) pada pangkuanku, sedangkan aku dalam keadaan sedang haid, maka beliau membaca al-Qur'an." (HR. Muslim no. 454)_ ✍ _Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha_ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَهُوَ صَحِيحٌ إِنَّهُ لَمْ يُقْبَضْ نَبِيٌّ قَطُّ حَتَّى يُرَى مَقْعَدُهُ فِي الْجَنَّةِ ثُمَّ يُخَيَّرُ قَالَتْ عَائِشَةُ فَلَمَّا نَزَلَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَأْسُهُ عَلَى فَخِذِي غُشِيَ عَلَيْهِ سَاعَةً ثُمَّ أَفَاقَ فَأَشْخَصَ بَصَرَهُ إِلَى السَّقْفِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ الرَّفِيقَ الْأَعْلَى قَالَتْ عَائِشَةُ قُلْتُ إِذًا لَا يَخْتَارُنَا قَالَتْ عَائِشَةُ وَعَرَفْتُ الْحَدِيثَ الَّذِي كَانَ يُحَدِّثُنَا بِهِ وَهُوَ صَحِيحٌ فِي قَوْلِهِ إِنَّهُ لَمْ يُقْبَضْ نَبِيٌّ قَطُّ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنْ الْجَنَّةِ ثُمَّ يُخَيَّرُ قَالَتْ عَائِشَةُ فَكَانَتْ تِلْكَ آخِرُ كَلِمَةٍ تَكَلَّمَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْلَهُ اللَّهُمَّ الرَّفِيقَ الْأَعْلَى Ketika Rasulullah ﷺ berada dalam keadaan sehat, beliau pernah bersabda, "Sesungguhnya seorang Nabi tidaklah diwafatkan hingga diperlihatkan kepadanya tempatnya di surga lalu ia dipersilahkan untuk memilih." Aisyah berkata; "Ketika malaikat pencabut nyawa datang kepada Rasulullah, sementara kepala beliau berada di pangkuan saya, maka Rasulullah pingsan beberapa saat. Tak lama kemudian ia sadar kembali. Setelah itu, beliau menatap pandangannya ke atas sambil mengucapkan: "Ya Allah, pertemukanlah aku dengan kekasihku, Allah Yang Maha Tinggi!", 'Aisyah berkata; "Dengan demikian, Rasulullah ﷺ tidak memilih untuk hidup Iebih lama lagi bersama kami." Aisyah pernah berkata; "Saya teringat ucapan yang pernah beliau sampaikan kepada kami ketika beliau masih sehat;" "Sesungguhnya seorang Nabi tidaklah diwafatkan hingga diperlihatkan kepadanya tempatnya di surga. Setelah itu, ia pun dipersilahkan untuk memilih." Aisyah juga berkata; "Itulah kata-kata terakhir yang pernah beliau ucapkan, yaitu: "Ya Allah, pertemukanlah aku dengan kekasihku Yang Maha Tinggi." (HR. Muslim no. 4476)_ ✍ _Dari Al Aswad bin Yazid radhiyallahu 'anhu_ ذَكَرُوا عِنْدَ عَائِشَةَ أَنَّ عَلِيًّا كَانَ وَصِيًّا فَقَالَتْ مَتَى أَوْصَى إِلَيْهِ فَقَدْ كُنْتُ مُسْنِدَتَهُ إِلَى صَدْرِي أَوْ قَالَتْ حَجْرِي فَدَعَا بِالطَّسْتِ فَلَقَدْ انْخَنَثَ فِي حَجْرِي وَمَا شَعَرْتُ أَنَّهُ مَاتَ فَمَتَى أَوْصَى إِلَيْهِ _"Orang-orang berbicara di samping 'Aisyah, bahwa 'Ali menerima wasiat dari Rasulullah ﷺ, maka dia berkata, "Kapankah beliau berwasiat kepadanya? Padahal ketika beliau sakit, beliau bersandar di dadaku -atau berkata- di pangkuanku. Kemudian beliau meminta bejana, sesudah itu beliau rebahan di pangkuanku dan saya tidak sadar jika beliau telah tiada. Maka kapankah beliau berwasiat kepadanya?" (lafadz Yahya bin Yahya) (HR. Muslim 3088)_ Maka seandainya seorang suami melakukan hal ini untuk mencontoh ar-Rasul ﷺ maka ia akan mendapatkan pahalanya. Lebih-lebih dalam perkara lain yang dihasung di dalam dalil, seperti menggosok gigi/bersiwak. Apakah dengan ranting kayu siwak ataukah dengan sikat gigi. Maka seberapa seseorang mengamalkan dan menjaga sunnah rasul ﷺ akan semakin banyak ia berpotensi akan mendapatkan faedah didalam dunia maupun agamanya. _Sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah Ta'ala, Didalam meneladani ajaran Rasulullah ﷺ, terdapat padanya:_ 1.Barakah karena mencocoki sunnah Rasulullah ﷺ. Seseorang yang mengikuti syariat sunnah ar-Rasul ﷺ tentulah akan diridhai dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 2.Akan diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 3.Akan diangkat derajatnya dengan dua hal yaitu: Ilmu dan Amal shalih. يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ _Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (QS. Al-Mujadilah: 11)_ وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِّمَّا عَمِلُوا وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ _Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (QS. Al-An'am:132)_ 4. Ketentraman Qalbu. الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ _"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati-hati mereka menjadi tenteram dengan berdzikir (mengingat) kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan berdzikir (mengingat) kepada Allah-lah, hati akan menjadi tenteram" (QS. Ar-Ra'd: 28)_ 5. Kesehatan badan. ✍ _Dari Abu Barzah radhiyallahu 'anhu_ أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا. _"Rasulullah ﷺ membenci tidur sebelum shalat 'Isya dan berbincang-bincang setelahnya" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)_ Orang yang setiap saat begadang yang dalam hal manfaat saja menjadikan kelelahan, apalagi yang tidak bermanfaat apalagi maksiat. Begadang di malam hari diperbolehkan jika ada maslahatnya. Al-Imam Al-Bukhari meletakkan sebuah Bab dalam kitab Shahih-nya dengan judul: "Bab Begadang dalam rangka Menuntut Ilmu". ✍ _Dari Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu 'anhu_ كَانَ رَسُولُ اللهِ يَسْمُرُ مَعَ أَبِي بَكْرٍ فِي اْلأَمْرِ مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ، وَأَنَا مَعَهُمَا _"Dahulu Rasulullah ﷺ begadang bersama Abu Bakar membicarakan urusan kaum muslimin, dan aku bersama mereka." (Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani)_ Dan bagi mereka yang belajar hadits, belajarnya diwaktu malam dan kalau khawatir tidak bisa bangun kecuali sudah dekat adzan shubuh, silahkan shalat malam minimal witirnya diawal waktu sebelum tidurnya. ✍ _Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu_ أَوْصَانِي خَلِيلِي صلى الله عليه وسلم بِثَلاثٍ: بِصِيَامِ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَرْقُدَ _"Kekasihku (Rasulullah ﷺ) berwasiat kepadaku dengan tiga perkara: berpuasa tiga hari pada setiap bulan, dua rakaat shalat dhuha, dan shalat witir sebelum tidur." (HR. Muslim)_ 6. Mengekang syaithan Semakin seseorang mengamalkan sunnah maka semakin mengekang dan mengerdilkan godaan syaithan dan semakin dia meninggalkan dan jauh dari ajaran Rasul ﷺ maka semakin besar pengaruh syaithan. Maka dengan mengamalkan sunnah dan mengikuti ajaran rasul ﷺ maka akan mengendalikan dan mengekang pengaruh syaithan. Dan termasuk bentuk pengekangan dan meminimalkan pengaruh syaithan adalah ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta'ala. قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (٣٩) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (٤٠) _"Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka".(QS. Al-Hijr: 39-40)_ 7. Akan ditetapkan menempuh diatas jalan yang lurus. اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ _Tunjukilah kami jalan yang lurus (QS. Al-Fatihah: 6)_ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ _"(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka". (QS. Al-Fatihah: 7)_ Sebab terbesar untuk seseorang tetap dijalan yang lurus وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا _Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. An-Nisa: 69)_ وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا _Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk (QS. An Nur: 54)_ _Adapun Ibnu Hibban (Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Hibban bin Muadz bin Ma'bad at-Tamimi Abu Hatim ad-Darimi) rahimahullah Ta'ala dalam mukadimah kitab shahihnya, "Dan sesungguhnya didalam menetapi sunnah ajaran rasul ﷺ padanya terdapat keselamatan yang sempurna dan kharomah yang terkumpul padanya dan tidak akan padam cahayanya, yang tidak akan runtuh hujjahnya. Barangsiapa yang menetapinya niscaya ia akan dijaga dan barangsiapa menyelisihinya niscaya ia akan menyesalinya"_ ✍ _Dari Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu , ia berkata, “Aku pernah dibonceng oleh Nabi ﷺ di atas seekor keledai. Lalu Beliau ﷺ bersabda kepadaku,_ يَامُعَاذُ ، أَتَدْرِيْ مَا حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ ، وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ ؛ قَالَ : حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوْهُ وَلَا يُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا ، وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا. قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، أَفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ ؟ قَالَ : لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوْا _"Wahai Mu'adz, Tahukah engkau apa hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya dan apa hak para hamba yang pasti dipenuhi oleh Allah?" Aku menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau bersabda, "Hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya ialah mereka hanya beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Sedangkan hak para hamba yang pasti dipenuhi Allah ialah sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, Tidak perlukah aku menyampaikan kabar gembira ini kepada orang-orang?" Beliau ﷺ menjawab, "Janganlah kau sampaikan kabar gembira ini kepada mereka, sehingga mereka akan bersikap menyandarkan diri (kepada hal ini dan tidak beramal shalih)." (HR. Al-Bukhari no. 2856, 5967, 6267, 6500, 7373; HR. Muslim no. 30; HR. Ahmad V/228, 230, 236, 242; HR. Abu Dawud no. 2559; HR. At-Tirmidzi no. 2643; HR. An-Nasa'i dalam as-Sunanul Kubra no. 9943; HR. Ibnu Majah no. 4296; HR. Ath Thabrani dalam al-Mu'jamul Kabir, XX/no. 256)_ Salah satu Faedah dari ikhlas dan Tauhid adalah dileburnya dosa-dosa. Dan ahlus sunnah bersikap pertengahan dalam bab kharomah yaitu: tidak meremehkan, tidak menolak dan tidak mengingkarinya, tetapi juga tidak mudah menganggap sedikit-sedikit kharomah tanpa melihat apa dan bagaimana perbuatannya. Yang namanya kharomah pada Auliya/wali-waliNya berupa penjagaan atau dilindungi dan sebagainya adalah shahih/benar adanya dan bisa terjadi. Kharomah bentuknya berbagai macam dan diantara kharomah terbesar ialah bisa tetap istiqamah diatas jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala, dijaga dari fitnah tuduhan dan dari dosa dan maksiat. Dan bukanlah kharamah itu semata-mata bisa terbang atau berjalan diatas air. وقد قال يونس بن عبد الأعلى الصدفي : قلت للشافعي : كان الليث بن سعد يقول : إذا رأيتم الرجل يمشي على الماء ويطير في الهواء فلا تغتروا به حتى تعرضوا أمره على الكتاب والسنة ، فقال الشافعي : قصر الليث رحمه الله ، بل إذا رأيتم الرجل يمشي على الماء ويطير في الهواء فلا تغتروا به حتى تعرضوا أمره على الكتاب والسنة _"Yunus bin 'Abdil A'la berkata; "Aku berkata kepada Asy-Syafi'i: Al-Laits bin S'ad berkata : Jika kalian melihat seseorang berjalan di atas air maka janganlah kalian tertipu olehnya hingga kalian menimbang perkaranya di atas Al-Qur'an dan As-Sunnah." Maka Asy-Syafi'i berkata, "Al-Laits rahimahullah masih kurang, bahkan jika kalian melihat seseorang berjalan di atas air dan terbang di atas udara maka janganlah terpedaya olehnya hingga kalian menimbang perkaranya di atas Al-Qur'an dan As-Sunnah" (Aadaab Asy-Syaafi'i wa Manaaqibuhu hal. 184)_ Kalau dia mengaku bisa menghilang, kebal senjata ini dan itu, sementara shalat berjama'ah di masjid tidak pernah terlihat demikian pula amaliyah-amaliyahnya jauh dari tuntunan Rasulullah ﷺ, bahkan melakukan keharaman-keharaman, ucapan-ucapannyapun menyimpang maka itu bukanlah Kharomah tetapi bisa jadi itu Istidraj. ✍ _Dari 'Uqbah bin 'Amir radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,_ إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ _"Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah." (HR. Ahmad 4: 145)_ Janganlah seseorang menganggap "dilindungi atau dijaga" (Barangsiapa yang menetapi sunnah ajaran ar-Rasul ﷺ niscaya ia akan dijaga) itu tidak pernah digunjing, dicaci maki dan diejek oleh orang atau bahkan pada tingkat yang lebih dari itu, bahkan para Ulama mengingatkan sebaliknya meskipun diakhirnya Allah janjikan kesudahan yang baik bagi orang yang bertaqwa. ✍ _Asy-Syaikh Zaid al-Madkhali rahimahullah Ta'ala berkata,_ من اختار لنفسه طريق الأنبياء فلا بدّ أن يناله من الأذى ما يحتاج معه إلى شحنة كبيرة من الصبر (المنهج القويم - ٣٠) _"Barangsiapa memilih untuk dirinya jalan para nabi, maka mau tidak mau dia akan terkenai banyak gangguan, yang membutuhkan darinya persediaan kesabaran dalam jumlah sangat besar." (Al-Manhaj Al-Qawim, 30)_ Bukankah Rasulullah ﷺ pecah gigi serinya pada perang Uhud, shahihnya Rasulullah juga mendapatkan rintangan dan gangguan didalam berdakwah. ✍ _Dari Abu Hazim radhiyallahu 'anhu_ أَنَّهُ سَمِعَ سَهْلَ بْنَ سَعْدٍ وَهُوَ يُسْأَلُ عَنْ جُرْحِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْرِفُ مَنْ كَانَ يَغْسِلُ جُرْحَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ كَانَ يَسْكُبُ الْمَاءَ وَبِمَا دُووِيَ قَالَ كَانَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلَام بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَغْسِلُهُ وَعَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ يَسْكُبُ الْمَاءَ بِالْمِجَنِّ فَلَمَّا رَأَتْ فَاطِمَةُ أَنَّ الْمَاءَ لَا يَزِيدُ الدَّمَ إِلَّا كَثْرَةً أَخَذَتْ قِطْعَةً مِنْ حَصِيرٍ فَأَحْرَقَتْهَا وَأَلْصَقَتْهَا فَاسْتَمْسَكَ الدَّمُ وَكُسِرَتْ رَبَاعِيَتُهُ يَوْمَئِذٍ وَجُرِحَ وَجْهُهُ وَكُسِرَتْ الْبَيْضَةُ عَلَى رَأْسِهِ _Dia mendengar Sahl bin Sa'd bertanya tentang luka Rasulullah ﷺ, dia berkata, "Demi Allah, sungguh aku telah mengetahui orang yang telah mengobati luka Rasulullah ﷺ, orang yang menuangkan air, dan dengan apa beliau diobati." Dia melanjutkan, "Fatimah, putri Rasulullah ﷺ lah yang telah mencuci (luka beliau), sementara Ali bin Abu Thalib menuangkan air dengan menggunakan perisai, ketika Fatimah melihat darah semakin mengalir deras, dia langsung mengambil potongan tikar dan membakarnya, setelah itu dia menempelkan (bekas pembakaran tersebut) pada luka beliau hingga darahnya terhenti, pada waktu itu gigi seri beliau tanggal, wajah beliau terluka dan topi baja beliau pecah." (HR. Bukhari No. 3767)_ Rasulullah ﷺ juga pernah disiram dengan kotoran onta ketika bersujud. ✍ _Dari Abdullah ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu_ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي عِنْدَ الْبَيْتِ وَأَبُو جَهْلٍ وَأَصْحَابٌ لَهُ جُلُوسٌ إِذْ قَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْض أَيُّكُمْ يَجِيءُ بِسَلَى جَزُورِ بَنِي فُلَانٍ فَيَضَعُهُ عَلَى ظَهْرِ مُحَمَّدٍ إِذَا سَجَدَ فَانْبَعَثَ أَشْقَى الْقَوْمِ فَجَاءَ بِهِ فَنَظَرَ حَتَّى سَجَدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضَعَهُ عَلَى ظَهْرِهِ بَيْنَ كَتِفَيْهِ وَأَنَا أَنْظُرُ لَا أُغْنِي شَيْئًا لَوْ كَانَ لِي مَنَعَةٌ قَالَ فَجَعَلُوا يَضْحَكُونَ وَيُحِيلُ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَاجِدٌ لَا يَرْفَعُ رَأْسَهُ حَتَّى جَاءَتْهُ فَاطِمَةُ فَطَرَحَتْ عَنْ ظَهْرِهِ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأْسَهُ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَشَقَّ عَلَيْهِمْ إِذْ دَعَا عَلَيْهِمْ قَالَ وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّ الدَّعْوَةَ فِي ذَلِكَ الْبَلَدِ مُسْتَجَابَةٌ ثُمَّ سَمَّى اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِأَبِي جَهْلٍ وَعَلَيْكَ بِعُتْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ وَشَيْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ وَالْوَلِيدِ بْنِ عُتْبَةَ وَأُمَيَّةَ بْنِ خَلَفٍ وَعُقْبَةَ بْنِ أَبِي مُعَيْطٍ وَعَدَّ السَّابِعَ فَلَمْ يَحْفَظْ قَالَ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ رَأَيْتُ الَّذِينَ عَدَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَرْعَى فِي الْقَلِيبِ قَلِيبِ بَدْرٍ _"Bahwa Nabi ﷺ shalat di dekat Ka'bah sementara Abu Jahal dan teman-temannya duduk di dekat beliau. Lalu sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Siapa dari kalian yang dapat mendatangkan isi perut (jerohan) unta milik bani fulan, lalu ia letakkan di punggung Muhammad saat dia sujud?", Maka berangkatlah orang yang paling celaka dari mereka, ia lalu datang kembali dengan membawa kotoran unta tersebut. Orang itu lantas menunggu dan memperhatikan, maka ketika Nabi ﷺ sujud kotoran itu ia letakkan di punggung beliau di antara kedua pundaknya. "Sementara aku hanya bisa melihatnya tidak bisa berbuat apa-apa. Sekiranya aku bisa mencegah!" Abdullah bin Mas'ud melanjutkan kisahnya, "Lalu mereka pun tertawa-tawa dan saling menyindir satu sama lain sedang Rasulullah ﷺ dalam keadaan sujud, beliau tidak mengangkat kepalanya hingga datang Fatimah. Fatimah lalu membersihkan kotoran itu dari punggung beliau, setelah itu baru Rasulullah ﷺ mengangkat kepalanya seraya berdo'a: "Ya Allah, aku serahkan (urusan) Quraisy kepada-Mu." Sebanyak tiga kali. "Maka do'a tersebut membuat mereka ketakutan." 'Abdullah bin Mas'ud meneruskan, "Sebab mereka yakin bahwa do'a yang dipanjatkan tempat itu akan diterima." Kemudian Nabi ﷺ menyebut satu persatu nama-nama mereka: "Ya Allah, aku serahkan (urusan) Abu Jahal kepada-Mu, 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Al Walid bin 'Utbah, Umayyah bin Khalaf dan 'Uqbah bin Abu Mu'aith." Dan Nabi ﷺ menyebut yang ke tujuh tapi aku lupa." 'Abdullah bin Mas'ud berkata, "Sungguh aku melihat orang-orang yang disebut Nabi ﷺ tersebut, terbantai di pinggiran lembah Badar (dalam perang Badar)." (HR. Bukhari no. 490)_ Rasulullah ﷺ juga pernah dikatakan sebagai penyair yang gila وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَّجْنُونٍ _Dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?" (QS. As-Saaffat: 36)_ Rasulullah ﷺ juga pernah diracuni ketika makan daging kambing. ✍ _Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu_ أَنَّ يَهُودِيَّةً أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ مَسْمُومَةٍ فَأَكَلَ مِنْهَا فَجِيءَ بِهَا فَقِيلَ أَلَا نَقْتُلُهَا قَالَ لَا فَمَا زِلْتُ أَعْرِفُهَا فِي لَهَوَاتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ _Bahwa, ada seorang wanita Yahudi yang datang menemui Nabi ﷺ dengan membawa seekor kambing yang telah diracun lalu Beliau memakannya. Kemudian wanita itu diringkus dengan bukti daging tersebut dan dikatakan; "Tidak sebaiknyakah kita bunuh saja?" Beliau menjawab: "Jangan". Sejak itu aku senantiasa aku melihat bekas racun tersebut pada anak lidah Rasulullah ﷺ (HR. Bukhari no. 2424)_ Rasulullah ﷺ pada akhirnya, berapapun percobaan pembunuhan terhadap beliau tetaplah terselamatkan dari beliau ditarget hidup atau mati ketika hijrah ke Madinah dan bagaimana rumah Nabi ﷺ dikepung oleh pemuda-pemuda Makkah dari berbagai macam khabilah, namun Allah Subhanahu wa Ta'ala selamatkan beliau, begitu pula ketika alat penggilingan yang dijatuhkan dari atas, Nabi ﷺ pun terselamatkan. Dan maksud "dilindungi" bukanlah tidak mendapat halangan atau rintangan sama sekali. _Siapa menetapi sunnah/ajaran Rasul ﷺ akan dijaga dan siapa yang menyelisihi akan menyesali. Karena mengikuti ajaran Rasulullah ﷺ adalah benteng yang paling kokoh dan tiang yang paling kuat yang telah jelas keutamaannya dan kuat tali-temalinya dan siapa yang berpegang teguh padanya maka akan terbimbing. Dan siapa yang menuju sebaliknya diapun akan rendah. Siapa yang berpegang teguh terhadap sunnah Rasulullah ﷺ diapun akan berbahagia kelak nantinya dan merekapun orang yang diharapkan dimasa yang disegerakan.Download MP3
Posting Komentar untuk "🎧 Dharuratul Ihtimam bis Sunanin Nabawiyyah - Ustadz Muhammad Higa (15 audio)"